Kuartal I-2020, Rupiah from Hero to Zero!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2020 12:54
Kuartal I-2020, Rupiah from Hero to Zero!
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali tahun 2020, nilai tukar rupiah menunjukkan kinerja menjanjikan. Rupiah digadang-gadang bakal menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di tahun ini. Perekonomian global yang diprediksi lebih baik dari tahun lalu, kemudian stabilitas dalam negeri membuat daya tarik investasi di RI meningkat.

Rupiah menikmati derasnya capital inflow ke dalam negeri, nilai tukarnya pun terus menguat. Berdasarkan data Ditjen Per Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 24 Januari terjadi capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 30,16 triliun.

Rupiah akhirnya menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah menguat 2,29% melawan dolar AS secara year-to-date (YTD) hingga 24 Januari lalu.

"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu" kata Rohit Garg, analis di Bank of America Merryl Lynch (BAML) dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).



Tetapi semua berubah setelah virus corona yang berasal dari kota Wuhan China berubah menjadi pandemi.

Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini kasus COVID-19 sudah "menyerang" 180 negara/wilayah, dengan lebih dari 850.000 terjangkit, 42.032 orang meninggal dunia dan 177.857 dinyatakan sembuh.

Di Indonesia, kasus pertama dilaporkan pada awal bulan Maret, dan hingga Selasa kemarin sudah ada 1.528 kasus positif COVID-19, dengan 136 orang meninggal dunia dan 81 sembuh.

Meski terbilang baru 1 bulan mengalami kassus COVID-19, tetapi efek virus tersebut sudah terasa di pasar keuangan dalam negeri. Selepas 24 Januari lalu, jumlah kepemilikan asing di obligasi, Surat Utang Negara (SUN), terus mengalami penurunan, atau terjadi arus modal keluar (capital outflow) yang besar.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memberikan update tentang kondisi perekonomian terkini Selasa siang mengatakan dana asing masih pergi dari pasar Indonesia. Ia mengatakan, terjadi outflow atau aliran dana asing keluar hingga Rp 145,1 triliun.

"Terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di pasar SBN dan Rp 9,9 triliun di pasar saham," katanya.

Rupiah pun menjadi ambles dan nyaris memecahkan rekor terlemah sepanjang masa.

Pada Senin (23/3/2020) volatilitas rupiah sedang tinggi-tingginya, dan ambles hingga 4,5% ke Rp 16.620/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 22 tahun lalu, atau tepatnya sejak 17 Juni 1998 ketika rupiah mencatat rekor terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$.

Posisi rupiah sedikit membaik di perdagangan terakhir kuartal I-2020, Selasa kemarin, di Rp 16.300/US$. Sementara hari ini, Rabu (1/4/2020) pukul 11:00 WIB rupiah kembali melemah 0,67% di Rp 16.410/US$. 



Sepanjang kuartal I, rupiah mencatat pelemahan 17,44%. Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, pelemahan rupiah paling parah, bahkan hanya rupiah dan bath Thailand yang melemah dua digit persentase. Pelemahan bath pun masih jauh lebih baik dari rupiah yakni 10%.

Rupiah yang yang menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia pada bulan Januari lalu malah menjadi yang terburuk di Asia pada di akhir kuartal I-2020. From hero to zero! 


[Gambas:Video CNBC]




Para investor global dibuat cemas akan dampak pandemi COVID-19 ke perekonomian global. Banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) demi meredam penyebarannya. Dampaknya, aktivitas ekonomi menurun tajam, dan resesi kembali datang.

Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G-20, akan terkontraksi tajam di tahun ini.

"Ekonomi negara G-20 akan mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini dan akan berkontraksi pada tahun 2020 secara keseluruhan," tulis Moody's, dalam riset bertajuk Global Macro Outlook 2020-21, dikutip Kamis (26/3/2020).

Moody's memperkirakan, PBD riil sepanjang tahun 2020 dari negara-negara G-20 secara rata-rata akan minus 0,5%, jauh di bawah perkiraan pada proyeksi awal November lalu dengan estimasi pertumbuhan sebesar 2,6%.

Sementara Kepala Ekonom IHS Markit, Nariman Behravesh dan eksekutif direktur ekonomi global Sara Johnson dalam Global Economic Forecast Flash bulan Maret memberikan proyeksi jika Jepang sudah mengalami resesi, sementara AS dan Eropa akan menyusul di kuartal II-2020.

PDB AS diprediksi di tahun ini diprediksi akan berkontraksi 0,2%, zona euro 1,5% dan Jepang 0,8%. Sementara itu ekonomi China diprediksi hanya akan tumbuh 3,1%.



Akibat "hantu" resesi yang kembali bergentayangan, pasar keuangan dalam negeri terus mengalami aksi jual, capital outflow semakin deras sehingga rupiah terus tertekan.

Tidak hanya di pasar finansial, dampak COVID-19 ke sektor riil di dalam negeri sudah mulai terlihat, aktivitas sektor manufaktur mengalami kontraksi di bulan Maret.

Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.

IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.

Itu artinya sektor manufaktur RI sudah mulai menurunkan hingga menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19.

Guna memerangi COVID-19, Presiden Joko Widodo kemarin mengumumkan stimulus senilai Rp 405,1 triliun yang akan digunakan untuk dana kesehatan Rp 75 triliun, jaring pengaman sosial atau sosial safety net (SSN) Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun

Termasuk Rp 150 triliun yang dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

"Termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi," jelas Jokowi, Selasa (31/3/2020).

Sebelumnya, BI juga sudah memberikan stimulus moneter dengan memangkas suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,5% Selain itu, BI kembali perkuat bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko Covid-19 dan dorong pertumbuhan ekonomi melalui tujuh langkah kebijakan yang dirilis pada pertengahan Maret lalu.

Dengan stimulus-stimulus tersebut, harapannya penyebaran COVID-19 bisa diredam dan meminimalisir dampaknya ke perekonomian. Semakin cepat virus ini dihentikan, rupiah akan kembali perkasa.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular