
Deretan 'Senjata' Negara-negara yang Berperang Lawan Covid-19

Sebelum AS, Indonesia sudah bertindak terlebih dahulu. Pada 19 Maret lalu, Bank Indonesia (BI) memangkas suku acuannya.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (19/3/2020).
Selain itu, BI kembali perkuat bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko Covid-19 dan dorong pertumbuhan ekonomi melalui tujuh langkah kebijakan, yakni:
Pertama, BI akan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
Kedua, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
Ketiga, BI akan menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari, guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.
Keempat, BI akan memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
Kelima, BI akan mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
Keenam, BI akan memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Ketujuh, BI akan memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19 melalui tiga hal. Pertama, menjaga ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai. Yag kedua menurunkan biaya SKNBI antar BI dengan bank dari Rp 600 per transaksi menjadi Rp 1 dan biaya transaksi dari bank ke nasabah dari Rp 3.500 menjadi Rp 2.900 per transaksi. Kebijakan ini berlaku mulai 1 April 2020. Yang terakhir mendukung penyaluran dana bansos melalui non tunai.
Kemudian dari sisi fiskal, Kamis (26/3/2020) lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 tentang pemberian insentif perpajakan bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19. Aturan ini akan mulai berlaku pada 1 April 2020.
Setidaknya, ada empat insentif di bidang perpajakan yang akan di berikan Sri Mulyani sebagai langkah membantu Wajib Pajak (WP) terdampak wabah Virus Corona.
"Keempat insentif tersebut terkait dengan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," tulis keterangan resmi Kemenkeu, Kamis (26/3/2020).
Pada kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan nilai insentif pajak tersebut sebesar Rp 125 triliun.
"Itu Rp 125 triliun sendiri (tambahan defisit). Belanja tidak direm tapi penerimaan turun. Kita akan lihat APBN memberikan dampak suportif kepada ekonomi hampir 0,8% PDB," katanya dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Sebelumnya, berbagai insentif juga sudah digelontorkan seperti subsidi avtur agar harga tiket pesawat turun, pembebasan pajak hotel dan restoran, tambahan anggaran Bantuan Sosial, serta penambahan jumlah rumah bersubsidi dan menambah anggaran subsidi uang muka.
Presiden Jokowi sudah memberikan arahan tegas untuk menangani wabah Covid-19 yang sudah merebak di tanah air. Jokowi sudah memberikan setidaknya 10 arahan makroekonomi untuk merespons kondisi genting akibat wabah ini.
Nomor | Instruksi Presiden | Anggaran (IDR Triliun) |
1 | Memangkas pengeluaran bukan prioritas pada APBN & APBD |
|
2 | Realokasi anggaran kementerian, pemerintah provinsi dan daerah untuk program kesehatan | 62.3 |
3 | Memastikan ketersediaan bahan pangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah |
|
4 | Memperkenalkan program insentif uang tunai |
|
5 | Distribusi bantuan tambahan mencapai Rp 200.000/orang/bulan melalui Kartu Sembako dari sebelumnya hanya Rp 150.000 | 4.56 |
6 | Distribusi bantuan tunai di bawah Kartu Pra-Kerja untuk masyarakat selama 3-4 bulan ke depan | 10 |
7 | Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk pekerja sektor manufaktur selama 6 bulan | 8.6 |
8 | Relaksasi pinjaman UMKM oleh OJK (di bawah Rp10milyar) dari perbankan dan lembaga non-bank dalam bentuk: |
|
9 | Keringanan kredit KPR bersubsidi dalam bentuk: | 1.5 |
10 | Mendistribusikan alat pelindung diri (APD) 105.000 unit untuk tenaga medis: |
|
Arahan RI-1 tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai kebijakan dan program oleh Kementerian Keuangan sebagai berikut :
Nomor | Kebijakan Fiskal Kemenkeu |
1 | Pengadaan alat pelindung diri (APD) sebanyak 105.000 unit |
2 | Mengatur pembayaran biaya kesehatan pasien COVID-19 non-asuransi dengan Departemen Kesehatan, melalui |
3 | Membagikan insentif bagi pekerja medis, dalam bentuk: |
4 | Membuat akun donasi untuk COVID-19 yang dikelola bersama oleh BNPB dan Kementerian Keuangan |
5 | Penguatan sistem jaring pengaman sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang mencakup 10 juta |
6 | Memberikan kompensasi 3 bulan (Rp1.000.000 / bulan) dan pelatihan untuk pekerja yang terkena PHK |
7 |
|
Sumber : Kementerian Keuangan, Bahana Sekuritas, CNBC Indonesia Research
Selain itu, Pemerintah berencana menerbitkan surat utang pemulihan bencana (Recovery Bond/R-Bond), yang hasil penerbitannya akan dipakai untuk membantu pelaku usaha meningkatkan likuiditas keuangannya di tengah dampak wabah covid-19.
Mengutip penjelasan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, Recovery Bond akan berbentuk surat utang pemerintah dalam bentuk rupiah yang bisa dibeli oleh Bank Indonesia (BI) dan pihak swasta lain, seperti importir, eksportir, dan investor.
"Dana hasil penjualan surat utang ini, dipegang oleh pemerintah lalu disalurkan ke seluruh dunia usaha dalam bentuk kredit khusus, untuk bangkitkan dunia usaha," kata Susiwijono dalam konferensi pers, Kamis (26/3/2020).