The Fed 'Lu Jual Gua Beli', Harga Emas pun Terbang Tinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 March 2020 07:45
The Fed 'Lu Jual Gua Beli', Harga Emas pun Terbang Tinggi
Foto: Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia terbang tinggi dalam 2 hari terakhir hingga kembali ke atas level US$ 1.600/troy ons. Rencana Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang kembali menggelontorkan stimulus masif menjadi pemicu kenaikan harga logam mulia ini.

Di awal pekan, harga emas dunia melesat 3,7%, sementara pada Selasa (24/3/2020) kemarin logam mulia ini bahkan sempat meroket 5,11% ke US$ 1.632,35/troy ons, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di level US$ 1.610,02/troy ons atau naik 3,67%, Total hanya dalam 2 hari, harga emas sudah melesat lebih dari 7%.

Laju kenaikan emas masih berlanjut pada hari ini, Rabu (25/3/2020), pada pukul 6:53 WIB emas sudah naik 1,6% ke US$ 1.635.79/troy ons.




Senin (23/3/2020) dua hari lalu, The Fed mengumumkan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi COVID-19.

Aset yang akan dibeli seperti obligasi pemerintah, efek beragun aset perumahan (Residential Mortgage-Backed Security/RMBS), dan beberapa jenis efek lainnya.

The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapa pun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.

"Tidak seperti pascakrisis finansial global (2008), saat The Fed nilai QE terbatas setiap bulannya, kali ini jumlahnya tak terbatas," kata Ray Attril, Kepala Strategi Valas di National Australia Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.

Jumlah yang tak terbatas tersebut artinya The Fed akan membeli seberapa pun aset yang diperlukan guna menyediakan likuiditas di pasar, dengan kata lain "lu jual gua beli".



Sebelumnya pada 16 Maret lalu, The Fed juga membabat habis suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR). sebesar 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Suku bunga tersebut menjadi yang terendah sejak tahun 2015.

Kebijakan yang diambil oleh The Fed sama dengan ketika terjadi krisis finansial global tahun 2008, bahkan kali ini lebih agresif dengan tidak membatasi nilai QE-nya, sekali lagi "lu jual gua beli".

Berkaca dari penerapan kebijakan tersebut di tahun 2008, harga emas terus bergerak naik hingga akhirnya mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons pada 6 September 2011.

[Gambas:Video CNBC]



Meski kebijakan The Fed sama dengan tahun 2008, tetapi situasi kali ini berbeda, dan agak berat bagi emas untuk terus menguat. 

Pada Senin (9/3/2020) 2 pekan lalu, harga emas sempat melesat hingga menyentuh US$ 1.702,56/troy ons yang merupakan level tertinggi sejak Desember 2012. Namun selepas itu, emas justru terus merosot. Di penutupan perdagangan Jumat (20/3/2020) emas berada di level US$ 1.497,64/troy ons, atau ambles lebih dari 12% dari level tertinggi tersebut.

Pada periode yang sama, indeks S&P 500 merosot lebih dari 20%. Bursa saham Asia juga mengalami hal yang sama, bursa Eropa bahkan lebih parah lagi. Aksi jual di bursa saham tersebut terjadi akibat pandemi virus corona (COVID-19) yang diprediksi menekan pertumbuhan ekonomi global cukup dalam, bahkan berisiko mengalami resesi.

Emas merupakan aset yang menyandang status safe haven, di saat pasar saham sedang mengalami aksi jual, harga emas akan menjadi buruan pelaku pasar, dan harganya akan menguat. Namun belakangan, harga emas malah ambrol mengikuti kejatuhan bursa saham global.

Pelaku pasar kini tidak terlalu tertarik lagi dengan emas akibat pandemi COVID-19 yang belum diketahui sampai kapan berlangsung, serta kejatuhan bursa saham global. 


Semakin lama pandemi COVID-19 berlangsung, aktivitas ekonomi akan semakin menurun seiring semakin banyaknya negara yang mengkarantina (lockdown) warganya COVID-19 tidak terus menyebar. Pertumbuhan ekonomi global semakin berisiko terpangkas lebih dalam.

Tanpa aktivitas ekonomi, masyarakat tentu memerlukan uang tunai untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga uang tunai menjadi lebih menarik dibandingkan emas atau saham. Dua instrumen investasi yang berstatus berlawanan itu (emas = safe haven, saham = aset berisiko) akhirnya sama-sama mengalami aksi jual dan bergerak searah, sama-sama merosot.

"Pasar sangat bimbang dan ada banyak pendapat yang berbeda. Investor saat ini membuang segalanya, dan mereka hanya ingin uang tunai," kata Margaret Yang Yan, analis CMC Market, sebagaimana dilansir CNBC International.

Yan juga mengatakan saat ini pasar berada dalam situasi yang tidak biasa, dan teori suku bunga rendah dan QE dapat menguatkan harga emas sedang tidak berlaku. Senada dengan Yan, analis senior di OANDA Jeffrey Halley juga menyatakan saat ini emas tidak terpengaruh dengan suku bunga rendah dan QE.

"Sayangnya, saat ini bukan waktu yang normal dan aturan biasa (emas menguat saat suku bunga rendah dan QE) terlihat tidak bisa diterapkan. Jika bursa saham merosot, maka likuidasi posisi long (beli) emas tidak akan terhindarkan" ujarnya sebagaimana dikutip CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular