Tak Hanya Bank, Industri Multifinance Juga Dapat Stimulus OJK

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
20 March 2020 18:10
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non-bank.
Foto: Ketua OJK Wimboh Santoso (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non-bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan atau perusahaan multifinance.

"Ini kami perluas bukan hanya kredit perbankan tetapi juga ke lembaga pembiayaan atau leasing company. Tujuannya agar sektor usaha masih tetap berjalan dari dampak penyebaran COVID-19 ini," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam siaran pers, dikutip CNBC Indonesia, Jumat (20/3/2020).

Secara rinci, Wimboh menjelaskan rencana relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan antara lain pertama, penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan.

Kedua, metode executing antara perusahaan pembiayaan yang mendapat kredit dari perbankan, akan dilakukan dengan mekanisme restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020.


Sebagai informasi, pola channeling adalah pemberian kredit dari bank pada penerima kredit (end user) lewat lembaga perantara (agency, dalam hal ini multifinance) menggunakan ketentuan bank, sementara joint financing adalah pembiayaan bersama antara bank dengan multifinance (agency) kepada penerima kredit (end user) lewat multifinance dengan porsi risiko yang disepakati antara bank dan multifinance.

Adapun executing adalah pemberian kredit dari bank kepada lembaga perantara (multifinance) yang bertanggung jawab menyalurkan pembiayaan ke end user, dan bertanggungjawab menagih kembali sesuai ketentuan multifinance.

Wimboh menegaskan, OJK terus membantu pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil (UKM) agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.


"OJK mendukung upaya  pemerintah dalam memperlakukan sektor riil ini bisa diberikan ruang gerak yang lebih leluasa. Kita berikan ruang gerak kepada pengusaha ini agar bisa bertahan jangan sampai ambruk dan menimbulkan lay off, sehingga pada akhirnya bermasalah lebih berat lagi," kata Wimboh.

Dia menambahkan, bahwa ketentuan stimulus di bidang perbankan sudah diterbitkan aturannya lewat POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021.

POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Menurut Wimboh, pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).

Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari:

- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan

- Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit.


"Relaksasi ini juga berlaku bagi UMKM dan KUR. Sementara, untuk kredit yang direstrukturisasi bisa langsung dikategorikan menjadi lancar," tegas Wimboh.

Adapun terkait dengan pasar modal, Wimboh menjelaskan bahwa bursa saham Indonesia masih dalam keadaan tertekan akibat sentimen negatif penyebaran virus corona, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir mengingat fundamental ekonomi Indonesia masih bagus. 

Berbagai instrumen kebijakan pasar modal telah diterapkan OJK melalui Bursa Efek Indonesia seperti pelarangan short selling (jual kosong saham) dan pemberlakukan auto rejection (penolakan sistem jika saham menyentuh batas atas dan bawah) serta halt trading (penghentian sementara 30 menit).

Selain itu, OJK juga telah melonggarkan batas waktu penyampaian laporan dan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi pelaku industri pasar modal dan memberikan kemudahan melakukan buyback (pembelian kembali) saham tanpa melakukan RUPS terlebih dahulu.

Untuk likuditas perbankan, Wimboh meyakini kondisinya masih normal dan tidak perlu dikhawatirkan. 


[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article OJK Beri Waktu 1 Tahun ke Multifinance Lepas Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular