Pasar Saham Bak Roller Coaster, Terus Investor Harus Gimana?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 March 2020 15:32
Volatilitas Tinggi, Aset Safe Haven tak Lagi Safe?
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Pasar sudah berubah menjadi arena roller coaster. Volatilitasnya sangat tinggi. Hari ini diangkat signifikan, besok langsung jatuh tersungkur. CBOE Equity Volatility Index yang mengukur tingkat ketakutan di pasar sempat mencapai level tertingginya dan melampui rekor tertinggi sebelumnya pada 2008.



Artinya pasar terutama pasar saham sedang diliputi dengan ketakutan yang luar biasa. Di saat-saat seperti ini, Aset-aset minim risiko seperti logam mulia emas dan surat utang pemerintah AS yang tadinya diburu justru ikut dilego.

Sebelum disahkan sebagai pandemi, emas masih bertengger di level tertingginya pada 9 Maret 2020 lalu. Kala itu harga emas berada di US$ 1.679/troy ons. Nyaris menyentuh level psikologis US$ 1.700/troy ons.

Namun setelah COVID-19 resmi jadi pandemi, harga emas langsung terjun bebas dan anjlok hingga 10%. Anjloknya harga emas di saat-saat genting seperti ini membuat orang jadi bertanya-tanya apakah emas bukan lagi aset safe haven.

Emas yang sudah cuan harus rela dilikuidasi untuk menutup margin calls dan kerugian pada investasi lain seperti saham. Peran emas kini sedikit berubah menjadi sumber likuiditas ketimbang aset safe haven.

Perilaku aset safe haven lain juga menunjukkan pola yang sama. Sebelum COVID-19 disahkan jadi pandemi, surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun masih diburu. Hal ini terlihat dari adanya penurunan imbal hasil (yield).

Pada instrumen investasi yang berbasis utang, harga dan yield berbanding terbalik. Ketika harga naik, yield turun. Begitu juga sebaliknya. Yield obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun sempat menyentuh level terendahnya sepanjang sejarah hingga menyentuh angka 0,5%.

Namun pandemi COVID-19 membuyarkan itu semua. Investor lari tunggang langgang dan melego surat utang pemerintah AS itu. Hal ini tercermin dari kenaikan yield yang mengindikasikan adanya penurunan harga. Penurunan harga sendiri menjadi indikator terjadinya tekanan jual.



Semua orang takut wabah ini akan membawa skenario terburuk bagi perekonomian global. Hantu resesi yang dikira sudah pamit undur diri sejak interim trade deal antara Washington-Beijing pertengahan Januari lalu, kini menampakkan diri lagi. Bahkan menjadi sosok yang lebih terlihat jelas. (twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular