Rupiah Lewati Rp 15.200/US$, Memori 1998 Kembali Muncul
18 March 2020 14:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali ambles melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (17/3/2020) hingga menembus ke atas Rp 15.000/US$. Pandemi virus corona (COVID-19) benar-benar membuat rupiah terpukul.
Pada Januari lalu, rupiah merupakan mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah berhasil menguat lebih dari 2% melawan dolar AS. Aliran modal yang deras masuk ke Indonesia membuat rupiah perkasa, sebabnya prospek pertumbuhan ekonomi global yang membaik di tahun ini.
Para pelaku pasar memburu aset-aset dengan imbal hasil tinggi, dan rupiah salah satunya. Selain itu, stabilitas dalam negeri yang terus membaik membuat investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia.
Tetapi situasi berubah 180 derajat, nilai tukar rupiah terus merosot melawan dolar AS. Pada perdagangan hari ini Rabu (18/3/2020) pagi, rupiah melemah 0,36% ke Rp 15.215/US$. Jika dilihat sejak awal tahun, rupiah kini sudah melemah 9,62%.
Tidak hanya itu, posisi rupiah saat ini nyaris menjadi yang terburuk sejak krisis moneter yang menghantam Indonesia tahun 1998. Posisi rupiah saat ini berada di level terlemah sejak Oktober 2018, saat itu rupiah menyentuh level Rp 15.265/US$. Jika level tersebut pada akhirnya dilewati, maka rupiah akan mencatat rekor terlemah sejak krisis moneter.
Pada tahun 2018, rupiah mengalami tekanan hebat akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) melakukan normalisasi kebijakan dengan menaikkan suku bunga secara agresif. Sepanjang tahun itu, The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali, sehingga aliran modal keluar dari Indonesia dan menuju Negeri Sam, rupiah pun tertekan.
Namun, pelemahan rupiah kala itu terjadi secara perlahan, rupiah mulai melemah sejak pertengahan Februari hingga puncaknya pada bulan Oktober. Kala itu, jika dilihat secara year-to-date (YTD) hingga Oktober ketika mencapai level 15.265/US$, rupiah melemah 12,53%.
Sementara pada tahun ini, pelemahan rupiah terjadi begitu cepat, melemah nyaris 10% YTD dalam tempo kurang dari tiga bulan bahkan kurang dari 2 bulan jika melihat rupiah masih menguat di Januari.
Akibatnya, level terlemah 2018 itu berpeluang dijebol dan rupiah menuju level terlemah sejak krisis 1998. Untuk diketahui, level terlemah rupiah sepanjang sejarah adalah Rp 16.800/US$ yang disentuh pada 17 Juni 1998, berdasarkan data Refinitiv. Kala itu, rupiah ambrol lebih dari 500% jika dilihat dari pertengahan 1997 ketika masih di Rp 2.500/US$.
Jebloknya kinerja rupiah belakangan ini terjadi akibat capital outflow setelah munculnya pandemi virus corona (COVID-19). Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih (net sell) Rp 8,56 triliun secara YTD. Sedangkan di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan asing berkurang Rp 57,88 triliun dalam periode yang sama.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan. Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar.
Ketika hot money masuk deras ke RI seperti bulan Januari lalu, rupiah akan perkasa. Sebaliknya jika terjadi outflow rupiah pun KO.
Pada Januari lalu, rupiah merupakan mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah berhasil menguat lebih dari 2% melawan dolar AS. Aliran modal yang deras masuk ke Indonesia membuat rupiah perkasa, sebabnya prospek pertumbuhan ekonomi global yang membaik di tahun ini.
Para pelaku pasar memburu aset-aset dengan imbal hasil tinggi, dan rupiah salah satunya. Selain itu, stabilitas dalam negeri yang terus membaik membuat investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia.
Tetapi situasi berubah 180 derajat, nilai tukar rupiah terus merosot melawan dolar AS. Pada perdagangan hari ini Rabu (18/3/2020) pagi, rupiah melemah 0,36% ke Rp 15.215/US$. Jika dilihat sejak awal tahun, rupiah kini sudah melemah 9,62%.
Tidak hanya itu, posisi rupiah saat ini nyaris menjadi yang terburuk sejak krisis moneter yang menghantam Indonesia tahun 1998. Posisi rupiah saat ini berada di level terlemah sejak Oktober 2018, saat itu rupiah menyentuh level Rp 15.265/US$. Jika level tersebut pada akhirnya dilewati, maka rupiah akan mencatat rekor terlemah sejak krisis moneter.
Pada tahun 2018, rupiah mengalami tekanan hebat akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) melakukan normalisasi kebijakan dengan menaikkan suku bunga secara agresif. Sepanjang tahun itu, The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali, sehingga aliran modal keluar dari Indonesia dan menuju Negeri Sam, rupiah pun tertekan.
Namun, pelemahan rupiah kala itu terjadi secara perlahan, rupiah mulai melemah sejak pertengahan Februari hingga puncaknya pada bulan Oktober. Kala itu, jika dilihat secara year-to-date (YTD) hingga Oktober ketika mencapai level 15.265/US$, rupiah melemah 12,53%.
Sementara pada tahun ini, pelemahan rupiah terjadi begitu cepat, melemah nyaris 10% YTD dalam tempo kurang dari tiga bulan bahkan kurang dari 2 bulan jika melihat rupiah masih menguat di Januari.
Akibatnya, level terlemah 2018 itu berpeluang dijebol dan rupiah menuju level terlemah sejak krisis 1998. Untuk diketahui, level terlemah rupiah sepanjang sejarah adalah Rp 16.800/US$ yang disentuh pada 17 Juni 1998, berdasarkan data Refinitiv. Kala itu, rupiah ambrol lebih dari 500% jika dilihat dari pertengahan 1997 ketika masih di Rp 2.500/US$.
Jebloknya kinerja rupiah belakangan ini terjadi akibat capital outflow setelah munculnya pandemi virus corona (COVID-19). Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih (net sell) Rp 8,56 triliun secara YTD. Sedangkan di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan asing berkurang Rp 57,88 triliun dalam periode yang sama.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan. Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar.
Ketika hot money masuk deras ke RI seperti bulan Januari lalu, rupiah akan perkasa. Sebaliknya jika terjadi outflow rupiah pun KO.
Pusat Risiko Corona Bergeser ke Eropa
BACA HALAMAN BERIKUTNYA