
Lockdown Enggak, Lockdown Enggak... Simak Dulu Plus-Minusnya
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 March 2020 12:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran wabah virus corona (Covid-19), khususnya di Indonesia terus meningkat. Tercatat ratusan orang dari berbagai wilayah Indonesia sudah teridentifikasi positif corona.
Setidaknya sampai saat ini, sudah ada 172 orang pasien positif Covid-19, di mana 7 di antaranya meninggal dunia. Meski demikian, bukan tidak mungkin jumlahnya kian membesar karena masih banyak yang belum teridentifikasi di lapangan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera menerapkan lockdown daerah yang terpapar virus corona. Seperti apa pandangan para ekonom melihat lockdown jika diberlakukan?
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, mengungkapkan saat ini apa yang diterapkan pemerintah atau semi lockdown sudah tepat.
"Saya lebih prefer untuk melakukan semi lockdown, seperti sekarang. Karena itu kan sudah dilakukan, anak-anak tidak sekolah. Kalau total lockdown tuh nggak boleh keluar loh dari rumah dan itu diawasi militer biasanya," papar David.
"Seperti di Italia dan di Jerman yang udah di-denda, di beberapa kota. Di China kan lebih drastis lagi, nggak boleh ada pergerakan, manusia itu semuanya diawasi militer," tegas David.

Menurutnya, dampak terhadap ekonomi cukup besar jika melihat lockdown yang diterapkan negara-negara luar tersebut. David menegaskan, persiapan sangatlah penting jika memang harus ke arah sana.
"Tapi kalau seperti itu kan, dampak ke ekonominya besar sekali. Kita harusnya ada persiapan dulu kalau ke arah sana. Sejauh ini, terutama soal logistik pangan, kesehatan terus juga yang terdampak masalah-masalah masyarakat yang sektor informal itu."
"Kalau dia tidak bekerja hari itu dia nggak dapat uang, itu dampak sosial itu juga harus diantisipasi. Jadi tak bisa main-main. Jadi kalau mau melakukan itu harus ada perencanaan yang matang, tapi berisiko juga," tegas David.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Edhie Purnawan, seperti dilansir detikcom mengungkapkan beberapa hal perlu diperhatikan jika Indonesia memutuskan lockdown sebuah wilayah atau parsial.
"Pastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Jadi misalnya, lockdown adalah dua minggu, maka pastikan kebutuhan dasar masyarakat selama dua minggu itu tersedia dan cukup dari hari ke hari tanpa ada kelangkaan di pasar, toko tradisional, toko modern, dan supermarket. Pemerintah harus segera bekerja sama dengan pengusaha secara maksimal," kata Edhi.
Edhie mencontohkan di Filipina, ketika Presiden Duterte bekerja sama dengan dua konglomerat besar negara tersebut, San Miguel Corporation dan Ayala Corporation untuk menyediakan makanan.
Kemudian jika melihat UU Nomor 6/2018 mengenai Karantina, persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pemerintah menetapkan status darurat kesehatan nasional dan memberlakukan karantina/isolasi, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, hingga karantina wilayah.
"Pasal 53, 54, dan 55 UU tersebut mengamanatkan jika dilakukan karantina wilayah (lockdown), maka persyaratannya harus terjadi penyebaran penyakit di antara masyarakat sehingga harus dilakukan penutupan wilayah untuk menangani wabah tersebut. Syarat ini sudah terpenuhi," ulasnya.
Lockdown sendiri memang berimplikasi pada terhentinya kegiatan ekonomi. Dampaknya, negara harus bersiap dari sisi ekonomi, seperti memenuhi kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan pokok di wilayah yang di-lockdown.
"Jangan asal lockdown tanpa persiapan yang cukup. Lockdown di Wuhan ketika itu, semua transportasi publik, bus, kereta, penerbangan, hingga perjalanan kapal berhenti. Sekitar 50 juta penduduk Wuhan terkunci di Wuhan tak bisa ke mana-mana," katanya.
"Contoh lain di Italia yang di-lockdown secara masif pada 9 Maret 2020, Italia me-lockdown sampai ke seluruh penjuru negara, setelah sebelumnya me-lockdown hanya di Italia bagian utara. Inilah dampak nyata dari lockdown. Polisi dan tentara berjaga-jaga di pintu keluar masuk wilayah, transportasi terhenti. Kegiatan ekonomi vakum, kecuali yang bisa dilakukan secara virtual dari rumah dan belanja kebutuhan pokok di toko terdekat saja," sambungnya.
Edhi menambahkan, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus diperhatikan jika pemerintah Indonesia akan mengambil keputusan lockdown. Yaitu sektor-sektor yang mengandalkan teknologi tradisional akan terkena dampak paling buruk.
"Jika alat transportasi publik berhenti, berarti sebagian pasar juga akan berhenti, supply makanan lalu diambil alih oleh pemerintah beserta swasta besar yang ditunjuk untuk menggantikan. Kalau Indonesia sudah siap dengan hal ini, maka boleh saja lockdown dilakukan. Kalau belum, maka tunggu dulu," sebutnya.
Meski demikian, kesehatan menurutnya memang prioritas nomor satu. Kalau dilakukan lockdown, maka koordinasi dan kerja sama antara pemerintah dengan kalangan bisnis dan tentu saja dengan masyarakat secara masif harus 24 jam sehari 7 hari seminggu yang sangat wajib dilakukan untuk memastikan dampak lockdown yang minimal kepada masyarakat. Terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok yang tersedia secara pasti.
(dru) Next Article Duh! Baru Hidup Normal, Covid Mengancam Lagi
Setidaknya sampai saat ini, sudah ada 172 orang pasien positif Covid-19, di mana 7 di antaranya meninggal dunia. Meski demikian, bukan tidak mungkin jumlahnya kian membesar karena masih banyak yang belum teridentifikasi di lapangan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera menerapkan lockdown daerah yang terpapar virus corona. Seperti apa pandangan para ekonom melihat lockdown jika diberlakukan?
"Seperti di Italia dan di Jerman yang udah di-denda, di beberapa kota. Di China kan lebih drastis lagi, nggak boleh ada pergerakan, manusia itu semuanya diawasi militer," tegas David.

Menurutnya, dampak terhadap ekonomi cukup besar jika melihat lockdown yang diterapkan negara-negara luar tersebut. David menegaskan, persiapan sangatlah penting jika memang harus ke arah sana.
"Tapi kalau seperti itu kan, dampak ke ekonominya besar sekali. Kita harusnya ada persiapan dulu kalau ke arah sana. Sejauh ini, terutama soal logistik pangan, kesehatan terus juga yang terdampak masalah-masalah masyarakat yang sektor informal itu."
"Kalau dia tidak bekerja hari itu dia nggak dapat uang, itu dampak sosial itu juga harus diantisipasi. Jadi tak bisa main-main. Jadi kalau mau melakukan itu harus ada perencanaan yang matang, tapi berisiko juga," tegas David.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Edhie Purnawan, seperti dilansir detikcom mengungkapkan beberapa hal perlu diperhatikan jika Indonesia memutuskan lockdown sebuah wilayah atau parsial.
![]() |
"Pastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Jadi misalnya, lockdown adalah dua minggu, maka pastikan kebutuhan dasar masyarakat selama dua minggu itu tersedia dan cukup dari hari ke hari tanpa ada kelangkaan di pasar, toko tradisional, toko modern, dan supermarket. Pemerintah harus segera bekerja sama dengan pengusaha secara maksimal," kata Edhi.
Edhie mencontohkan di Filipina, ketika Presiden Duterte bekerja sama dengan dua konglomerat besar negara tersebut, San Miguel Corporation dan Ayala Corporation untuk menyediakan makanan.
Kemudian jika melihat UU Nomor 6/2018 mengenai Karantina, persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pemerintah menetapkan status darurat kesehatan nasional dan memberlakukan karantina/isolasi, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, hingga karantina wilayah.
"Pasal 53, 54, dan 55 UU tersebut mengamanatkan jika dilakukan karantina wilayah (lockdown), maka persyaratannya harus terjadi penyebaran penyakit di antara masyarakat sehingga harus dilakukan penutupan wilayah untuk menangani wabah tersebut. Syarat ini sudah terpenuhi," ulasnya.
Lockdown sendiri memang berimplikasi pada terhentinya kegiatan ekonomi. Dampaknya, negara harus bersiap dari sisi ekonomi, seperti memenuhi kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan pokok di wilayah yang di-lockdown.
"Jangan asal lockdown tanpa persiapan yang cukup. Lockdown di Wuhan ketika itu, semua transportasi publik, bus, kereta, penerbangan, hingga perjalanan kapal berhenti. Sekitar 50 juta penduduk Wuhan terkunci di Wuhan tak bisa ke mana-mana," katanya.
"Contoh lain di Italia yang di-lockdown secara masif pada 9 Maret 2020, Italia me-lockdown sampai ke seluruh penjuru negara, setelah sebelumnya me-lockdown hanya di Italia bagian utara. Inilah dampak nyata dari lockdown. Polisi dan tentara berjaga-jaga di pintu keluar masuk wilayah, transportasi terhenti. Kegiatan ekonomi vakum, kecuali yang bisa dilakukan secara virtual dari rumah dan belanja kebutuhan pokok di toko terdekat saja," sambungnya.
Edhi menambahkan, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus diperhatikan jika pemerintah Indonesia akan mengambil keputusan lockdown. Yaitu sektor-sektor yang mengandalkan teknologi tradisional akan terkena dampak paling buruk.
"Jika alat transportasi publik berhenti, berarti sebagian pasar juga akan berhenti, supply makanan lalu diambil alih oleh pemerintah beserta swasta besar yang ditunjuk untuk menggantikan. Kalau Indonesia sudah siap dengan hal ini, maka boleh saja lockdown dilakukan. Kalau belum, maka tunggu dulu," sebutnya.
Meski demikian, kesehatan menurutnya memang prioritas nomor satu. Kalau dilakukan lockdown, maka koordinasi dan kerja sama antara pemerintah dengan kalangan bisnis dan tentu saja dengan masyarakat secara masif harus 24 jam sehari 7 hari seminggu yang sangat wajib dilakukan untuk memastikan dampak lockdown yang minimal kepada masyarakat. Terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok yang tersedia secara pasti.
(dru) Next Article Duh! Baru Hidup Normal, Covid Mengancam Lagi
Most Popular