
Jumat Kelabu, Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 10.500/SG$
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 March 2020 11:16

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar dolar Singapura menguat tajam melawan rupiah pada perdagangan Jumat (13/3/2020) akibat berlanjutnya aksi jual di pasar keuangan Indonesia.
Kurs dolar Singapura menguat 2,19% ke Rp 10.501,31/SG$ pagi ini, level tersebut merupakan yang terkuat sejak 23 Mei 2019. Posisi tersebut sedikit terpangkas, pada pukul 10:40 WIB, kurs dolar Singapura berada di level Rp 10.478,28/SG$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Aksi jual di pasar keuangan dalam negeri terlihat dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di awal perdagangan.
IHSG yang dibuka pada pukul 9:00 WIB lalu langsung jeblok 5% dalam waktu 15 menit dan sekali lagi mengalami trading halt (pemberhentian perdagangan selama 30 menit). Kamis kemarin, perdagangan IHSG dihentikan lebih awal setelah anjlok 5,01% pada pukul 15:33 WIB.
Sesuai dengan kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perdagangan bursa saham akan dihentikan selama 30 menit (trading halt) jika IHSG anjlok 5% atau lebih, sebagai langkah antisipasi dalam mengurangi fluktuasi tajam di pasar modal.
Selain dari pasar saham, aksi jual juga terjadi di pasar obligasi Indonesia. Yield obligasi tenor 10 tahun kemarin naik 26,9 basis poin (bps) menjadi 7,248%. Yield tersebut menjadi yang tertinggi sejak 19 Desember 2019.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Saat harga sedang turun, itu artinya sedang terjadi aksi jual di pasar obligasi.
Wabah virus corona atau COVID-19 yang sudah dinyatakan menjadi pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menjadi pemicu aksi jual tidak hanya di pasar finansial dalam negeri, tetapi juga secara global.
Dalam kondisi seperti itu, Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap berisiko oleh pelaku pasar, sehingga terjadi outflow yang besar dan berdampak pada pelemahan rupiah.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini, pandemi COVID-19 sudah terjadi di lebih dari 100 negara, dengan korban terjangkit lebih dari 128.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 4.720 orang.
Lonjakan kasus pandemi COVID-19 terjadi di Italia, yang sudah mengisolasi negaranya, kemudian di Iran, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat (AS).
Singapura dan Indonesia juga tidak lepas dari pandemi ini. Di awal penyebarannya pada pertengahan Januari lalu, Singapura menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China.
Tetapi Negeri Merlion berhasil menekan penyebaran virus tersebut, sampai saat ini jumlah kasus tercatat sebanyak 178, dengan 96 orang dinyatakan sembuh. Jumlah kasus tersebut masih sama dengan Kamis kemarin, artinya belum ada laporan kasus baru.
Sementara Indonesia melaporkan kasus corona pertama sejak pekan lalu, dan hingga saat ini ada 34 kasus, dengan 1 orang meninggal dunia dan 3 orang dinyatakan sembuh.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Kurs dolar Singapura menguat 2,19% ke Rp 10.501,31/SG$ pagi ini, level tersebut merupakan yang terkuat sejak 23 Mei 2019. Posisi tersebut sedikit terpangkas, pada pukul 10:40 WIB, kurs dolar Singapura berada di level Rp 10.478,28/SG$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
IHSG yang dibuka pada pukul 9:00 WIB lalu langsung jeblok 5% dalam waktu 15 menit dan sekali lagi mengalami trading halt (pemberhentian perdagangan selama 30 menit). Kamis kemarin, perdagangan IHSG dihentikan lebih awal setelah anjlok 5,01% pada pukul 15:33 WIB.
Sesuai dengan kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perdagangan bursa saham akan dihentikan selama 30 menit (trading halt) jika IHSG anjlok 5% atau lebih, sebagai langkah antisipasi dalam mengurangi fluktuasi tajam di pasar modal.
Selain dari pasar saham, aksi jual juga terjadi di pasar obligasi Indonesia. Yield obligasi tenor 10 tahun kemarin naik 26,9 basis poin (bps) menjadi 7,248%. Yield tersebut menjadi yang tertinggi sejak 19 Desember 2019.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Saat harga sedang turun, itu artinya sedang terjadi aksi jual di pasar obligasi.
Wabah virus corona atau COVID-19 yang sudah dinyatakan menjadi pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menjadi pemicu aksi jual tidak hanya di pasar finansial dalam negeri, tetapi juga secara global.
Dalam kondisi seperti itu, Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap berisiko oleh pelaku pasar, sehingga terjadi outflow yang besar dan berdampak pada pelemahan rupiah.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini, pandemi COVID-19 sudah terjadi di lebih dari 100 negara, dengan korban terjangkit lebih dari 128.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 4.720 orang.
Lonjakan kasus pandemi COVID-19 terjadi di Italia, yang sudah mengisolasi negaranya, kemudian di Iran, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat (AS).
Singapura dan Indonesia juga tidak lepas dari pandemi ini. Di awal penyebarannya pada pertengahan Januari lalu, Singapura menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China.
Tetapi Negeri Merlion berhasil menekan penyebaran virus tersebut, sampai saat ini jumlah kasus tercatat sebanyak 178, dengan 96 orang dinyatakan sembuh. Jumlah kasus tersebut masih sama dengan Kamis kemarin, artinya belum ada laporan kasus baru.
Sementara Indonesia melaporkan kasus corona pertama sejak pekan lalu, dan hingga saat ini ada 34 kasus, dengan 1 orang meninggal dunia dan 3 orang dinyatakan sembuh.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular