Jiwasraya Beli Saham Melawan Hukum, Jangan-jangan Cornering?

Sandi Ferry, CNBC Indonesia
12 March 2020 06:58
Jiwasraya Beli Saham Melawan Hukum, Jangan-jangan Cornering?
Foto: Heru Hidayat (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Senin awal pekan ini (9/3), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya mengumumkan Potensi Kerugian Negara (PKN) dalam pemeriksaan investigasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hasilnya, jumlah PKN yang dihitung BPK mencapai Rp 16,81 triliun.

Jumlahnya beda tipis dengan proyeksi awal Kejaksaan Agung (Kejagung) Rp 17 triliun. Adapun jumlah PKN tersebut terdiri dari kerugian investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pemeriksaan investigasi Jiwasraya yang menghasilkan PKN ini bukan akhir, mengingat audit investigasi terhadap Jiwasraya masih berjalan.

"Ini bukan akhir tapi ini memulai audit sendiri masih berjalan. Jadi audit investigasi terhadap AJS [Asuransi Jiwasraya] masih berjalan. Baru dua titik Jiwasraya dan terafiliasi," kata Agung dalam konferensi pers bersama Kejagung di Jakarta, Senin lalu (9/3/2020).

Bahkan Agung menegaskan metode yang dilakukan untuk menghitung nilai PKN ini adalah total kerugian di mana seluruh saham-saham yang diduga dibeli Jiwasraya melawan hukum dan berdampak terhadap Jiwasraya.


"Menghitung PKN ini adalah total
lost di mana seluruh saham-saham yang diduga dibeli melawan hukum dianggap berdampak dan nilai PKN Rp 16,81 triliun terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun," kata Agung.

Lantas apa yang dimaksud BPK soal pembelian saham oleh Jiwasraya yang dianggap melawan hukum? Apakah terkait dengan praktik upaya mengerek harga saham sebelum dibeli Jiwasraya?

Di tempat terpisah, Rabu malam (11/3/), Kejaksaan Agung pun buka suara soal ini.

"Iya [berdasarkan] alat bukti. Kalau ada alat buktinya terkait, umpamanya dia [para tersangka] kerja sama betul untuk goreng-menggoreng [saham] membobol Jiwasraya, dia [para tersangka] pasti kenalah," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah.

"Sekarang yang bergulir penyidik sudah masuk tahap satu, nah sekarang lagi konsentrasi pada berkas tahap 1, tiga lagi penyelesaiannya yakni tersangka HT, HH, dan JHT, lagi konsentrasi nih. Kalau tiga berkas sudah di JPU [jaksa penuntut umum], pagi tadi [Rabu pagi] sudah ketemu antara saya dengan direktur penuntutan, dengan temen-teman penuntutan, diskusi."


Namun Febrie tidak secara lugas menjelaskan dugaan kesalahan para tersangka. "Sesuai pernyataan JA [Jaksa Agung] terakhir bahwa ini ada pengembangan [kasus], akan ada penetapan nanti tersangka-tersangka," kata Febrie.

"Penetapan tersangka ini sepenuhnya kita serahkan ke penyidik dari alat bukti, bagaimana menyaringnya ini akan dilakukan ekspos secara terbuka, dihadiri para direktur, dihadiri jaksa penyidik, jaksa penuntut umum, kalau dia ada alat bukti memang dia termasuk pasal 55 56 keterkaitan dia ditetapkan sebagai tersangka," jelas Febrie.


[Gambas:Video CNBC]

Pada 14 Februari lalu, Febrie Adriansyah juga membeberkan perkara Jiwasraya yang tengah disidik Kejagung. Febrie menjelaskan bahwa kasus Jiwasraya juga kasus kejahatan konvensional, melainkan melalui transaksi saham yang dilakukan berkali-kali.

"Jadi bukan kejahatan konvensional, bobol uang Jiwasraya dengan cara yang sekali transaksi, tidak. [Tapi] berkali-kali dalam waktu yang cukup lama," jelasnya.

Kejagung sudah menetapkan enam tersangka dari kasus Jiwasraya. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.

Lalu Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Febrie Adriansyah menjelaskan pada intinya adalah investasi saham. "Jadi awalnya Jiwasraya itu membeli saham atau reksa dana. Nah ini ternyata yang dibeli tidak liquid. Kenapa tidak liquid, ini kan memang saham yang kita ketahui fakta di alat bukti ini kan sudah yang digoreng-goreng sehingga mencapai angka yang tinggi," jelas Febrie.

Setelah itu, Jiwasraya membeli portofolio tersebut dengan mengabaikan semua analisis di internal perusahaan.

"Ketika Jiwasraya membeli itu dengan mengabaikan semua analisis di internalnya maka pasti menimbulkan kerugian, kan itu."

"Nah bagaimana yang tadi disampaikan, bagaimana cara menggoreng ya pasti melibatkan banyak orang, banyak perusahaan itu saling beli. [Misal] saya beli ke dia, dia jual ke sini, saya beli lagi. Terus begitu kan. Itu makanya penyidikan ini saya bilang dari awal kental dengan audit, karena ini transaksi sehingga kita gandeng temen-teman BPK di sini untuk bisa menelusuri," tegasnya.

"Jadi bukan kejahatan konvensional, bobol uang Jiwasraya dengan cara yang sekali transaksi, tidak. [Tapi] berkali-kali dalam waktu yang cukup lama," jelas lagi.

Kejagung pun belum menjelaskan apakah para tersangka terjerat cornering atau tidak terkait peran mereka. Cornering adalah tindakan transaksi yang dilakukan satu pihak atau lebih untuk menurunkan harga atau menaikkan harga sampai harga yang diinginkan.

Mengacu UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 92 disebutkan: "Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek."


(tas/tas) Next Article Streaming! Membongkar Akar Busuk di Jiwasraya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular