Rupiah Akhirnya Menguat, Terbaik Kedua di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 March 2020 17:14
Rupiah Akhirnya Menguat, Terbaik Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pada perdagangan Selasa (10/3/2020). Tetapi di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah masih loyo.

Di pasar spot, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.385/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah, melemah 0,17% di Rp 14.410/US$ mendekati level terlemah 9 bulan Rp 14.415/US$ yang disentuh pada 2 Maret lalu.

Setelahnya, rupiah berhasil berbalik menguat hingga 0,76% di Rp 14.275/US$, tetapi sayangnya gagal dipertahankan. Rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.340/US$ atau menguat 0,31%.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada hari ini. Rupiah di siang hari sempat menjadi yang terbaik di Asia, sebelum disalip won Korea Selatan. Hingga pukul 16:45 WIB, won tercatat menguat 0,76%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.



Mulai meredanya aksi jual di bursa saham global memberikan sentimen positif ke pasar dalam negeri. Bursa saham Asia menghijau pada perdagangan hari ini. Indeks Nikkei Jepang menguat 0,85%, Shanghai Composite China dan Hang Seng Hong Kong melesat masing-masing 1,82% dan 1,41%, sementara Kospi Korea Selatan naik 0,42%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia juga menguat 1,64%.

Menghijaunya bursa saham mengindikasikan sentimen pelaku pasar mulai membaik atau tidak seburuk Senin kemarin. Dampaknya rupiah merasakan zona hijau untuk pertama kalinya setelah merosot tiga hari terakhir. Bahkan dalam dua hari perdagangan sebelumnya, rupiah selalu menjadi mata uang dengan kinerja terburuk.

Di bulan Januari lalu, rupiah sempat menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah menguat lebih dari 2% melawan dolar AS. Saat itu sentimen pelaku pasar masih bagus, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diprediksi lebih bagus dibandingkan tahun lalu, sehingga pelaku pasar mengalirkan investasinya ke aset-aset dengan imbal hasil tinggi, dan rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan.



Tetapi hal tersebut berubah drastis setelah munculnya wabah virus corona di kota Wuhan China yang akhirnya meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia.

Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, hingga saat ini virus corona sudah menjangkiti lebih dari 100 negara, dengan jumlah kasus lebih dari 114.000 orang. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 4.026 orang meninggal dunia. Di Indonesia sendiri dilaporkan ada sebanyak 19 kasus virus corona.

Wabah yang disebut Covid-19 tersebut diprediksi akan memangkas pertumbuhan ekonomi global, tentunya berbanding terbalik dengan di awal Januari lalu dimana pelaku pasar melihat pertumbuhan ekonomi akan menbaik. Dampaknya, rupiah terus tertekan hingga menyentuh level terlemah 9 bulan di awal Maret lalu.


[Gambas:Video CNBC]



Gejolak yang terjadi di pasar finansial belakangan ini membuat negara-negara maju mulai mempertimbangkan gelontoran stimulus yang membuat bursa saham menghijau lagi. Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso, mengatakan pemerintah Jepang akan menyiapkan paket stimulus kedua untuk meredam dampak virus corona.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu dengan anggota Kongres dari partai Republik hari ini guna membahas kemungkinan pelonggaran pajak untuk memacu perekonomian AS yang terancam melambat akibat virus corona.

Sementara itu dari Eropa, Menteri Keuangan Inggris menyampaikan APBN pada hari Rabu, dan dikabarkan ada banyak pembahasan bersama bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengenai stimulus.



Kemudian di hari Kamis ada European Central Bank (ECB) yang akan mengumumkan kebijakan moneter, dan berpeluang menggelontorkan stimulus tambahan mengingat wabah virus corona menunjukkan peningkatan di Jerman, Perancis, dan Italia, tiga negara dengan ekonomi terbesar di zona euro. Italia bahkan sudah mengisolasi wilayahnya untuk meredam penyebaran virus corona.

Pada pekan depan, giliran bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan suku bunga.

Pada Selasa (3/3/2020) malam (Selasa pagi waktu AS), The Fed mengejutkan pasar dengan tiba-tiba mengumumkan memangkas suku bunga acuannya atau Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1%-1,25%. Pemangkasan mendadak sebesar itu menjadi yang pertama sejak Desember 2008 atau saat krisis finansial. Kala itu The Fed memangkas suku bunga sebesar 75 bps.

Bank sentral paling powerful di dunia ini seharusnya mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17-18 Maret waktu AS, tetapi penyebaran wabah corona virus menjadi alasan The Fed memangkas suku bunga lebih awal dari jadwal RDG.

Pemangkasan tersebut sudah diprediksi oleh pelaku pasar, hanya saja terjadi lebih cepat dari jadwal RDG pekan depan.



Pelaku pasar memprediksi The Fed masih akan memangkas suku bunga lagi bahkan lebih agresif saat mengumumkan suku bunga 18 Maret (19 Maret waktu Indonesia) nanti. Kamis kemarin, pelaku pasar memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps 18 Maret nanti, tapi kini prediksi tersebut bertambah menjadi 50 bps.

Berdasarkan data dari piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat adanya probabilitas sebesar 77,5% The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 75 bps menjadi 0,5-0,75%. Selain itu pelaku pasar melihat 22,5% suku bunga akan dipangkas 100 bps menjadi 0-0,25%, dan tidak ada probabilitas suku bunga dipangkas 50 adan 25 bps atau dipertahankan.

Berbagai stimulus tersebut tentunya mampu membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi. Jika hal tersebut terjadi, rupiah perlahan akan bangkit kembali.



TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular