bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah yang sudah melemah begitu dalam punya ruang untuk mencatat
.
Pada Selasa (10/3/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.385 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan sehari sebelumnya alias stagnan.
Namun rupiah kemudian mampu menguat meski tipis saja. Pada pukul 08:16 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.380 di mana rupiah menguat 0,03%.
Akhir-akhir ini nasib rupiah memang penuh derita. Kemarin, rupiah melemah 1,16% terhadap
greenback dan menjadi salah satu mata uang terlemah di Asia.
Dalam sebulan terakhir, depresiasi mata uang Tanah Air mencapai 5,08%. Sementara secara
year-to-date, pelemahan rupiah adalah 3,64%.
Oleh karena itu, akan datang saatnya di mana investor memandang rupiah sudah 'murah' dan menarik. Rupiah akan diborong sehingga nilai tukarnya menguat.
Akan tetapi, rupiah masih harus waspada karena sejatinya sentimen yang menyelimuti pasar keuangan dunia masih negatif. Pertama tentu penyebaran virus corona yang semakin menghawatirkan.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:13 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia sudah mencapai 113.583. Korban jiwa sudah mendekati 4.000 orang, tepatnya 3.996 orang.
Di luar China, penyebaran virus corona kian membikin cemas. Misalnya di Italia, kini jumlah kasus corona di Negeri Menara Pisa adalah 9.172 dengan korban meninggal 463 orang. Kasus dan jumlah korban jiwa di Italia adalah yang terbesar di luar China.
Pemerintah Italia sudah menutup akses dari dan ke wilayah Lombandy di Provinsi Milan. 'Penguncian' juga dilakukan di 14 provinsi lainnya.
Pemerintah mengimbau warga untuk tetap di rumah kalau tidak bekerja atau ada urusan yang mendesak. Warga juga diminta menjaga jarak sosial, bahkan kursi di restoran tidak boleh lagi berdekatan, minimal ada jarak satu meter.
'Korban' dari larangan interaksi sosial ini adalah
calcio alias sepakbola. Maklum, pertandingan sepakbola di stadion adalah tempat berkumpulnya ribuan manusia. Risiko penularan jadi semakin besar.
Akhir pekan lalu, Liga Italia Serie A masih dipertandingkan meski tanpa penonton. Namun kini pemerintah bertindak tegas. Kompetisi Serie A dihentikan sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Vincenzo Spadafora, Menteri Olah Raga Italia, mengecam Serie A yang masih berlangsung sampai pekan lalu. Seharusnya liga sudah dihentikan untuk mencegah penularan virus lebih lanjut.
"Dunia sepakbola merasa imun terhadap aturan dan pengorbanan. Pertandingan yang berlangsung tersebut adalah bentuk rasa tidak bertanggung jawab dari Serie A dan presidennya Paolo dal Pino. Kami meminta warga untuk tetap di rumah," tegas Spadafora, seperti diberitakan BBC.
Pembatasan aktivitas publik untuk meredam risiko penularan memang langkah yang benar, karena nyawa adalah prioritas utama. Namun kebijakan seperti ini, apalagi kalau diterapkan di banyak negara, akan memperlambat atau bahkan menghentikan roda perekonomian.
Oleh karena itu, perlambatan ekonomi dunia gara-gara corona sudah tidak bisa dihindari lagi. Bahkan sejumlah pihak mulai bicara soal risiko resesi.
"Dalam pandangan kami, situasi yang terburuk masih akan datang beberapa bulan lagi. Sudah terlihat ada risiko resesi di AS dan Eropa pada paruh pertama tahun ini, tetapi bisa pulih pada paruh kedua. Namun Jepang sepertinya sangat mungkin untuk mengalami resesi," kata Joachim Fels, Global Economic Advisor di PIMCO, seperti diberitakan Reuters.
Sementara sentimen negatif kedua adalah anjloknya harga minyak. Kemarin, harga minyak sempat jatuh sampai 30% dan menyentuh titik terlemah sejak 2016.
Pagi ini harga si emas hitam sudah kembali menguat. Pada pukul 07:49 WIB, harga minyak jenis
brent dan
light sweet naik masing-masing 7,54% dan 7,48%.
Volatilitas harga minyak terjadi seiring meletusnya perang harga antara Arab Saudi dan Rusia. Ini bermula dari pertemuan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) pekan lalu.
Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin
de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.
Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi)
ngambek, sehingga
ogah memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.
Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menaikkan produksi minyak plus memberi harga diskon. Sepertinya Riyadh sedang menantang para rivalnya, siapa yang paling kuat bertahan dengan harga minyak rendah. Terjadilah apa yang disebut perang harga minyak.
Kala Arab Saudi menaikkan produksi dan memangkas harga, banderol minyak pun merosot. Penurunan harga minyak akan menghantam negara-negara yang perekonomiannya bergantung kepada komoditas tersebut. Saat semakin banyak negara yang kesusahan, maka risiko resesi akan meningkat.
Walau pagi ini naik, tetapi fundamental harga minyak masih rapuh. Permintaan diprediksi turun karena perlambatan ekonomi akibat serangan virus corona.
International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2020 sebesar 99,9 juta barel/hari. Turun hampir 1 juta barel/hari dibandingkan 2019. Ini menjadi penurunan tahunan pertama sejak 2009.
Dalam laporannya IEA memperkirakan permintaan minyak dunia turun 2,5 juta barel/hari. Dari angka tersebut, 1,8 juta barel/hari di antaranya adalah permintaan dari China.
Artinya, harga minyak masih sangat mungkin turun lagi. Fluktuasi harga minyak menyebabkan ketidakpastian meningkat sehingga investor akan memilih untuk bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Nasib rupiah pun jadi penuh tanda tanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA