
Rupiah Memang Menguat, Tetapi Rapuh Seperti Hatimu...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 March 2020 08:19

Sementara sentimen negatif kedua adalah anjloknya harga minyak. Kemarin, harga minyak sempat jatuh sampai 30% dan menyentuh titik terlemah sejak 2016.
Pagi ini harga si emas hitam sudah kembali menguat. Pada pukul 07:49 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 7,54% dan 7,48%.
Volatilitas harga minyak terjadi seiring meletusnya perang harga antara Arab Saudi dan Rusia. Ini bermula dari pertemuan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) pekan lalu.
Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.
Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi) ngambek, sehingga ogah memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.
Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menaikkan produksi minyak plus memberi harga diskon. Sepertinya Riyadh sedang menantang para rivalnya, siapa yang paling kuat bertahan dengan harga minyak rendah. Terjadilah apa yang disebut perang harga minyak.
Kala Arab Saudi menaikkan produksi dan memangkas harga, banderol minyak pun merosot. Penurunan harga minyak akan menghantam negara-negara yang perekonomiannya bergantung kepada komoditas tersebut. Saat semakin banyak negara yang kesusahan, maka risiko resesi akan meningkat.
Walau pagi ini naik, tetapi fundamental harga minyak masih rapuh. Permintaan diprediksi turun karena perlambatan ekonomi akibat serangan virus corona.
International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2020 sebesar 99,9 juta barel/hari. Turun hampir 1 juta barel/hari dibandingkan 2019. Ini menjadi penurunan tahunan pertama sejak 2009.
Dalam laporannya IEA memperkirakan permintaan minyak dunia turun 2,5 juta barel/hari. Dari angka tersebut, 1,8 juta barel/hari di antaranya adalah permintaan dari China.
Artinya, harga minyak masih sangat mungkin turun lagi. Fluktuasi harga minyak menyebabkan ketidakpastian meningkat sehingga investor akan memilih untuk bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Nasib rupiah pun jadi penuh tanda tanya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pagi ini harga si emas hitam sudah kembali menguat. Pada pukul 07:49 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 7,54% dan 7,48%.
Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.
Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi) ngambek, sehingga ogah memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.
Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menaikkan produksi minyak plus memberi harga diskon. Sepertinya Riyadh sedang menantang para rivalnya, siapa yang paling kuat bertahan dengan harga minyak rendah. Terjadilah apa yang disebut perang harga minyak.
Kala Arab Saudi menaikkan produksi dan memangkas harga, banderol minyak pun merosot. Penurunan harga minyak akan menghantam negara-negara yang perekonomiannya bergantung kepada komoditas tersebut. Saat semakin banyak negara yang kesusahan, maka risiko resesi akan meningkat.
Walau pagi ini naik, tetapi fundamental harga minyak masih rapuh. Permintaan diprediksi turun karena perlambatan ekonomi akibat serangan virus corona.
International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2020 sebesar 99,9 juta barel/hari. Turun hampir 1 juta barel/hari dibandingkan 2019. Ini menjadi penurunan tahunan pertama sejak 2009.
Dalam laporannya IEA memperkirakan permintaan minyak dunia turun 2,5 juta barel/hari. Dari angka tersebut, 1,8 juta barel/hari di antaranya adalah permintaan dari China.
Artinya, harga minyak masih sangat mungkin turun lagi. Fluktuasi harga minyak menyebabkan ketidakpastian meningkat sehingga investor akan memilih untuk bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Nasib rupiah pun jadi penuh tanda tanya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular