
Pas IHSG Lagi Merah, Investor Disarankan Akumulasi Beli nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merana dan melorot ke bawah level 5.200. Senin kemarin (9/3/2020), indeks acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup melorot hingga 6,58% di level 5.133,81. Secara year to date, atau tahun berjalan IHSG terkoreksi 18,46%.
Koreksi IHSG ini terjadi di tengah aksi jual panik (panic selling) di bursa-bursa utama Asia akibat meluasnya virus corona (COVID-19) dan kejatuhan harga minyak dunia membuat investor di pasar saham domestik ikut-ikutan melakukan aksi jual.
Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, mengatakan virus corona digambarkan begitu berbahaya sehingga semua orang menjadi takut dan khawatir. Hal ini ditandai dengan pemakaian masker dan aksi memborong sembako.
"Ujung dari rumor ini membawa ketakutan sehingga orang memilih mengurangi aktivitas baik pekerjaan maupun bisnis. Akhirnya, jika hal ini dilakukan oleh sebagian besar orang, akan menimbulkan kerugian pada perekonomian secara nasional," kata Hans, dalam ulasannya, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (10/9/2020).
"Orang bilang musuh terbesar kita bukan virus corona, tetapi ketakutan, rumor, dan stigma yang tidak berdasar. Aset kita adalah fakta, alasan atau penjelasan dan solidaritas. Berangkat dari hal tersebut mari membedah bersama apa yang terjadi," jelas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti ini.
Dia menjelaskan, sepekan sebelumnya, pasar keuangan dunia terlebih dulu jatuh tajam akibat kekhawatiran virus corona. Penyebaran virus corona yang begitu cepat di luar China ini diikuti berita negatif di berbagai media menimbulkan kepanikan para pelaku pasar global.
Indeks Dow Jones memimpin penurunan dengan minus 12% di bursa Wall Street AS, yang kemudian diikuti oleh Indeks S&P 500 yang turun 11,5% dan Nasdaq juga terkoreksi 10,5%.
"Kekhawatiran pelaku pasar dunia khususnya Amerika Serikat dikonfirmasi dengan tambahan eksposur pasar obligasi dan dana keluar dari pasar saham. Tercatat imbal hasil US Treasury AS 10 tahun menyentuh rekor terendah baru di posisi 1,14%," katanya.
Namun menurut dia, terkait pasar keuangan, Bank Indonesia sudah melakukan berbagai kebijakan untuk mendorong nadi perekonomian. Dari penurunan suku bunga acuan 7 Days Repo Rate sebanyak 25 bps (basis poin), lalu intervensi di pasar keuangan, penyesuaian giro wajib minimum (GWM).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga bergerak cepat mengantisipasi risiko virus corona. Salah satunya penilaian kualitas aset kredit karena dampak virus corona bisa mengganggu pasokan bahan baku dan alat produksi.
"Akibatnya, sebuah bisnis yang sehat bisa terganggu dalam jangka pendek. Bila bisnis tersebut tidak dibantu pelonggaran aturan akan berakibat kerugian bank dan pengusaha. Selain itu, OJK melakukan relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit agar bisnis yang bermasalah dalam jangka pendek akibat dampak virus korona bisa kembali lancar," jelasnya.
Sebab itu, di tengah kondisi saat ini, melihat fakta yang ada dan bagaimana otoritas dan pemerintah begitu sigap mengantisipasi dampak virus corona harusnya pelaku pasar hendaknya tidak ikut-ikut panik dengan melakukan penjualan aset keuangan.
"Periode koreksi di pasar saham dan pasar surat utang, baik negara maupun swasta, harusnya dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi. Koreksi pasar keuangan baik di saham maupun surat utang diperkirakan berlangsung dalam jangka pendek," kata Hans.
"Investor dengan horizon waktu investasi lebih dari 1 tahun harusnya mengambil kesempatan untuk melakukan pembelian," terang dosen Program Studi Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya ini.
Lebih lanjut Hans, mengatakan bicara dampak ekonomi penyebaran virus corona ini, ada beberapa sektor telah terpapar. Pertama, sektor yang terdampak adalah sektor pariwisata dan penerbangan.
Pemerintah Indonesia telah menghentikan jalur penerbangan ke dan dari China sejak 5 Februari 2020. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 jumlah wisatawan berasal dari China merupakan terbesar kedua atau sekitar 12,9% dari total kunjungan turis asing, yaitu dalam satu tahun ada 2,1 juta kunjungan.
"Penurunan jumlah wisatawan bukan hanya dari China, tetapi juga dari negara lain akibat kekhawatiran para wisatawan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi dampak virus korona ini, salah satunya dengan penurunan harga tiket ke beberapa tempat wisata. Diharapkan kebijakan ini mampu menaikkan wisatawan domestik."
(tas/hps) Next Article Lesu, IHSG Kayaknya Ditutup Merah Lagi Jelang Long Weekend
