
Corona Masih Picu Kepanikan Pasar Pekan Depan
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 March 2020 19:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan akan segera berlalu dalam hitungan jam, lonjakan jumlah kasus baru infeksi virus corona (COVID-19) masih terjadi di luar China. Ada kemungkinan pasar masih akan bergerak dengan volatilitas tinggi pekan depan.
Data teranyar John Hopkins University, menunjukkan jumlah orang yang sudah terinfeksi virus corona secara global mencapai 107.185 individu di lebih dari 100 negara. Jumlah kasus infeksi di China memang sudah dilaporkan menurun, tetapi lonjakan kasus justru terjadi di Korea Selatan, Italia dan Iran.
Per hari ini di Korea Selatan sudah ada 7.313 kasus infeksi COVID-19, di Iran ada 6.566 kasus, sementara di Italia ada 5.883 kasus. Jumlah kasus infeksi COVID-19 di Iran saat ini sudah lebih banyak dari Italia.
Walau lonjakan kasus baru masih terus bertambah, tetapi jumlah pasien yang dinyatakan sembuh secara global juga bertambah. Sampai hari ini jumlah pasien yang dinyatakan sembuh berjumlah 60.558 orang.
Namun ketakutan wabah ini akan jadi pandemi dan menyeret perekonomian global ke dalam turbulensi membuat investor panik. Pasar saham global masih diwarnai dengan volatilitas yang tinggi tercermin dari angka Indeks Volatilitas (VIX) versi Chicago Board Option Exchange (CBOE) yang berada di level tertinggi di dalam lima tahun.
Saat kondisi seperti ini aset-aset minim risiko (safe haven) seperti emas dan obligasi pemerintah AS yang bertenor 10 tahun menjadi diburu.
Hal tercermin dari Imbal hasil (yield) surat utang AS bertenor 10 tahun yang berada di level terendahnya dalam sejarah. Yield obligasi pemerintah AS untuk tenor 10 tahun berada di level 0,707% pada Jumat (6/3/2020).
Sementara itu harga emas kembali melambung dan mencetak rekor tertingginya dalam tujuh tahun. Pada penutupan perdagangan pasar spot Jumat (6/3/2020) harga emas di tutup di level US$ 1.673/troy ons.
Semakin meluasnya wabah corona ke berbagai belahan dunia menjadi ancaman serius bagi perekonomian global. "Penyebaran COVID-19 yang semakin meluas akan memperlama periode jatuhnya perekonomian Asia Pasifik" kata S&P dalam laporannya tersebut mengutip CNBC International.
Data teranyar John Hopkins University, menunjukkan jumlah orang yang sudah terinfeksi virus corona secara global mencapai 107.185 individu di lebih dari 100 negara. Jumlah kasus infeksi di China memang sudah dilaporkan menurun, tetapi lonjakan kasus justru terjadi di Korea Selatan, Italia dan Iran.
Per hari ini di Korea Selatan sudah ada 7.313 kasus infeksi COVID-19, di Iran ada 6.566 kasus, sementara di Italia ada 5.883 kasus. Jumlah kasus infeksi COVID-19 di Iran saat ini sudah lebih banyak dari Italia.
Namun ketakutan wabah ini akan jadi pandemi dan menyeret perekonomian global ke dalam turbulensi membuat investor panik. Pasar saham global masih diwarnai dengan volatilitas yang tinggi tercermin dari angka Indeks Volatilitas (VIX) versi Chicago Board Option Exchange (CBOE) yang berada di level tertinggi di dalam lima tahun.
Saat kondisi seperti ini aset-aset minim risiko (safe haven) seperti emas dan obligasi pemerintah AS yang bertenor 10 tahun menjadi diburu.
Hal tercermin dari Imbal hasil (yield) surat utang AS bertenor 10 tahun yang berada di level terendahnya dalam sejarah. Yield obligasi pemerintah AS untuk tenor 10 tahun berada di level 0,707% pada Jumat (6/3/2020).
Sementara itu harga emas kembali melambung dan mencetak rekor tertingginya dalam tujuh tahun. Pada penutupan perdagangan pasar spot Jumat (6/3/2020) harga emas di tutup di level US$ 1.673/troy ons.
Semakin meluasnya wabah corona ke berbagai belahan dunia menjadi ancaman serius bagi perekonomian global. "Penyebaran COVID-19 yang semakin meluas akan memperlama periode jatuhnya perekonomian Asia Pasifik" kata S&P dalam laporannya tersebut mengutip CNBC International.
Pages
Most Popular