
Meski Corona Menghantui, IHSG Masih BIsa Menguat Pekan Ini
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2020 17:18

Akan tetapi, sejatinya sentimen penurunan suku bunga hanya euforia sesaat. Sebab, pasar masih agak jittery akibat penyebaran virus corona yang semakin luas.
Pada awal pekan, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 88.948. Per Sabtu (7/3/2020) pukul 00:53 WIB, jumlahnya sudah menembus 100.000 tepatnya 101.583 berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis.
Jumlah negara yang 'kebobolan' virus corona pun semakin bertambah. Pada awal pekan, total negara di luar China yang sudah melaporkan kasus corona adalah 64. Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 90.
"Ada kekhawatiran walau The Fed sudah menempuh pelonggaran kebijakan moneter. Apakah memang kebijakan bank sentral ampuh untuk mengatasi masalah ini?" tegas John Davies, Rate Strategist di Standard Chartered Bank yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.
Penurunan suku bunga acuan memang akan menggairahkan permintaan. Saat suku bunga turun, dunia usaha dan rumah tangga bisa berekspaksi sehingga permintaan naik.
Namun masalahnya bukan itu. Penyebaran virus corona yang kian meresahkan membuat aktivitas ekonomi menjadi terbatas. Pabrik-pabrik menghentikan produksi karena karyawan dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Produksi berhenti artinya pasokan barang di pasar akan langka. Ini yang jadi persoalan. Pasokan, bukan permintaan. Buat apa permintaan tinggi kalau barangnya tidak ada?
Pasokan yang bermasalah tidak bisa diobati dengan suku bunga. Ini yang membuat euforia penurunan suku bunga acuan hanya bertahan sebentar. Walau sentimen suku bunga sudah cukup untuk membuat IHSG dan bursa saham Asia menghijau pekan ini, tetapi pekan depan sepertinya efek 'obat kuat' itu sudah sirna.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pada awal pekan, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 88.948. Per Sabtu (7/3/2020) pukul 00:53 WIB, jumlahnya sudah menembus 100.000 tepatnya 101.583 berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis.
Jumlah negara yang 'kebobolan' virus corona pun semakin bertambah. Pada awal pekan, total negara di luar China yang sudah melaporkan kasus corona adalah 64. Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 90.
"Ada kekhawatiran walau The Fed sudah menempuh pelonggaran kebijakan moneter. Apakah memang kebijakan bank sentral ampuh untuk mengatasi masalah ini?" tegas John Davies, Rate Strategist di Standard Chartered Bank yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.
Penurunan suku bunga acuan memang akan menggairahkan permintaan. Saat suku bunga turun, dunia usaha dan rumah tangga bisa berekspaksi sehingga permintaan naik.
Namun masalahnya bukan itu. Penyebaran virus corona yang kian meresahkan membuat aktivitas ekonomi menjadi terbatas. Pabrik-pabrik menghentikan produksi karena karyawan dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Produksi berhenti artinya pasokan barang di pasar akan langka. Ini yang jadi persoalan. Pasokan, bukan permintaan. Buat apa permintaan tinggi kalau barangnya tidak ada?
Pasokan yang bermasalah tidak bisa diobati dengan suku bunga. Ini yang membuat euforia penurunan suku bunga acuan hanya bertahan sebentar. Walau sentimen suku bunga sudah cukup untuk membuat IHSG dan bursa saham Asia menghijau pekan ini, tetapi pekan depan sepertinya efek 'obat kuat' itu sudah sirna.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular