
Meski Corona Menghantui, IHSG Masih BIsa Menguat Pekan Ini
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2020 17:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pekan ini. Walau isu virus corona masih sangat dominan, tetapi IHSG masih mampu membukukan penguatan.
Sepanjang minggu ini, IHSG membukukan penguatan 0,84%. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia yang mayoritas mampu mencatat kenaikan secara mingguan.
Berikut perkembangan indeks utama Asia sepanjang pekan ini:
Sentimen positif yang menopang penguatan IHSG dan bursa saham Asia lainnya pekan ini adalah penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS). Pada 3 Maret jelang tengah malam waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%.
Keputusan ini mengejutkan karena diambil di luar rapat terjadwal. Semestinya rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) baru berlangsung pada 17-18 Maret.
"Fundamental ekonomi AS tetap kuat. Namun, virus corona menciptakan risiko bagi aktivitas ekonomi. Dengan risiko ini dan tujuan untuk mencapai penciptaan lapangan kerja yang maksimal serta menjaga stabilitas harga, Federal Open Market Committee memutuskan untuk menurunkan Federal Funds Rate sebesar 0,5 poin persentase menjadi 1-1,25%.
"Komite akan memantau dengan saksama seluruh perkembangan yang ada dan implikasinya terhadap prospek ekonomi. Komite juga akan menggunakan berbagai instrumen untuk mendukung perekonomian," sebut keterangan tertulis The Fed.
Pemangkasan Federal Funds Rate semakin menegaskan bahwa arah kebijakan moneter tahun ini adalah longgar bin akomodatif. Keputusan The Fed seakan menjadi buah ceri di atas kue, karena sebelumnya sejumlah bank sentral juga memotong suku bunga acuan, termasuk Bank Indonesia (BI).
Kala suku bunga acuan bergerak turun, maka perlahan akan diikuti oleh penurunan suku bunga Pinjaman Uang Antar-Bank (PUAB). Kalau bunga PUAB sudah turun, maka bank punya alasan untuk menurunkan suku bunga deposito. Setelah bunga deposito turun, harapannya suku bunga pinjaman bakal terpangkas.
Suku bunga kredit yang lebih rendah akan membuat emiten-emiten punya ruang untuk ekspansi. Produksi meningkat, laba naik, dividen naik. Cuan lah pokoknya.
Penurunan suku bunga acuan juga membuat berinvestasi di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi menjadi kurang menarik. Arus modal menjauh dari pasar surat utang dan merapat ke pasar saham.
Akan tetapi, sejatinya sentimen penurunan suku bunga hanya euforia sesaat. Sebab, pasar masih agak jittery akibat penyebaran virus corona yang semakin luas.
Pada awal pekan, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 88.948. Per Sabtu (7/3/2020) pukul 00:53 WIB, jumlahnya sudah menembus 100.000 tepatnya 101.583 berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis.
Jumlah negara yang 'kebobolan' virus corona pun semakin bertambah. Pada awal pekan, total negara di luar China yang sudah melaporkan kasus corona adalah 64. Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 90.
"Ada kekhawatiran walau The Fed sudah menempuh pelonggaran kebijakan moneter. Apakah memang kebijakan bank sentral ampuh untuk mengatasi masalah ini?" tegas John Davies, Rate Strategist di Standard Chartered Bank yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.
Penurunan suku bunga acuan memang akan menggairahkan permintaan. Saat suku bunga turun, dunia usaha dan rumah tangga bisa berekspaksi sehingga permintaan naik.
Namun masalahnya bukan itu. Penyebaran virus corona yang kian meresahkan membuat aktivitas ekonomi menjadi terbatas. Pabrik-pabrik menghentikan produksi karena karyawan dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Produksi berhenti artinya pasokan barang di pasar akan langka. Ini yang jadi persoalan. Pasokan, bukan permintaan. Buat apa permintaan tinggi kalau barangnya tidak ada?
Pasokan yang bermasalah tidak bisa diobati dengan suku bunga. Ini yang membuat euforia penurunan suku bunga acuan hanya bertahan sebentar. Walau sentimen suku bunga sudah cukup untuk membuat IHSG dan bursa saham Asia menghijau pekan ini, tetapi pekan depan sepertinya efek 'obat kuat' itu sudah sirna.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kamis Kelabu! Asing Kabur Rp 668 M, IHSG Jatuh 5% Lebih
Sepanjang minggu ini, IHSG membukukan penguatan 0,84%. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia yang mayoritas mampu mencatat kenaikan secara mingguan.
Berikut perkembangan indeks utama Asia sepanjang pekan ini:
Sentimen positif yang menopang penguatan IHSG dan bursa saham Asia lainnya pekan ini adalah penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS). Pada 3 Maret jelang tengah malam waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%.
Keputusan ini mengejutkan karena diambil di luar rapat terjadwal. Semestinya rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) baru berlangsung pada 17-18 Maret.
"Fundamental ekonomi AS tetap kuat. Namun, virus corona menciptakan risiko bagi aktivitas ekonomi. Dengan risiko ini dan tujuan untuk mencapai penciptaan lapangan kerja yang maksimal serta menjaga stabilitas harga, Federal Open Market Committee memutuskan untuk menurunkan Federal Funds Rate sebesar 0,5 poin persentase menjadi 1-1,25%.
"Komite akan memantau dengan saksama seluruh perkembangan yang ada dan implikasinya terhadap prospek ekonomi. Komite juga akan menggunakan berbagai instrumen untuk mendukung perekonomian," sebut keterangan tertulis The Fed.
Pemangkasan Federal Funds Rate semakin menegaskan bahwa arah kebijakan moneter tahun ini adalah longgar bin akomodatif. Keputusan The Fed seakan menjadi buah ceri di atas kue, karena sebelumnya sejumlah bank sentral juga memotong suku bunga acuan, termasuk Bank Indonesia (BI).
Kala suku bunga acuan bergerak turun, maka perlahan akan diikuti oleh penurunan suku bunga Pinjaman Uang Antar-Bank (PUAB). Kalau bunga PUAB sudah turun, maka bank punya alasan untuk menurunkan suku bunga deposito. Setelah bunga deposito turun, harapannya suku bunga pinjaman bakal terpangkas.
Suku bunga kredit yang lebih rendah akan membuat emiten-emiten punya ruang untuk ekspansi. Produksi meningkat, laba naik, dividen naik. Cuan lah pokoknya.
Penurunan suku bunga acuan juga membuat berinvestasi di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi menjadi kurang menarik. Arus modal menjauh dari pasar surat utang dan merapat ke pasar saham.
Akan tetapi, sejatinya sentimen penurunan suku bunga hanya euforia sesaat. Sebab, pasar masih agak jittery akibat penyebaran virus corona yang semakin luas.
Pada awal pekan, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 88.948. Per Sabtu (7/3/2020) pukul 00:53 WIB, jumlahnya sudah menembus 100.000 tepatnya 101.583 berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis.
Jumlah negara yang 'kebobolan' virus corona pun semakin bertambah. Pada awal pekan, total negara di luar China yang sudah melaporkan kasus corona adalah 64. Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 90.
"Ada kekhawatiran walau The Fed sudah menempuh pelonggaran kebijakan moneter. Apakah memang kebijakan bank sentral ampuh untuk mengatasi masalah ini?" tegas John Davies, Rate Strategist di Standard Chartered Bank yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.
Penurunan suku bunga acuan memang akan menggairahkan permintaan. Saat suku bunga turun, dunia usaha dan rumah tangga bisa berekspaksi sehingga permintaan naik.
Namun masalahnya bukan itu. Penyebaran virus corona yang kian meresahkan membuat aktivitas ekonomi menjadi terbatas. Pabrik-pabrik menghentikan produksi karena karyawan dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Produksi berhenti artinya pasokan barang di pasar akan langka. Ini yang jadi persoalan. Pasokan, bukan permintaan. Buat apa permintaan tinggi kalau barangnya tidak ada?
Pasokan yang bermasalah tidak bisa diobati dengan suku bunga. Ini yang membuat euforia penurunan suku bunga acuan hanya bertahan sebentar. Walau sentimen suku bunga sudah cukup untuk membuat IHSG dan bursa saham Asia menghijau pekan ini, tetapi pekan depan sepertinya efek 'obat kuat' itu sudah sirna.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kamis Kelabu! Asing Kabur Rp 668 M, IHSG Jatuh 5% Lebih
Most Popular