
Harga SUN Balik Naik, Investor Lihat Obligasi Masih Menarik

Hasil lelang tersebut masih cukup baik mengingat selama hampir setengah bulan terakhir pasar obligasi sedang mengalami tekanan akibat kekhawatiran penyebaran virus corona Covid-19, terutama ketika di awal pekan ini penyebarannya sudah mulai masuk ke Indonesia.
Harga obligasi rupiah pemerintah hari ini mulai berbalik menguat signifikan. Melonjaknya harga SUN itu tidak senada dengan koreksi yang justru terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0080 yang bertenor 15 dengan penurunan yield 16 basis poin (bps) menjadi 7,37%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Mar'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 2 Mar'20 (%) | Yield 3 Mar'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 3 Mar'21 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 6.168 | 6.042 | -12.60 | 6.0486 |
FR0082 | 10 tahun | 6.963 | 6.851 | -11.20 | 6.7645 |
FR0080 | 15 tahun | 7.539 | 7.379 | -16.00 | 7.3687 |
FR0083 | 20 tahun | 7.5 | 7.514 | 1.40 | 7.487 |
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 1,14 poin (0,41%) menjadi 275,9 dari posisi kemarin 274,76.
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 568 bps, menyempit dari posisi kemarin 587 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik 8 bps hingga 1,16% dari posisi kemarin 1,08%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 2 Mar'20 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 2 Mar'20 (%) | Yield 3 Mar'20 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.169 | 1.211 | 3 bulan-5 tahun | 28.2 |
UST 2020 | 2 Tahun | 0.826 | 0.883 | 2 tahun-5 tahun | -4.6 |
UST 2021 | 3 Tahun | 0.828 | 0.88 | 3 tahun-5 tahun | -4.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 0.864 | 0.929 | 3 bulan-10 tahun | 4.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.088 | 1.166 | 2 tahun-10 tahun | -28.3 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.039,65 triliun SBN, atau 36,79% dari total beredar Rp 2.825,93 triliun berdasarkan data per 2 Maret.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih keluar dari pasar SUN senilai Rp 25,77 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan masih defisit Rp 37,41 triliun.
Sejak awal tahun ini, posisi investor asing masih negatif Rp 22,21 triliun dibanding posisi akhir Desember 2019 Rp 1.061,86 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 38,57% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, mayoritas mengalami penguatan harga sehingga yield mayoritas obligasi negara turun. Hal itu mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 2 Mar'20 (%) | Yield 3 Mar'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 6.555 | 6.57 | 1.50 |
China (A+) | 2.787 | 2.815 | 2.80 |
Jerman (AAA) | -0.619 | -0.577 | 4.20 |
Prancis (AA) | -0.293 | -0.263 | 3.00 |
Inggris Raya (AA) | 0.407 | 0.457 | 5.00 |
India (BBB-) | 6.347 | 6.355 | 0.80 |
Jepang (A) | -0.112 | -0.104 | 0.80 |
Malaysia (A-) | 2.804 | 2.827 | 2.30 |
Filipina (BBB) | 4.376 | 4.38 | 0.40 |
Rusia (BBB) | 6.45 | 6.38 | -7.00 |
Singapura (AAA) | 1.417 | 1.455 | 3.80 |
Thailand (BBB+) | 1.075 | 1.095 | 2.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 1.088 | 1.168 | 8.00 |
Afrika Selatan (BB+) | 9.175 | 9.09 | -8.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor