Di Kurs Tengah BI, Dolar AS Sudah di Atas Rp 14.400!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 March 2020 10:08
Di Kurs Tengah BI, Dolar AS Sudah di Atas Rp 14.400!
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga lemas di perdagangan pasar spot.

Pada Senin (2/3/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.413. Rupiah melemah 1,26% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Pelemahan hari ini membuat depresiasi rupiah di kurs tengah BI sudah terjadi selama sembilan hari berturut-turut. Dalam sembilan hari tersebut, pelemahan rupiah mencapai 5,38%. Luar biasa...



Sementara di pasar spot, rupiah juga masih merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.390 di mana rupiah melemah 0,35% dan berada di posisi terlemah sejak 30 Mei 2019.

Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,07%. Mata uang Tanah Air sempat menguat tipis, tetapi itu ternyata fana belaka. Rupiah kembali melemah, bahkan dolar AS semakin dekat dengan level Rp 14.400.


Sebenarnya sayang sekali, karena sebagian besar mata uang utama Asia berhasil menguat di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya yen Jepang yang melemah.

Akan tetapi depresiasi yen tipis saja, bahkan cenderung flat. Oleh karena itu, rupiah 'tidak kesulitan' untuk menjadi mata uang terlemah di Asia.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:07 WIB:

 



Mengapa rupiah bisa menderita sampai begini rupa? Apa salah dan dosa rupiah sampai 'dihukum' seperti ini?

Sepertinya rupiah merasakan 'karma' karena menguat begitu tajam pada awal tahun. Pada Januari, rupiah terus menguat dan sempat menjadi yang terbaik di dunia.



Baca: Perkenalkan Rupiah, Sang Raja Mata Uang Dunia

Namun jelang akhir Januari, semuanya berubah. Penyebabnya adalah virus corona. Berawal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei, Republik Rakyat China, virus ini sekarang menyebar ke berbagai negara di Benua Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 09:23 WIB, kini jumlah kasus virus corona di seluruh dunia mencapai 89.068. Terbanyak masih di China yaitu 80.026.

Namun penyebaran di luar China semakin masif dan menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Beberapa negara dengan kasus corona yang cukup banyak adalah Korea Selatan (4.212), Italia (1.694), dan Iran (978).


Satu hal yang paling dikhawatirkan dari virus corona adalah gangguan rantai pasok global. Penyebaran virus mematikan membuat masyarakat dan dunia usaha sangat berhati-hati dalam beraktivitas. Akibatnya, produksi tidak kunjung meningkat karena pekerja masih banyak yang diliburkan.

Ini yang membuat virus corona lebih mematikan ketimbang perang dagang AS-China. Perang dagang memang menyebabkan harga barang naik, karena kena bea masuk. Namun barangnya masih ada kan?

Nah, virus corona bisa membuat barang hilang atau minimal langka di pasaran. Rantai pasok global terganggu, pertumbuhan ekonomi bakal melambat.


Situasi ini membuat investor berbondong-bondong undur diri dari aset-aset berisiko di negara berkembang Asia. Rupiah, yang sudah menguat tajam, menjadi sasaran empuk aksi ambil untung (profit taking) sehingga menjadi mata uang paling teraniaya di Asia.

"Kita memang harus melihat kepanikan sebelum investor yakin sudah saatnya untuk kembali masuk ke pasar," ujar Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial Inc, seperti dikutip dari Reuters.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular