
Sepekan Ambles 7,5%, IHSG Terendah Sejak Maret 2017
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 February 2020 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles pada perdagangan Jumat (28/2/2020), hingga menyentuh level terrendah sejak Maret 2017.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung anjlok 1,8% ke 5.436,172. Aksi jual yang terus berlangsung membuat bursa kebanggaan Indonesia ini jeblok hingga 4,47% ke 5.288,370. Penurunan tersebut merupakan koreksi intraday yang terdalam sejak 5 September 2018.
IHSG berhasil memangkas pelemahan tersebut dan mengakhiri perdagangan sesi I di 5.311,961, atau anjlok 4,04%.
Memasuki perdagangan sesi II, kinerja IHSG membaik, berhasil memangkas pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level 5.452,704 melemah 1,5%. Posisi tersebut merupakan level penutupan terendah sejak 15 Maret 2017. Sepanjang pekan ini total IHSG sudah merosot 7,5%. Secara tahun berjalan atau year to date, IHSG melorot 13,44%.
Sektor aneka industri memimpin penurunan IHSG setelah merosot 5,85%, disusul sektor agrikultur sebesar 4,21%. Sementara sektor finansial dengan kapitalisasi pasar terbesar melemah 0,35%.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi hari ini tercatat sebesar Rp 9,26 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 105,45 miliar di pasar reguler.
Dibandingkan bursa utama Asia lainnya, performa IHSG hari ini masih lebih baik berkat rebound di sesi II. Indeks Nikkei Jepang, Shanghai Composite China, Kospi Korea Selatan, dan Strait Times Singapura merosot lebih dari 3%, sementara Hang Seng Hong Kong lebih dari 2%.
Aksi jual yang terus melanda pasar keuangan dalam negeri, terpicu oleh anjloknya bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Kamis kemarin, yang membuat sentimen pelaku pasar semakin memburuk.
Indeks Dow Jones ambles 4,4%, sekaligus membukukan kinerja harian terburuk sejak Februari 2018. Sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq melemah 4,4% dan 4,6%, keduanya membukukan kinerja harian terburuk sejak Agustus 2011.
Laporan kasus virus corona terbaru di AS memicu Kecemasan akan penyebaran yang lebih luas di Negeri Paman Sam, membuat pelaku pasar keluar dari aset-aset berisiko dan memilih masuk ke aset aman seperti obligasi AS (Treasury). Hal tersebut terlihat dari yield (imbal hasil) Treasury tenor 10 tahun yang berada di dekat level terendah sepanjang sejarah.
Kasus terbaru di AS tersebut berbeda dengan kasus-kasus lainnya, dimana para pasien positif corona dapat diketahui penyebabnya, seperti punya riwayat berpergian ke China, atau pernah melakukan kontak dengan pasien yang positif corona.
Pusat Pencegahan dan Pengendali Penyakit (Center of Disease and Prevention/CDC) mengkonfirmasi adanya pasien positif virus corona di California Utara, tetapi belum diketahui bagaimana bisa terjangkit.
Pasien tersebut dilaporkan tidak pernah berpergian atau berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki risiko membawa virus corona. Akibatnya, CDC memperingatkan kemungkinan terjadinya "penyebaran di masyarakat", yang memicu kecemasan di pasar.
Namun yang paling ditakutkan oleh pelaku pasar adalah "produk turunan" dari virus corona yakni pelambatan ekonomi global. China yang merupakan asal virus corona hampir dipastikan akan mengalami pelambatan ekonomi, begitu juga negara-negara lainnya yang sudah terjangkit terlebih dahulu seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura.
Sebagian besar negara-negara yang terdampak virus corona yang perekonomiannya diprediksi melambat juga merupakan pasar utama ekspor Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor RI ke China di bulan Januari sebesar US$ 2,1 miliar, mengalami penurunan signifikan sebesar 9,15% dari bulan Desember 2019. Seperti di ketahui sebelumnya, virus corona mulai menyebar di China sejak pertengahan Januari lalu. Nilai ekspor ke China berkontribusi sebesar 16,69% dari total ekspor.
AS, Jepang, Singapura, hingga Korsel juga termasuk pasar ekspor terbesar, sehingga pelambatan ekonomi di negara-negara tersebut tentunya akan menggerus pendapatan ekspor.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu lalu menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Apalagi jika wabah virus corona terus berlanjut hingga ke kuartal II-2020, perekonomian global tentunya semakin tertekan, dan aksi jual di bursa saham tak terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Ada Corona Varian Lokal Indonesia, Awas IHSG Jeblok Lagi!
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung anjlok 1,8% ke 5.436,172. Aksi jual yang terus berlangsung membuat bursa kebanggaan Indonesia ini jeblok hingga 4,47% ke 5.288,370. Penurunan tersebut merupakan koreksi intraday yang terdalam sejak 5 September 2018.
IHSG berhasil memangkas pelemahan tersebut dan mengakhiri perdagangan sesi I di 5.311,961, atau anjlok 4,04%.
Sektor aneka industri memimpin penurunan IHSG setelah merosot 5,85%, disusul sektor agrikultur sebesar 4,21%. Sementara sektor finansial dengan kapitalisasi pasar terbesar melemah 0,35%.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi hari ini tercatat sebesar Rp 9,26 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 105,45 miliar di pasar reguler.
Dibandingkan bursa utama Asia lainnya, performa IHSG hari ini masih lebih baik berkat rebound di sesi II. Indeks Nikkei Jepang, Shanghai Composite China, Kospi Korea Selatan, dan Strait Times Singapura merosot lebih dari 3%, sementara Hang Seng Hong Kong lebih dari 2%.
Aksi jual yang terus melanda pasar keuangan dalam negeri, terpicu oleh anjloknya bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Kamis kemarin, yang membuat sentimen pelaku pasar semakin memburuk.
Indeks Dow Jones ambles 4,4%, sekaligus membukukan kinerja harian terburuk sejak Februari 2018. Sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq melemah 4,4% dan 4,6%, keduanya membukukan kinerja harian terburuk sejak Agustus 2011.
Laporan kasus virus corona terbaru di AS memicu Kecemasan akan penyebaran yang lebih luas di Negeri Paman Sam, membuat pelaku pasar keluar dari aset-aset berisiko dan memilih masuk ke aset aman seperti obligasi AS (Treasury). Hal tersebut terlihat dari yield (imbal hasil) Treasury tenor 10 tahun yang berada di dekat level terendah sepanjang sejarah.
Kasus terbaru di AS tersebut berbeda dengan kasus-kasus lainnya, dimana para pasien positif corona dapat diketahui penyebabnya, seperti punya riwayat berpergian ke China, atau pernah melakukan kontak dengan pasien yang positif corona.
Pusat Pencegahan dan Pengendali Penyakit (Center of Disease and Prevention/CDC) mengkonfirmasi adanya pasien positif virus corona di California Utara, tetapi belum diketahui bagaimana bisa terjangkit.
Pasien tersebut dilaporkan tidak pernah berpergian atau berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki risiko membawa virus corona. Akibatnya, CDC memperingatkan kemungkinan terjadinya "penyebaran di masyarakat", yang memicu kecemasan di pasar.
Namun yang paling ditakutkan oleh pelaku pasar adalah "produk turunan" dari virus corona yakni pelambatan ekonomi global. China yang merupakan asal virus corona hampir dipastikan akan mengalami pelambatan ekonomi, begitu juga negara-negara lainnya yang sudah terjangkit terlebih dahulu seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor RI ke China di bulan Januari sebesar US$ 2,1 miliar, mengalami penurunan signifikan sebesar 9,15% dari bulan Desember 2019. Seperti di ketahui sebelumnya, virus corona mulai menyebar di China sejak pertengahan Januari lalu. Nilai ekspor ke China berkontribusi sebesar 16,69% dari total ekspor.
AS, Jepang, Singapura, hingga Korsel juga termasuk pasar ekspor terbesar, sehingga pelambatan ekonomi di negara-negara tersebut tentunya akan menggerus pendapatan ekspor.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu lalu menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Apalagi jika wabah virus corona terus berlanjut hingga ke kuartal II-2020, perekonomian global tentunya semakin tertekan, dan aksi jual di bursa saham tak terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Ada Corona Varian Lokal Indonesia, Awas IHSG Jeblok Lagi!
Most Popular