
Terparah di BEI, Kapitalisasi Sektor Manufaktur Raib Rp 309 T
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
27 February 2020 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham domestik masih belum lepas dari tekanan. Satu jam jelang penutupan perdagangan sesi I, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 2%. Hingga penutupan sesi I, Kamis ini (27/2/2020), IHSGÂ akhirnya minus hingga 2,63% di level 5.539,38.
Salah satu sektor dari 10 sektoral di BEI yang mengalami koreksi dalam hari ini adalah sektor manufaktur yang terkoreksi 2,16%. Sektor manufaktur ini salah satu yang mengalami koreksi dalam selama tahun berjalan atau year to date, yaitu 13,57% hingga perdagangan Rabu (26/2/2020).
Nilai kapitalisasi saham sektor manufaktur tercatat tergerus Rp 309,13 triliun dari Rp 2.317,14 triliun di akhir 2019 menjadi Rp 2.008,01 triliun pada perdagangan Rabu kemarin. Secara nominal, penurunan nilai kapitalisasi tersebut merupakan yang terbesar dari 10 sektor.
Wabah virus Corona jadi sentimen negatif bagi sektor manufaktur. Pasalnya sektor manufaktur Indonesia punya ketergantungan yang cukup besar terhadap China yang menjadi epicentrum wabah virus corona.
Wabah ini kembali membuat rantai pasok global menjadi terganggu. Virus corona tersebut baru-baru ini dinamai oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sebagai COVID 2019.
Wabah virus corona yang menyebar dengan cepat di luar China, khususnya di Korea Selatan, Italia dan Iran, membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Hingga hari ini, virus corona telah menginfeksi 81.322 orang secara global, dengan korban meninggal sebanyak 2.770. Namun demikian, korban sembuh telah mencapai 30.322 sejauh ini, menurut Johns Hopkins CSSE.
Dari segi penyebaran, virus mematikan ini terus menyebar ke berbagai negara dunia. Pada Kamis pagi (27/2/2020), secara total sudah ada 45 negara yang mengkonfirmasi wabah, setelah enam negara melaporkan kasus pertama mereka pada Selasa.
Dari semua negara itu, sebanyak 12 negara ada di benua Eropa. Bahkan Italia, yang ada di Eropa Selatan, menjadi salah satu negara di luar China yang melaporkan kasus kematian terbanyak akibat COVID-19, yaitu 12 korban jiwa.
Penyebaran corona yang begitu cepat telah membuat investor khawatir terhadap resesi ekonomi dunia. Virus ini telah membuat mata rantai ekonomi dunia menjadi terganggu.
Apalagi wabah virus korban terbesarnya berasal dari China, yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Sebagaimana diketahui, China telah menutup (locked down) beberapa kotanya demi menghindari penyebaran wabah virus corona. Akibatnya, banyak bisnis tidak bisa beroperasi secara normal dan China yang adalah salah satu pemasok utama, tidak bisa memenuhi kebutuhan pelanggan dari negara lain. Ini pada akhirnya akan mengganggu rantai pasokan global.
Menurut kajian yang dilakukan oleh bank investasi global Morgan Stanley, Jika produksi kembali pulih secara bertahap maka pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi global dapat terpangkas 35-50 bps.
Namun jika wabah virus ini mencapai puncaknya pada April sehingga mengganggu produksi dan rantai pasok global, maka ekonomi global dapat terpangkas 50-75 bps pada kuartal pertama dan 35-50 bps pada semester satu 2020.
Bagaimana pun juga China punya peran besar dalam perekonomian global. Menurut studi yang dilakukan oleh DBS, China merupakan eksportir terbesar produk tekstil dan alas kaki di dunia. China menyumbang 30% - 40% total ekspor tekstil dan alas kaki global.
Selain itu China juga menyumbang 20% dari total ekspor mesin dan peralatan listrik dunia. China juga memegang peranan penting dalam rantai pasok barang elektronik global. Hampir setengah dari 800 unit produksi Apple secara global berlokasi di China selain itu 30 perusahaan China merupakan 200 pemasok terbesar bagi Apple.
Hubei sebagai episentrum penyebaran virus corona merupakan pusat industri manufaktur untuk pembuatan baja, automobil dan elektronik terutama semikonduktor dan komponen elektronik lainnya.
Jadi libur yang diperpanjang dan belum kembali pulihnya aktivitas manufaktur membuat produksi menjadi delay. China banyak memproduksi produk manufaktur antara yang kemudian diekspor ke berbagai negara Asia lainnya.
Kemudian, di negara-negara tersebut barang setengah jadi itu diolah menjadi barang jadi. Beberapa negara yang menjadi destinasi produk antara ini antara lain Taiwan, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, Jepang, Thailand, Vietnam, Indonesia, Singapura dan Indonesia.
Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang menjadi destinasi produk antara tersebut. Jadi sektor manufaktur Indonesia juga berpotensi terkena dampak dari delay produksi China akibat masih merebaknya virus corona.
Ada dua kemungkinan kejadian tersebut mempengaruhi aktivitas manufaktur dalam negeri bisa jadi terjadi delay untuk produksi barang-barang di industri hilir hingga menipisnya pasokan bahan baku.
Bagaimanapun juga China merupakan mitra dagang strategis RI. Top 10 barang impor terbesar RI asal China juga kebanyakan merupakan barang-barang untuk industri manufaktur seperti tekstil hingga industri farmasi.
Untuk industri tekstil RI mengimpor bahan baku berupa benang dengan nilai mencapai US$ 965,4 juta. Sementara untuk industri farmasi, Indonesia mengimpor senyawa kimia organik seperti antibiotik maupun kimia anorganik seperti soda kaustik yang juga banyak digunakan di industri farmasi.
Tak bisa dipungkiri dengan adanya globalisasi ekonomi dunia semakin terhubung satu sama lain. Sehingga apa yang terjadi di suatu negara akan mempengaruhi perekonomian di negara lain.
Contohnya China dan Indonesia. Perekonomian RI dan Tiongkok sangatlah dekat sehingga apa yang terjadi di China berpotensi juga mengganggu perekonomian dalam negeri. Kajian Bank Dunia menyebutkan jika ekonomi (PDB) China terpangkas 1 persen poin maka ekonomi domestik berpotensi terpangkas 0,3 persen poin.
(hps/tas) Next Article IHSG 2020 Jeblok, Duit Rp 443 T Menguap di Pasar Saham RI
Salah satu sektor dari 10 sektoral di BEI yang mengalami koreksi dalam hari ini adalah sektor manufaktur yang terkoreksi 2,16%. Sektor manufaktur ini salah satu yang mengalami koreksi dalam selama tahun berjalan atau year to date, yaitu 13,57% hingga perdagangan Rabu (26/2/2020).
Nilai kapitalisasi saham sektor manufaktur tercatat tergerus Rp 309,13 triliun dari Rp 2.317,14 triliun di akhir 2019 menjadi Rp 2.008,01 triliun pada perdagangan Rabu kemarin. Secara nominal, penurunan nilai kapitalisasi tersebut merupakan yang terbesar dari 10 sektor.
![]() |
Wabah virus Corona jadi sentimen negatif bagi sektor manufaktur. Pasalnya sektor manufaktur Indonesia punya ketergantungan yang cukup besar terhadap China yang menjadi epicentrum wabah virus corona.
Wabah ini kembali membuat rantai pasok global menjadi terganggu. Virus corona tersebut baru-baru ini dinamai oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sebagai COVID 2019.
Wabah virus corona yang menyebar dengan cepat di luar China, khususnya di Korea Selatan, Italia dan Iran, membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Hingga hari ini, virus corona telah menginfeksi 81.322 orang secara global, dengan korban meninggal sebanyak 2.770. Namun demikian, korban sembuh telah mencapai 30.322 sejauh ini, menurut Johns Hopkins CSSE.
Dari segi penyebaran, virus mematikan ini terus menyebar ke berbagai negara dunia. Pada Kamis pagi (27/2/2020), secara total sudah ada 45 negara yang mengkonfirmasi wabah, setelah enam negara melaporkan kasus pertama mereka pada Selasa.
Dari semua negara itu, sebanyak 12 negara ada di benua Eropa. Bahkan Italia, yang ada di Eropa Selatan, menjadi salah satu negara di luar China yang melaporkan kasus kematian terbanyak akibat COVID-19, yaitu 12 korban jiwa.
Penyebaran corona yang begitu cepat telah membuat investor khawatir terhadap resesi ekonomi dunia. Virus ini telah membuat mata rantai ekonomi dunia menjadi terganggu.
Apalagi wabah virus korban terbesarnya berasal dari China, yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Sebagaimana diketahui, China telah menutup (locked down) beberapa kotanya demi menghindari penyebaran wabah virus corona. Akibatnya, banyak bisnis tidak bisa beroperasi secara normal dan China yang adalah salah satu pemasok utama, tidak bisa memenuhi kebutuhan pelanggan dari negara lain. Ini pada akhirnya akan mengganggu rantai pasokan global.
Menurut kajian yang dilakukan oleh bank investasi global Morgan Stanley, Jika produksi kembali pulih secara bertahap maka pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi global dapat terpangkas 35-50 bps.
Namun jika wabah virus ini mencapai puncaknya pada April sehingga mengganggu produksi dan rantai pasok global, maka ekonomi global dapat terpangkas 50-75 bps pada kuartal pertama dan 35-50 bps pada semester satu 2020.
Bagaimana pun juga China punya peran besar dalam perekonomian global. Menurut studi yang dilakukan oleh DBS, China merupakan eksportir terbesar produk tekstil dan alas kaki di dunia. China menyumbang 30% - 40% total ekspor tekstil dan alas kaki global.
Selain itu China juga menyumbang 20% dari total ekspor mesin dan peralatan listrik dunia. China juga memegang peranan penting dalam rantai pasok barang elektronik global. Hampir setengah dari 800 unit produksi Apple secara global berlokasi di China selain itu 30 perusahaan China merupakan 200 pemasok terbesar bagi Apple.
Hubei sebagai episentrum penyebaran virus corona merupakan pusat industri manufaktur untuk pembuatan baja, automobil dan elektronik terutama semikonduktor dan komponen elektronik lainnya.
Jadi libur yang diperpanjang dan belum kembali pulihnya aktivitas manufaktur membuat produksi menjadi delay. China banyak memproduksi produk manufaktur antara yang kemudian diekspor ke berbagai negara Asia lainnya.
Kemudian, di negara-negara tersebut barang setengah jadi itu diolah menjadi barang jadi. Beberapa negara yang menjadi destinasi produk antara ini antara lain Taiwan, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, Jepang, Thailand, Vietnam, Indonesia, Singapura dan Indonesia.
Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang menjadi destinasi produk antara tersebut. Jadi sektor manufaktur Indonesia juga berpotensi terkena dampak dari delay produksi China akibat masih merebaknya virus corona.
![]() |
Ada dua kemungkinan kejadian tersebut mempengaruhi aktivitas manufaktur dalam negeri bisa jadi terjadi delay untuk produksi barang-barang di industri hilir hingga menipisnya pasokan bahan baku.
Bagaimanapun juga China merupakan mitra dagang strategis RI. Top 10 barang impor terbesar RI asal China juga kebanyakan merupakan barang-barang untuk industri manufaktur seperti tekstil hingga industri farmasi.
Untuk industri tekstil RI mengimpor bahan baku berupa benang dengan nilai mencapai US$ 965,4 juta. Sementara untuk industri farmasi, Indonesia mengimpor senyawa kimia organik seperti antibiotik maupun kimia anorganik seperti soda kaustik yang juga banyak digunakan di industri farmasi.
Tak bisa dipungkiri dengan adanya globalisasi ekonomi dunia semakin terhubung satu sama lain. Sehingga apa yang terjadi di suatu negara akan mempengaruhi perekonomian di negara lain.
Contohnya China dan Indonesia. Perekonomian RI dan Tiongkok sangatlah dekat sehingga apa yang terjadi di China berpotensi juga mengganggu perekonomian dalam negeri. Kajian Bank Dunia menyebutkan jika ekonomi (PDB) China terpangkas 1 persen poin maka ekonomi domestik berpotensi terpangkas 0,3 persen poin.
(hps/tas) Next Article IHSG 2020 Jeblok, Duit Rp 443 T Menguap di Pasar Saham RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular