
Wabah Corona Bikin Investor Cemas, IHSG Koreksi Hampir 1%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 February 2020 09:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka di zona merah. Maklum bursa saham global kebakaran akibat panik merespons penyebaran virus corona yang makin meluas.
Pada Rabu (26/2/2020) pukul 09.00 WIB IHSG dibuka melemah 0,52% ke level 5.757,17. Pada 09.15 WIB IHSG sudah terkoreksi 0,85% ke level 5.739,41.
Kemarin indeks bursa saham tanah air ditutup terkoreksi 0,34% di 5.787,14. Asing mencatatkan net sell atau keluar dari bursa saham tanah air sebesar Rp 846,53 miliar.
Sejak awal tahun hingga kemarin, IHSG mencatatkan kinerja minus 8,13%. Semua indeks bursa juga mencatatkan koreksi sejak awal tahun. Bursa saham tanah air memang sedang dalam kondisi tak baik karena digempur oleh sentimen negatif dari eksternal maupun domestik.
Dari dalam negeri, kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang merembet ke asuransi lain hingga ikut menyeret industri reksadana bersama para manajer investasinya. Kasus ini sempat berbuntut pemblokiran sebanyak 800 sub-rekening efek yang diduga terkait dengan mega skandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Pelaku pasar sampai sekarang masih terus memantau kelanjutan dari mega skandal ini. Mereka was-was kalau kasus ini akan berdampak sistemik.
Selain sentimen dari dalam negeri yang memberikan tekanan pada bursa saham tanah air, sentimen negatif juga datang dari luar. Pasar saham global dibuat kebakaran merespons lonjakan kasus baru infeksi virus corona di luar China.
Hal tersebut sempat memantik aksi jual besar-besaran yang nilainya mencapai US$ 1,5 triliun atau setara dengan Rp 21.000 triliun (estimasi kurs Rp 14.000/US$) di bursa saham global pada perdagangan awal pekan ini.
Pagi tadi tiga indeks utama Wall Street yang sebelumnya terpangkas signifikan kembali harus terbenam di zona merah. Pada perdagangan Senin (24/2/2020) ketiga indeks utama Wall Street itu terpangkas lebih dari 3%.
Hal tersebut kembali terjadi pada perdagangan Selasa (25/2/2020) waktu setempat. Indeks S&P 500 ditutup melemah 3,03%, indeks Dow Jones Industrial terkoreksi 3,15%. Sementara indeks Nasdaq komposit turun 2,77%.
Tekanan yang dialami Wall Street juga merembet ke bursa Asia pagi ini. Bursa saham utama kawasan benua kuning pada pagi ini bergerak di zona merah.
Indeks Nikkei225 (Jepang) anjlok 1,77%, indeks Kospi (Korea Selatan) terpangkas 1,5%, indeks Hang Seng (Hong Kong) melemah 1,41%, indeks Shang Hai Composite (China) terkoreksi % dan indeks Straits Times turun 0,81%.
Pasar masih dibayangi oleh virus corona yang kini semakin meluas dan menebar ancaman terjadinya perlambatan ekonomi global. Virus mematikan ini kini telah menginfeksi lebih dari 80.000 orang di lebih dari 39 negara dan juga merenggut nyawa lebih dari 2.700 orang. Apa yang ditakutkan oleh pasar beberapa waktu terakhir ini adalah lonjakan kasus yang terjadi di luar China yakni di Korea Selatan, Italia dan Iran. Pagi tadi otoritas kesehatan Korea Selatan melaporkan ada 169 kasus baru di negara KPOP itu. Jumlah kasus infeksi di Negeri Ginseng sudah mencapai 1.146, berdasarkan laporan CNBC Internasional.
Di Iran jumlah kasus bertambah lebih dari 30 kasus. Hingga pagi ini sudah ada 95 kasus orang yang teridentifikasi terserang virus ganas yang kini resmi bernama COVID-19 itu. Jumlah korban meninggal di Iran juga yang paling banyak dilaporkan untuk negara di luar China. Di Iran jumlah korban meninggal mencapai 15 orang.
Semakin meluasnya kasus infeksi virus corona membuat semua orang menjadi waspada. Pertumbuhan ekonomi global pun kembali diramal melemah. Bank investasi global memperkirakan merebaknya wabah pneumonia akibat virus ini berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,35 – 0,5 poin persentase pada semester I 2020.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) pada beberapa hari lalu saat pertemuan G20 sudah mewanti-wanti setiap negara untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk dari merebaknya wabah ini.
"Ini adalah tragedi kemanusiaan, tetapi juga memiliki dampak negatif ke perekonomian," kata Georgieva. “Saya melaporkan kepada G20 bahwa bahkan dalam kasus virus ditangani dengan cepat, pertumbuhan (ekonomi) di China dan seluruh dunia akan terpengaruh. Tentu saja, kita semua berharap untuk pemulihan cepat tetapi mengingat adanya ketidakpastian, akan lebih bijaksana untuk mempersiapkan skenario yang lebih buruk. " tambahnya.
Saat ini para trader bertaruh bank sentral dari berbagai negara akan memangkas suku bunga acuannya sebagai bentuk stimulus yang diberikan untuk perekonomian guna meredam dampak dari meluasnya virus ganas ini.
Beberapa bank sentral dunia seperti Federal Reserves AS, European Central Bank, Bank of England, begitu juga bank-bank sentral lain seperti Jepang, Australia New Zealand hingga Canada diperkirakan akan melonggarkan kebijakan moneternya.
Pekan lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan sejawat melalui Rapat Dewan Gubernur kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin ke 4,75% dengan harapan dapat meredam dampak virus corona ke perekonomian dalam negeri.
Selagi virus corona masih mengintai dan belum dapat dijinakkan, maka dampak terhadap perekonomiannya akan kian terasa dan membuat selera investor terhadap risiko kembali menurun yang mengakibatkan tekanan jual di pasar saham seperti saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Bidik 6.090, IHSG Siap Menguat 5 Hari Beruntun
Pada Rabu (26/2/2020) pukul 09.00 WIB IHSG dibuka melemah 0,52% ke level 5.757,17. Pada 09.15 WIB IHSG sudah terkoreksi 0,85% ke level 5.739,41.
Kemarin indeks bursa saham tanah air ditutup terkoreksi 0,34% di 5.787,14. Asing mencatatkan net sell atau keluar dari bursa saham tanah air sebesar Rp 846,53 miliar.
Dari dalam negeri, kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang merembet ke asuransi lain hingga ikut menyeret industri reksadana bersama para manajer investasinya. Kasus ini sempat berbuntut pemblokiran sebanyak 800 sub-rekening efek yang diduga terkait dengan mega skandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Pelaku pasar sampai sekarang masih terus memantau kelanjutan dari mega skandal ini. Mereka was-was kalau kasus ini akan berdampak sistemik.
Selain sentimen dari dalam negeri yang memberikan tekanan pada bursa saham tanah air, sentimen negatif juga datang dari luar. Pasar saham global dibuat kebakaran merespons lonjakan kasus baru infeksi virus corona di luar China.
Hal tersebut sempat memantik aksi jual besar-besaran yang nilainya mencapai US$ 1,5 triliun atau setara dengan Rp 21.000 triliun (estimasi kurs Rp 14.000/US$) di bursa saham global pada perdagangan awal pekan ini.
Pagi tadi tiga indeks utama Wall Street yang sebelumnya terpangkas signifikan kembali harus terbenam di zona merah. Pada perdagangan Senin (24/2/2020) ketiga indeks utama Wall Street itu terpangkas lebih dari 3%.
Hal tersebut kembali terjadi pada perdagangan Selasa (25/2/2020) waktu setempat. Indeks S&P 500 ditutup melemah 3,03%, indeks Dow Jones Industrial terkoreksi 3,15%. Sementara indeks Nasdaq komposit turun 2,77%.
Tekanan yang dialami Wall Street juga merembet ke bursa Asia pagi ini. Bursa saham utama kawasan benua kuning pada pagi ini bergerak di zona merah.
Indeks Nikkei225 (Jepang) anjlok 1,77%, indeks Kospi (Korea Selatan) terpangkas 1,5%, indeks Hang Seng (Hong Kong) melemah 1,41%, indeks Shang Hai Composite (China) terkoreksi % dan indeks Straits Times turun 0,81%.
Pasar masih dibayangi oleh virus corona yang kini semakin meluas dan menebar ancaman terjadinya perlambatan ekonomi global. Virus mematikan ini kini telah menginfeksi lebih dari 80.000 orang di lebih dari 39 negara dan juga merenggut nyawa lebih dari 2.700 orang. Apa yang ditakutkan oleh pasar beberapa waktu terakhir ini adalah lonjakan kasus yang terjadi di luar China yakni di Korea Selatan, Italia dan Iran. Pagi tadi otoritas kesehatan Korea Selatan melaporkan ada 169 kasus baru di negara KPOP itu. Jumlah kasus infeksi di Negeri Ginseng sudah mencapai 1.146, berdasarkan laporan CNBC Internasional.
Di Iran jumlah kasus bertambah lebih dari 30 kasus. Hingga pagi ini sudah ada 95 kasus orang yang teridentifikasi terserang virus ganas yang kini resmi bernama COVID-19 itu. Jumlah korban meninggal di Iran juga yang paling banyak dilaporkan untuk negara di luar China. Di Iran jumlah korban meninggal mencapai 15 orang.
Semakin meluasnya kasus infeksi virus corona membuat semua orang menjadi waspada. Pertumbuhan ekonomi global pun kembali diramal melemah. Bank investasi global memperkirakan merebaknya wabah pneumonia akibat virus ini berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,35 – 0,5 poin persentase pada semester I 2020.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) pada beberapa hari lalu saat pertemuan G20 sudah mewanti-wanti setiap negara untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk dari merebaknya wabah ini.
"Ini adalah tragedi kemanusiaan, tetapi juga memiliki dampak negatif ke perekonomian," kata Georgieva. “Saya melaporkan kepada G20 bahwa bahkan dalam kasus virus ditangani dengan cepat, pertumbuhan (ekonomi) di China dan seluruh dunia akan terpengaruh. Tentu saja, kita semua berharap untuk pemulihan cepat tetapi mengingat adanya ketidakpastian, akan lebih bijaksana untuk mempersiapkan skenario yang lebih buruk. " tambahnya.
Saat ini para trader bertaruh bank sentral dari berbagai negara akan memangkas suku bunga acuannya sebagai bentuk stimulus yang diberikan untuk perekonomian guna meredam dampak dari meluasnya virus ganas ini.
Beberapa bank sentral dunia seperti Federal Reserves AS, European Central Bank, Bank of England, begitu juga bank-bank sentral lain seperti Jepang, Australia New Zealand hingga Canada diperkirakan akan melonggarkan kebijakan moneternya.
Pekan lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan sejawat melalui Rapat Dewan Gubernur kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin ke 4,75% dengan harapan dapat meredam dampak virus corona ke perekonomian dalam negeri.
Selagi virus corona masih mengintai dan belum dapat dijinakkan, maka dampak terhadap perekonomiannya akan kian terasa dan membuat selera investor terhadap risiko kembali menurun yang mengakibatkan tekanan jual di pasar saham seperti saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Bidik 6.090, IHSG Siap Menguat 5 Hari Beruntun
Most Popular