
Sepekan Meroket 3,7%, Emas Dunia Siap Cetak Rekor Tertinggi?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 February 2020 13:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia meroket di pekan ini hingga ke level tertinggi tujuh tahun. Dalam 5 hari perdagangan, emas hanya melemah sekali pada Senin (17/2/2020), setelahnya membukukan penguatan beruntun hingga Jumat kemarin.
Emas mengakhiri perdagangan Jumat kemarin dengan menguat 1,48% US$ 1.643,31/troy ons yang merupakan level tertinggi sejak 14 Februari 2013. Total sepanjang pekan ini emas membukukan penguatan 3,7%.
Meroketnya harga logam mulia ini dipicu oleh "produk turun" dari wabah virus corona atau Covid-19 yang melanda China.
Berdasarkan data dari ArcGis dari Johns Hopkins CSSE hingga saat ini Covid-19 sudah menewaskan 2.360 orang dan menjangkiti 77.661 orang di berbagai negara. Dari angka tersebut, sebanyak 13 korban meninggal di luar China yang merupakan pusat wabah Covid-19.
"Produk turunan" virus corona bisa dilihat dari sisi makro yakni risiko terjadinya resesi, sementara dari sisi mikro adalah penurunan pendapatan perusahaan.
Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
Setidaknya ada tiga negara yang berisiko mengalami resesi, yakni Singapura, Jerman, dan Jepang. Ketiganya memiliki hubungan erat dengan China.
Pemerintah Singapura di awal pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.
Setelah Singapura, Jerman juga sudah waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.
Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara itu raksasa teknologi asal AS, Apple Inc. menyatakan pendapatan di kuartal II tahun fiskal 2020 akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya akibat wabah Covid-19, yang menyebabkan gangguan suplai serta penurunan penjualan di China. Apple sebelumnya memberikan prediksi penjualan bersih akan mencapai US$ 63 miliar sampai US$ 67 miliar.
Apple Inc. merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 1,3 triliun. Sebagai perbandingan nilai perekonomian Indonesia di tahun 2018 sebesar US$ 1,042 triliun, masih di bawah kapitalisasi pasar Apple.
Di tahun yang sama, nilai ekonomi AS sebagai yang terbesar di dunia sebesar US$ 20,5 triliun, itu artinya kapitalisasi pasar perusahaan pembuat iPhone ini sekitar 6,3% dari nilai ekonomi AS.
Tidak hanya itu melansir Investopedia yang melihat data World Bank, hanya ada 14 negara yang nilai ekonominya lebih besar dari Apple.
Maka ketika Apple mengumumkan kemungkinan penurunan pendapatan akan memberikan dampak buruk ke sentimen pelaku pasar. Apalagi banyak perusahaan yang bermitra dengan Apple di berbagai negara, sehingga bursa saham global akan terguncang.
Kombinasi risiko resesi dan penurunan pendapatan perusahaan membuat pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset aman (safe haven) seperti emas.
Emas mengakhiri perdagangan Jumat kemarin dengan menguat 1,48% US$ 1.643,31/troy ons yang merupakan level tertinggi sejak 14 Februari 2013. Total sepanjang pekan ini emas membukukan penguatan 3,7%.
Meroketnya harga logam mulia ini dipicu oleh "produk turun" dari wabah virus corona atau Covid-19 yang melanda China.
"Produk turunan" virus corona bisa dilihat dari sisi makro yakni risiko terjadinya resesi, sementara dari sisi mikro adalah penurunan pendapatan perusahaan.
Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
Setidaknya ada tiga negara yang berisiko mengalami resesi, yakni Singapura, Jerman, dan Jepang. Ketiganya memiliki hubungan erat dengan China.
Pemerintah Singapura di awal pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.
Setelah Singapura, Jerman juga sudah waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.
Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.
Sementara itu raksasa teknologi asal AS, Apple Inc. menyatakan pendapatan di kuartal II tahun fiskal 2020 akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya akibat wabah Covid-19, yang menyebabkan gangguan suplai serta penurunan penjualan di China. Apple sebelumnya memberikan prediksi penjualan bersih akan mencapai US$ 63 miliar sampai US$ 67 miliar.
Apple Inc. merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 1,3 triliun. Sebagai perbandingan nilai perekonomian Indonesia di tahun 2018 sebesar US$ 1,042 triliun, masih di bawah kapitalisasi pasar Apple.
Di tahun yang sama, nilai ekonomi AS sebagai yang terbesar di dunia sebesar US$ 20,5 triliun, itu artinya kapitalisasi pasar perusahaan pembuat iPhone ini sekitar 6,3% dari nilai ekonomi AS.
Tidak hanya itu melansir Investopedia yang melihat data World Bank, hanya ada 14 negara yang nilai ekonominya lebih besar dari Apple.
Maka ketika Apple mengumumkan kemungkinan penurunan pendapatan akan memberikan dampak buruk ke sentimen pelaku pasar. Apalagi banyak perusahaan yang bermitra dengan Apple di berbagai negara, sehingga bursa saham global akan terguncang.
Kombinasi risiko resesi dan penurunan pendapatan perusahaan membuat pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset aman (safe haven) seperti emas.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular