
Ini nih yang Bikin Laju Harga Emas Dunia Agak Seret
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 February 2020 10:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global di pasar spot pagi ini mengalami pelemahan. Jumlah pertambahan kasus infeksi virus corona yang lebih rendah dari biasanya serta dolar yang lagi perkasa jadi batu ganjalan untuk harga emas yang sudah tinggi untuk naik lagi.
China melaporkan jumlah orang yang terinfeksi virus mematikan bernama COVID-19 sebanyak 349. Jumlahnya turun dari sebelumnya yang mencapai 1.693 dan merupakan yang terendah sejak 25 Januari.
Jumlah pasien yang meninggal ada 108 turun dari sebelumnya 132 orang. Sampai dengan hari ini jumlah kasus yang dilaporkan di China mencapai lebih dari 74.000 dan pasien yang meninggal melebihi 2.100.
Walau jumlah kasus baru yang dilaporkan mengalami penurunan signifikan, WHO mengatakan masih terlalu dini untuk menyebut virus ini sudah mulai dapat dikontrol. Masih dibutuhkan banyak data dan observasi untuk menentukan apakah virus ini benar-benar sudah mulai jinak atau belum.
Hal ini membuat emas yang tadinya perkasa jadi agak terpeleset. Sejak 18 Februari harga emas global di pasar spot menyentuh level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir di US$ 1.601/troy ons.
Harga emas kembali menguat kemarin dan ditutup di US$ 1.611,35/troy ons. Namun pagi ini, Kamis (20/2) harga emas terkoreksi tipis 0,07% ke level US$ 1.610,28/troy ons.
Dampak virus corona ditakutkan akan kembali membawa perekonomian global ke dalam perlambatan. Hal ini membuat aset-aset minim risiko yang salah satunya emas jadi diburu. Aksi perburuan ini memiliki konsekuensi yang tak lain dan tak bukan adalah mengerek naik harga si logam mulia.
Studi yang dilakukan Morgan Stanley mengatakan pertumbuhan PDB China berpotensi terpangkas 0,8-1,3 persen poin pada semester pertama 2020. Sementara studi lain yang dilakukan oleh S&P Global menyebut pertumbuhan ekonomi China dapat terpangkas hingga 1,3 persen poin.
Untuk meredam dampak yang ditimbulkan virus corona ke perekonomian, otoritas moneter China megambil tindakan untuk menurunkan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) tenor setahun dari 3,25% menjadi 3,15%.
Selain itu PBoC juga akan menggelontorkan dana senilai US$ 29 miliar untuk pinjaman jangka menengah. Bukan kali ini saja otoritas moneter China bertindak.
Pekan lalu PBoC memutuskan untuk menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4% dan tenor 14 hari menjadi 2,55%. PBoC juga menyuntikkan likuiditas ke pasar melalui operasi pasar terbuka sebanyak US$ 242,7 miliar.
Walau ekonomi China dipastikan terpukul akibat wabah virus corona ini, ada kabar baik yaitu lebih dari 80% BUMN atau sekitar 20.000 anak perusahaan manufaktur sudah mulai beroperasi setelah sebelumnya libur panjang akibat wabah.
Beralih ke bank sentral AS, The Fed yang walau mengakui adanya risiko yang timbul akibat virus corona, namun mereka optimis mampu mempertahankan suku bunga acuan tahun ini didukung dengan data ekonomi AS yang baik.
Beberapa data ekonomi AS yang meyakinkan sikap The Fed adalah PMI Manufaktur AS bulan Januari yang mengalami ekpansi. Angka PMI manufaktur AS bulan Januari 2020 versi ISM menunjukkan ekspansi 50,9 dari sebelumnya terkontraksi di 47,2.
Data tenaga kerja AS juga terbilang solid. Serapan tenaga kerja AS pada Januari mampu mencapai 225.000 tenaga kerja, jauh melampaui serapan pada Desember yang hanya 147.000 tenaga kerja. Upah buruh per jam juga tumbuh 0,2% pada Januari dari sebelumnya 0,1%.
Dolar yang perkasa juga membuat emas terkena tekanan. Keperkasaan dolar tercermin dari indeks dolar yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang lain. Saat ini indeks dolar sedang berada di level tertingginya sejak Mei 2017.
Indeks dolar saat ini berada di 99,699. Dolar yang perkasa membuat harga emas yang mahal menjadi semakin mahal terutama untuk pemegang mata uang lainnya. Hal ini membuat harga emas jadi sulit bergerak naik pada perdagangan pagi ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/tas) Next Article Capek Nanjak! Harga Emas Dunia Turun Tipis...
China melaporkan jumlah orang yang terinfeksi virus mematikan bernama COVID-19 sebanyak 349. Jumlahnya turun dari sebelumnya yang mencapai 1.693 dan merupakan yang terendah sejak 25 Januari.
Jumlah pasien yang meninggal ada 108 turun dari sebelumnya 132 orang. Sampai dengan hari ini jumlah kasus yang dilaporkan di China mencapai lebih dari 74.000 dan pasien yang meninggal melebihi 2.100.
Walau jumlah kasus baru yang dilaporkan mengalami penurunan signifikan, WHO mengatakan masih terlalu dini untuk menyebut virus ini sudah mulai dapat dikontrol. Masih dibutuhkan banyak data dan observasi untuk menentukan apakah virus ini benar-benar sudah mulai jinak atau belum.
Hal ini membuat emas yang tadinya perkasa jadi agak terpeleset. Sejak 18 Februari harga emas global di pasar spot menyentuh level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir di US$ 1.601/troy ons.
Harga emas kembali menguat kemarin dan ditutup di US$ 1.611,35/troy ons. Namun pagi ini, Kamis (20/2) harga emas terkoreksi tipis 0,07% ke level US$ 1.610,28/troy ons.
Dampak virus corona ditakutkan akan kembali membawa perekonomian global ke dalam perlambatan. Hal ini membuat aset-aset minim risiko yang salah satunya emas jadi diburu. Aksi perburuan ini memiliki konsekuensi yang tak lain dan tak bukan adalah mengerek naik harga si logam mulia.
Studi yang dilakukan Morgan Stanley mengatakan pertumbuhan PDB China berpotensi terpangkas 0,8-1,3 persen poin pada semester pertama 2020. Sementara studi lain yang dilakukan oleh S&P Global menyebut pertumbuhan ekonomi China dapat terpangkas hingga 1,3 persen poin.
Untuk meredam dampak yang ditimbulkan virus corona ke perekonomian, otoritas moneter China megambil tindakan untuk menurunkan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) tenor setahun dari 3,25% menjadi 3,15%.
Selain itu PBoC juga akan menggelontorkan dana senilai US$ 29 miliar untuk pinjaman jangka menengah. Bukan kali ini saja otoritas moneter China bertindak.
Pekan lalu PBoC memutuskan untuk menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4% dan tenor 14 hari menjadi 2,55%. PBoC juga menyuntikkan likuiditas ke pasar melalui operasi pasar terbuka sebanyak US$ 242,7 miliar.
Walau ekonomi China dipastikan terpukul akibat wabah virus corona ini, ada kabar baik yaitu lebih dari 80% BUMN atau sekitar 20.000 anak perusahaan manufaktur sudah mulai beroperasi setelah sebelumnya libur panjang akibat wabah.
Beralih ke bank sentral AS, The Fed yang walau mengakui adanya risiko yang timbul akibat virus corona, namun mereka optimis mampu mempertahankan suku bunga acuan tahun ini didukung dengan data ekonomi AS yang baik.
Beberapa data ekonomi AS yang meyakinkan sikap The Fed adalah PMI Manufaktur AS bulan Januari yang mengalami ekpansi. Angka PMI manufaktur AS bulan Januari 2020 versi ISM menunjukkan ekspansi 50,9 dari sebelumnya terkontraksi di 47,2.
Data tenaga kerja AS juga terbilang solid. Serapan tenaga kerja AS pada Januari mampu mencapai 225.000 tenaga kerja, jauh melampaui serapan pada Desember yang hanya 147.000 tenaga kerja. Upah buruh per jam juga tumbuh 0,2% pada Januari dari sebelumnya 0,1%.
Dolar yang perkasa juga membuat emas terkena tekanan. Keperkasaan dolar tercermin dari indeks dolar yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang lain. Saat ini indeks dolar sedang berada di level tertingginya sejak Mei 2017.
Indeks dolar saat ini berada di 99,699. Dolar yang perkasa membuat harga emas yang mahal menjadi semakin mahal terutama untuk pemegang mata uang lainnya. Hal ini membuat harga emas jadi sulit bergerak naik pada perdagangan pagi ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/tas) Next Article Capek Nanjak! Harga Emas Dunia Turun Tipis...
Most Popular