Melemah Lagi, Rupiah Terburuk Kedua di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 February 2020 16:56
Melemah Lagi, Rupiah Terburuk Kedua di Asia
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (19/2/2020), melanjutkan pelemahan kemarin.

Rupiah langsung melemah 0,22% ke Rp 13.690/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Depresiasi rupiah semakin besar hingga 0,4% ke Rp 13.715/US$.

Menjelang penutupan perdagangan dalam negeri, rupiah berhasil memangkas pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.680/US$, melemah 0,15% di pasar spot melansir data Refinitiv.

Mata uang utama Asia bergerak bervariasi melawan dolar AS pada hari ini. Rupiah dengan pelemahan 0,15% menjadi yang terburuk kedua setelah yen Jepang. Hingga pukul 16:03 WIB, yen melemah 0,29%, tetapi posisi tersebut bisa berubah, mengingat perdagangan dolar vs yen masih berlangsung hingga dini hari nanti.

Won Korea Selatan menjadi mata uang terbaik dengan menguat 0,17%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.



Sepanjang tahun ini hingga kemarin rupiah masih membukukan penguatan 1,59% melawan dolar AS. Sehingga ketika kondisi finansial global belum stabil akibat wabah Covid-19, rupiah diterpa aksi ambil untung (profit taking) yang membuat harganya melemah. Apalagi dolar AS merupakan aset yang menyandang status aset aman (safe haven) sehingga menjadi pilihan investasi saat kondisi finansial global belum stabil.

Wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis, jumlah korban meninggal kini lebih dari 2.000 orang, tepatnya 2.009 orang. Sementara jumlah yang terjangkit kini lebih dari 75.000 orang.



Jumlah tersebut meningkat drastis, hari sebelumnya korban meninggal dilaporkan sebanyak 1.875, dengan jumlah yang terjangkit lebih dari 73.000 orang.

Padahal sebelumnya penambahan jumlah kasus sudah mulai melandai. Hal tersebut sesuai seperti yang pernyataan oleh ahli imunologi dan anggota satuan tugas Covid-19 AS, Anthony Faucy mengatakan China memang melaporkan penambahan jumlah korban meninggal dan terjangkit lebih sedikit dari sebelumnya, tetapi bukan berarti wabah virus corona mulai melambat.

"Kita harus melihat beberapa hari sebelum menentukan apakah itu benar atau itu hanya variasi yang umumnya terjadi" kata Fauci sebagaimana dilansir CNBC International.

Sementara itu analis dari Raymond James mengatakan "hal yang terburuk masih belum datang" dari wabah virus corona.
Di sisi lain, dolar AS saat ini sedang perkasa, indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini berada di level tertinggi sejak 1 Oktober 2019. 
Saat wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda pelaku pasar masih berhati-hati masuk ke aset berisiko, dan memilih bermain aman di aset safe haven, dolar AS salah satunya. 

Apalagi data-data ekonomi negeri Paman Sam cukup bagus dibandingkan Jepang, di mana yen juga merupakan aset safe haven. 

Sejak awal bulan ini data ekonomi AS memang dirilis cukup bagus yang membuat dolar AS perkasa. Pada pekan lalu Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (ISM) bulan Januari naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 47,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.



Rilis data tersebut terbilang mengejutkan mengingat polling Reuters memprediksi kenaikan hanya ke 48,5 atau masih berkontraksi. Sementara itu dari sektor non manufaktur, ISM melaporkan peningkatan ekspansi menjadi 55,5, dari sebelumnya 55.



Kemudian Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Januari ekonomi AS menyerap 225.000 tenaga kerja, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 147.000 tenaga kerja. Tingkat tenaga kerja naik menjadi 3,6% naik dari bulan Desember 3,5%. Selain itu rata-rata upah per jam tumbuh 0,2% di bulan Januari dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,1%.

Rilis data yang bagus tersebut menguatkan sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, dolar pun terus menunjukkan kekuatan.

Di sisi lain, Jepang terancam mengalami resesi setelah perekonomiannya berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.

Melihat perbandingan data tersebut, menjadi pilihan yang logis investor masuk ke dolar ketimbang yen, sehingga dolar AS jadi begitu perkasa dan rupiah terus tertekan. 


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular