
Semakin Lemah, Rupiah Kini Terlemah di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 February 2020 10:16

Investor kian enggan masuk ke pasar keuangan Asia setelah rilis data terbaru di Jepang. Pada Januari 2020, ekspor Jepang turun 2,6% year-on-year (YoY). Ekspor Jepang sudah terkontraksi (tumbuh negatif) selama 14 bulan beruntun.
Ke depan, bukan tidak mungkin ekspor Jepang terus merosot. Penyebaran virus Corona yang kian mengkhawatirkan, terutama di China, akan membuat permintaan produk-produk made in Japan berkurang.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 09:13 WIB, jumlah kasus virus Corona di seluruh dunia tercatat 75.198 di mana 74.185 terjadi di China. Sementara korban jiwa sudah mencapai 2.009 orang.
Penyebaran virus Corona yang kian masif membuat aktivitas ekonomi di China lesu. Selepas libur Tahun Baru Imlek, kapasitas produksi belum kembali normal karena banyak pabrik yang masih meliburkan karyawannya.
Perlambatan aktivitas produksi membuat permintaan bahan baku/penolong dan barang modal di China menurun, termasuk yang didatangkan dari Jepang. Pada Januari, ekspor Jepang ke China turun 6,4% YoY.
"Penyebaran virus membuat penundaan produksi di China semakin panjang, utilisasi pun menurun. Ekspor Jepang masih akan merasakan hal ini pada Februari," kata Koya Miyamae, Ekonom Senior di SMBC Nikko Securities, dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin Jepang akan jatuh ke jurang resesi. Pada kuartal IV-2019, ekonomi Jepang terkontraksi atau tumbuh negatif 6,3% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Jauh lebih dalam ketimbang ekspektasi pasar yaitu minus 3,7%.
"Ada risiko yang cukup besar ekonomi Jepang akan kembali terkontraksi pada kuartal I-2020. Sebab virus (Corona) akan berdampak terhadap ekspor dan pariwisata yang kemudian mempengaruhi konsumsi domestik. Ini tidak akan mampu ditutup oleh gelaran Olimpiade di Tokyo, kerusakan ekonomi sepertinya akan besar," tegas Tairo Saito, Executive Research Fellow di NLI Research Institute, seperti dikabarkan Reuters.
Sedikit demi sedikit, serangan virus Corona mulai terasa di sektor ekonomi. Hawa resesi menguat, dan membuat investor memilih bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang Asia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Ke depan, bukan tidak mungkin ekspor Jepang terus merosot. Penyebaran virus Corona yang kian mengkhawatirkan, terutama di China, akan membuat permintaan produk-produk made in Japan berkurang.
Penyebaran virus Corona yang kian masif membuat aktivitas ekonomi di China lesu. Selepas libur Tahun Baru Imlek, kapasitas produksi belum kembali normal karena banyak pabrik yang masih meliburkan karyawannya.
Perlambatan aktivitas produksi membuat permintaan bahan baku/penolong dan barang modal di China menurun, termasuk yang didatangkan dari Jepang. Pada Januari, ekspor Jepang ke China turun 6,4% YoY.
"Penyebaran virus membuat penundaan produksi di China semakin panjang, utilisasi pun menurun. Ekspor Jepang masih akan merasakan hal ini pada Februari," kata Koya Miyamae, Ekonom Senior di SMBC Nikko Securities, dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin Jepang akan jatuh ke jurang resesi. Pada kuartal IV-2019, ekonomi Jepang terkontraksi atau tumbuh negatif 6,3% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Jauh lebih dalam ketimbang ekspektasi pasar yaitu minus 3,7%.
"Ada risiko yang cukup besar ekonomi Jepang akan kembali terkontraksi pada kuartal I-2020. Sebab virus (Corona) akan berdampak terhadap ekspor dan pariwisata yang kemudian mempengaruhi konsumsi domestik. Ini tidak akan mampu ditutup oleh gelaran Olimpiade di Tokyo, kerusakan ekonomi sepertinya akan besar," tegas Tairo Saito, Executive Research Fellow di NLI Research Institute, seperti dikabarkan Reuters.
Sedikit demi sedikit, serangan virus Corona mulai terasa di sektor ekonomi. Hawa resesi menguat, dan membuat investor memilih bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang Asia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular