
Analisis
Apple Picu Kenaikan Harga Emas Dunia, Kok Bisa?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 February 2020 15:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat pada perdagangan Selasa (18/2/2020), pernyataan dari raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Apple Inc. menjadi pemicunya.
Pada pukul 15:05 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.587,78/troy ons, menguat 0,44% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Wabah virus corona atau yang disebut Covid-19 mulai kelihatan dampaknya di sektor riil. Apple menyatakan earning di kuartal II tahun fiskal 2020 akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya akibat wabah Covid-19, yang menyebabkan gangguan suplai serta penurunan penjualan di China.
Apple sebelumnya memberikan prediksi penjualan bersih akan mencapai US$ 63 miliar sampai US$ 67 miliar. Namun tidak diungkapkan seberapa besar pendapatan produsen iPhone ini akan tergerus.
Pernyataan dari Apple tersebut menjadi salah satu bukti dampak buruk yang ditimbulkan oleh Covid-19, akibatnya bursa saham Asia anjlok pada hari ini. Emas yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali dilirik pada pelaku pasar.
Selain itu kecemasan akan resesi di beberapa negara juga menjadi penopang kenaikan logam mulia. Wabah virus corona diprediksi membuat pertumbuhan ekonomi China melambat, dan membuat negara-negara lainnya ketar-ketir.
Singapura, Jerman, dan Jepang menjadi negara yang terancam mengalami resesi, ketiganya memiliki hubungan yang erat dengan China.
Pemerintah Singapura sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.
China adalah negara mitra dagang utama Singapura. Pada 2018, ekspor Singapura ke China mencapai US$ 50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor. Belum lagi melihat dampaknya virus corona di sektor pariwisata, dimana wisatawan dari China berkontribusi sekitar 20% dari total wisatawan ke Singapura.
Setelah Singapura, Jerman juga patut waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.
"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China ke Eropa" kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.
Jerman merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa dan berorientasi ekspor dengan China merupakan pasar terbesar ketiganya. Pada tahun 2018, nilai ekspor Jerman ke China US$ 109,9 miliar atau menyumbang 7,1% dari total ekspor.
Melambatnya perekonomian China tentunya menurunkan permintaan dari Jerman, sehingga ekonomi Negeri Panzer juga berisiko terpukul.
Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.
Pemerintah Jepang sebelumnya sudah memperingatkan jika PDB pada periode Oktober-Desember 2019 berisiko terkontraksi akibat kenaikan pajak penjualan, adanya angina topan, serta perang dagang AS dengan China.
Kini tantangan yang dihadapi Jepang di awal 2020 lebih besar lagi akibat wabah virus corona atau yang disebut Covid-19. Perekonomian China diprediksi melambat signifikan dan tentunya menyeret pertumbuhan ekonomi global, termasuk Jepang.
Jika PDB Jepang kembali berkontraksi di kuartal I-2020, maka Jepang akan mengalami resesi.
"Hantu" resesi yang kembali bergentayangan tentunya membuat pelaku pasar berhati-hati masuk ke aset-aset berisiko, dan lebih memilih bermain aman di aset safe haven seperti emas.
Pada pukul 15:05 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.587,78/troy ons, menguat 0,44% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Wabah virus corona atau yang disebut Covid-19 mulai kelihatan dampaknya di sektor riil. Apple menyatakan earning di kuartal II tahun fiskal 2020 akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya akibat wabah Covid-19, yang menyebabkan gangguan suplai serta penurunan penjualan di China.
Pernyataan dari Apple tersebut menjadi salah satu bukti dampak buruk yang ditimbulkan oleh Covid-19, akibatnya bursa saham Asia anjlok pada hari ini. Emas yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali dilirik pada pelaku pasar.
Selain itu kecemasan akan resesi di beberapa negara juga menjadi penopang kenaikan logam mulia. Wabah virus corona diprediksi membuat pertumbuhan ekonomi China melambat, dan membuat negara-negara lainnya ketar-ketir.
Singapura, Jerman, dan Jepang menjadi negara yang terancam mengalami resesi, ketiganya memiliki hubungan yang erat dengan China.
Pemerintah Singapura sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.
China adalah negara mitra dagang utama Singapura. Pada 2018, ekspor Singapura ke China mencapai US$ 50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor. Belum lagi melihat dampaknya virus corona di sektor pariwisata, dimana wisatawan dari China berkontribusi sekitar 20% dari total wisatawan ke Singapura.
Setelah Singapura, Jerman juga patut waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.
"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China ke Eropa" kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.
Jerman merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa dan berorientasi ekspor dengan China merupakan pasar terbesar ketiganya. Pada tahun 2018, nilai ekspor Jerman ke China US$ 109,9 miliar atau menyumbang 7,1% dari total ekspor.
Melambatnya perekonomian China tentunya menurunkan permintaan dari Jerman, sehingga ekonomi Negeri Panzer juga berisiko terpukul.
Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.
Pemerintah Jepang sebelumnya sudah memperingatkan jika PDB pada periode Oktober-Desember 2019 berisiko terkontraksi akibat kenaikan pajak penjualan, adanya angina topan, serta perang dagang AS dengan China.
Kini tantangan yang dihadapi Jepang di awal 2020 lebih besar lagi akibat wabah virus corona atau yang disebut Covid-19. Perekonomian China diprediksi melambat signifikan dan tentunya menyeret pertumbuhan ekonomi global, termasuk Jepang.
Jika PDB Jepang kembali berkontraksi di kuartal I-2020, maka Jepang akan mengalami resesi.
"Hantu" resesi yang kembali bergentayangan tentunya membuat pelaku pasar berhati-hati masuk ke aset-aset berisiko, dan lebih memilih bermain aman di aset safe haven seperti emas.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Most Popular