Pasar Obligasi RI Stagnan Pekan Ini, Apa yang Terjadi?

Market - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2020 17:36
Pasar obligasi Tanah Air tidak banyak bergerak sepanjang pekan ini. Ilustrasi Data Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi Tanah Air tidak banyak bergerak sepanjang pekan ini. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun menutup pekan di posisi serupa kala mengawalinya.

Pada perdagangan akhir pekan, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun berada di 6,575%. Sama persis dengan posisi awal pekan.

Pada awal pekan, yield sempat naik 6,592%, tertinggi sejak 5 Februari. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual.

Maklum, biasanya yield memang terkerek ke atas jelang lelang. Pada Selasa (11/2/2020), pemerintah akan menggelar lelang empat seri obligasi syariah dengan target indikatif Rp 7 triliun. Jelang lelang, investor berlomba untuk mendorong yield ke atas sehingga nantinya bisa mendapatkan kupon yang tinggi di pasar perdana.

Terbukti setelah itu yield SBN 10 tahun turun selama dua hari beruntun ke 6,557%. Ini adalah yield terendah sejak Februari 2018.



Kepercayaan investor terhadap SBN menebal setelah Moody's memberikan afirmasi peringkat utang Indonesia di Baa2 dengan outlook stabil. Moody's menilai profil kredit Indonesia semakin baik.

"Dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil, serta beban utang pemerintah utang rendah hasil dari dukungan kebijakan fiskal yang disiplin, kami memberikan afirmasi ini. Meski ada tantangan yaitu basis penerimaan negara yang sangat lemah membuat kemampuan untuk mengakses pembiayaan menjadi terbatas. Kami memperkirakan reformasi ekonomi untuk menghilangkan sejumlah hambatan struktural di perekonomian akan terus berlangsung, walau dengan laju yang lambat seperti tahun-tahun sebelumnya," papar keterangan tertulis Moody's.


Menutup perdagangan akhir pekan, yield SBN 10 tahun naik ke 6,575%. Lonjakan kasus virus Corona membuat investor kurang nyaman bermain di aset-aset negara berkembang.

Ya, penyebaran virus Corona memang semakin masif. Per 15 Februari pukul 13:43 WIB, jumlah kasus Corona di seluruh dunia mencapai 67.088. Korban jiwa sudah lebih dari 1.500 orang, tepatnya 1.526.

Ada kekhawatiran besar bahwa serangan virus Corona bisa membuat aktivitas perekonomian (terutama di China) lumpuh. Oleh karena itu, risiko perlambatan ekonomi global menjadi sangat nyata.


"Pelaku pasar melakukan trading berdasarkan sentimen yang beredar. Ini bisa dimengerti karena ketidakpastian yang disebabkan virus Corona. Kita semua belum tahu ke mana ini semua akan berakhir," kata Bill Merz, Head of Fixed Income Research di US Bank Wealth Management, seperti dikutip dari Reuters.

"Traders sepertinya kurang nyaman memegang aset-aset berisiko, apalagi pasar AS tutup pada Senin mendatang memperingati Hari Presiden (kelahiran George Washington, presiden pertama AS). Saat ini memang lebih banyak risiko downside ketimbang upside," tambah James Barnes, Director of Fixed Income di Bryn Mawr Trust, sebagaimana diberitakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Artikel Selanjutnya

SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor


(aji/aji)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading