Corona Mengganas, Pariwisata Dunia Bisa Tekor Rp 1.000 T

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
15 February 2020 10:06
Wabah virus corona (Covid-19) yang semakin memakan banyak korban jiwa diprediksi akan menyebabkan kerugian besar pariwisata.
Foto: Virus Corona Wuhan. (Chinatopix via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona (Covid-19) yang semakin memakan banyak korban jiwa diprediksi akan menyebabkan kerugian besar terutama industri pariwisata dunia.

Bahkan Economist Intelligence Unit (EIU) memprediksi, industri pariwisata tidak akan pulih hingga kuartal II-2021 dan menyebabkan kerugian secara global mencapai US$ 80 miliar atau menembus Rp 1.088 triliun (asumsi kurs Rp 13.600/US$).

Dilansir dari South China Morning Post pada Sabtu (15/2/2020), kerugian tersebut akan terjadi karena pemulihan dampak dari penyebaran virus corona ke pariwisata setidaknya membutuhkan waktu setahun.

Kerugian tersebut terjadi karena banyak masyarakat China yang membatalkan perjalanan liburannya karena ketakutan terjangkit virus Covid-19 tersebut. Bahkan, perusahaan perjalanan seperti Expedia dan Tripadvisor sudah memperkirakan penurunan pendapatan tidak hanya penerbangan tapi juga ke sektor perhotelan hingga perdagangan ritel dunia.


EIU juga membandingkan korona virus dan SARS yang terjadi pada 2002, di mana pada saat itu China juga mencabut larangan perjalanan bagi warganya tepat pada Juli 2003 dan membuat industri pariwisata dunia baru pulih di 2004.

"Kerusakan kolektif terbesar akan terjadi pada negara-negara Asean karena mereka semua berada di antara 20 tujuan teratas untuk wisatawan China," ujar Analis China Dan Wang, dikutip, Sabtu (15/2/2020).

Wang juga memperkirakan bahwa tahun ini, wisatawan daratan ke negara-negara ASEAN akan turun sekitar 30% hingga 40% yang menyebabkan hilangnya pendapatan pariwisata sebesar US$ 7 miliar atau Rp 95,2 triliun.

Sedangkan EIU juga mencatat, dampak untuk pariwisata di Eropa dan AS akan lebih kecil dari kawasan Asia dan ASEAN. Sebab, jumlah wisatawan yang datang ke AS dan Eropa hanya sekitar 4% dari total jumlah wisatawannya.


"Setelah pembatasan perjalanan diberlakukan di China, tren pemesanan berubah secara dramatis dalam periode waktu yang sangat singkat", kata Oliver Ponti, Wakil Presiden perusahaan analisis perjalanan Spanyol ForwardKeys.

Dari data ForwardKeys, pada 26 Januari 2020 penerbangan ke China untuk tanggal 21 Januari-17 Februari turun hingga 13,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Pemesanan untuk Maret dan April bahkan sudah turun dari setengahnya karena masyarakat yang menunda liburan musim panasnya.

"Orang China secara tradisional bersemangat dan lebih bersemangat lagi setelah Tahun Baru China, tetapi mereka tidak merencanakan ... itu adalah risiko terbesar bagi industri kami," kata Ponti.

[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article Kasus COVID-19 di China Meningkat, Pelaku Pasar Jadi Galau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular