
Ternyata Gegara 2 Hal Ini, Investasi Reksa Dana Jadi 'Kisruh'

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Direktur PT Sucorinvest Asset Management (SAM), Jemmy Paul Wawointana, mengatakan pemicu awal kasus investasi yang terjadi belakangan di pasar modal ditengarai karena pembentukan produk dengan aset dasar (underlying) bermasalah serta menjanjikan imbal hasil pasti (guaranted return).
"Lebih karena beberapa kasus, terutama lately, ada satu satu lagi, sebenarnya banyak sekali underlying bermasalah, karena dari awal pada saat penerbitan produk banyak sekali produk guaranted return," kata Jemmy Paul, dalam dialog CNBC Indonesia, Jumat (14/2/2020).
"Ketika menjanjikan guaranted return, tiba-tiba terjadi kebutuhan cashflow nasabah, sehingga perusahaan, misalnya manajer investasi [MI] tak siap menyiapkan dana, jadi lebih karena itu."
Menurut dia, dua kasus yang terjadi sebelumnya yakni PT Narada Aset Manajemen dan PT Minna Padi Aset Manajemen tidak berdampak besar terhadap industri reksa dana.
"Ada dua kasus yang disebut OJK, Narada dan Minna Padi, ada juga MI yang dilaporkan juga, itu dampaknya gak terlalu karena size gak sebanyak yang ditakutkan pasar," kata Jemmy yang berlatarbelakang fund manager ini.
"Yang ditakutkan pasar apabila redemption [penarikan dana] masif seperti yang terjadi pada 2005 di pasar obligasi, ketika itu harga obligasi Indonesia turun. Ini [ketakutan] bisa terjadi ke IHSG jika hal yang ditakutkan terjadi, redemption reksa dana," kata Jemmy.
Sebelumnya OJK sudah menghentikan sementara penjualan produk Narada Aset Manajemen karena adanya gagal bayar efek (default) transaksi saham senilai Rp 177,78 miliar. Sementara OJK juga mewajibkan pembubaran enam produk reksa dana yang dikelola Minna Padi Aset Manajemen.
Perintah pembubaran tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya penjualan seluruh reksa dana (RD) Minna Padi disuspensi sejak 9 Oktober 2019, ketika OJK menemukan bahwa dua reksa dana yang dikelola perseroan dijual dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan-12 bulan.
Setelah itu, publik kemudian dikejutkan dengan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang kini berujung pada pemblokiran sekitar 800 rekening efek yang terkait dugaan korupsi Jiwasraya yang tengah disidik Kejaksaan Agung. Pemblokiran rekening itu dilakukan oleh Kejagung.
"Apa yang dilakukan OJK sudah tepat, tapi harus dijaga bersama, termasuk media, di mana yang dilaporkan adalah yang memang MI-MI yang sudah ditertibkan OJK. Jadi kalau ada pengaduan, polisi, MI terkait harus diselesaikan oleh MI tersebut."
Sebagai perbandingan, berdasarkan dokumen Penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, terungkap informasi berkaitan dengan return yang dijanjikan Jiwasraya kepada nasabah pembeli produk JS Savings Plan.
Ada dua hal yang disoroti, pertama, terjadi kesalahan dalam pembentukan harga produk tersebut alias mispricing.
Produk Saving Plan yang ditawarkan melalui bancassurance itu ternyata dijanjikan memiliki guaranted return sebesar 9-13% per tahan selama 2013-2018 dengan periode pencairan setiap tahun.
Gagal bayar produk JS Saving Plan tahun mencapai Rp 16 triliun, bengkak dari tahun lalu Rp 12,4 triliun. Dugaan korupsi yang kini disidik Kejagung pun berbuntut panjang karena melibatkan kesaksian beberapa perusahaan manajer investasi yang hadir sebagai saksi.
(tas/tas) Next Article Cuan...Cuan! Semua Reksa Dana Merangkak Naik
