
Penjualan Ritel Loyo, IHSG Jatuh 0,69%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 February 2020 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (12/2/2020), di zona hijau.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat tipis 0,04% ke level 5.957,06. Hanya sesaat bertahan di zona hijau, IHSG kemudian berangsur-angsur turun ke zona merah.
Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,93% ke level 5.899,04. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG adalah sebesar 0,69% ke level 5.913,08.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru bergerak di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,74%, indeks Shanghai terangkat 0,87%, indeks Hang Seng menguat 0,87%, indeks Straits Times terapresiasi 1,38%, dan indeks Kospi bertambah 0,69%.
Bursa saham Benua Kuning sukses mengekor jejak Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin, Selasa (11/2/2020). Pada perdagangan kemarin, indeks S&P 500 menguat 0,17%, indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,11%, sementara indeks Dow Jones ditutup flat. Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup di level tertinggi sepanjang masa.
Rilis data ekonomi yang menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham AS. Menjelang akhir pekan kemarin, penciptaan lapangan kerja periode Januari 2020 (di luar sektor pertanian) versi resmi pemerintah AS diumumkan sebanyak 225.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 163.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Rilis data ekonomi yang menggembirakan tersebut memberikan harapan bahwa laju perekonomian AS akan membaik di tahun 2020.
Belum lama ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal IV-2019 diumumkan di level 2,1% (QoQ annualized), sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Dow Jones.
Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian AS hanya tumbuh 2,3%, menandai laju pertumbuhan terlemah dalam tiga tahun. Untuk diketahui, pada tahun 2017 perekonomian AS tumbuh sebesar 2,4%, diikuti pertumbuhan sebesar 2,9% pada tahun 2018.
Laju pertumbuhan tersebut juga berada di bawah target yang dipatok oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Pasca resmi memangkas tingkat pajak korporasi dan individu pada tahun 2017, Gedung Putih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk setidaknya berada di level 3%.
Rilis data tersebut juga membawa kelegaan bagi pelaku pasar mengingat The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS kemungkinan sudah selesai memangkas tingkat suku bunga acuan.
Kemarin, Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan paparan terkait laporan kebijakan moneter semi-tahunan di hadapan anggota DPR AS.
Di hadapan anggota DPR AS, Powell menyebut bahwa ketidakpastian di bidang perdagangan, terutama terkait dengan perang dagang AS-China, telah berkurang.
Menanggapi terus meluasnya infeksi virus Corona, Powell menyebut bahwa pihaknya memantau dengan ketat dampak dari virus tersebut terhadap perekonomian China dan global.
Terlepas dari adanya ancaman yang datang dari terus meluasnya infeksi virus Corona, Powell mengatakan bahwa kebijakan moneter The Fed saat ini telah berada di posisi yang tepat pasca serangkaian pemangkasan tingkat suku bunga acuan di sepanjang tahun 2019.
"Selama informasi yang akan datang terkait dengan perekonomian secara umum tetap konsisten dengan proyeksi, posisi kebijakan moneter saat ini kemungkinan akan tetap layak dipertahankan," kata Powell di hadapan anggota DPR AS, seperti dikutip dari CNBC International.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi AS dipandang berada di level yang moderat, sementara faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga masih solid.
Lantas, paparan dari Powell tersebut menepis ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Di sisi lain, terus meluasnya infeksi virus Corona menjadi sentimen negatif yang membayangi perdagangan hari ini.
Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.
Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Melansir publikasi Johns Hopkins, hingga kini setidaknya sebanyak 28 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.
China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.
Melansir CNBC International, hingga kemarin sebanyak 1.113 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 44.000.
Dari dalam negeri, pelaku pasar saham didorong untuk melakukan aksi jual seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Sepanjang Desember 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi 0,5% secara tahunan.
Untuk periode Januari 2020, angka sementara dari BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi hingga 3,1% secara tahunan.
Memasuki tahun 2020, perekonomian jelas terlihat masih lesu. Sepanjang Januari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%.
Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.
Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.
"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.
Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.
Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi pada bulan Januari praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.
Per akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi membukukan koreksi sebesar 2,44%.
Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-3,18%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-6,32%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-8,79%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-3,42%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,9%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Sempat Keluar dari 6.000, IHSG Terendah Sejak Mei
Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat tipis 0,04% ke level 5.957,06. Hanya sesaat bertahan di zona hijau, IHSG kemudian berangsur-angsur turun ke zona merah.
Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,93% ke level 5.899,04. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG adalah sebesar 0,69% ke level 5.913,08.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru bergerak di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,74%, indeks Shanghai terangkat 0,87%, indeks Hang Seng menguat 0,87%, indeks Straits Times terapresiasi 1,38%, dan indeks Kospi bertambah 0,69%.
Rilis data ekonomi yang menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham AS. Menjelang akhir pekan kemarin, penciptaan lapangan kerja periode Januari 2020 (di luar sektor pertanian) versi resmi pemerintah AS diumumkan sebanyak 225.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 163.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Rilis data ekonomi yang menggembirakan tersebut memberikan harapan bahwa laju perekonomian AS akan membaik di tahun 2020.
Belum lama ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal IV-2019 diumumkan di level 2,1% (QoQ annualized), sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Dow Jones.
Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian AS hanya tumbuh 2,3%, menandai laju pertumbuhan terlemah dalam tiga tahun. Untuk diketahui, pada tahun 2017 perekonomian AS tumbuh sebesar 2,4%, diikuti pertumbuhan sebesar 2,9% pada tahun 2018.
Laju pertumbuhan tersebut juga berada di bawah target yang dipatok oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Pasca resmi memangkas tingkat pajak korporasi dan individu pada tahun 2017, Gedung Putih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk setidaknya berada di level 3%.
Rilis data tersebut juga membawa kelegaan bagi pelaku pasar mengingat The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS kemungkinan sudah selesai memangkas tingkat suku bunga acuan.
Kemarin, Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan paparan terkait laporan kebijakan moneter semi-tahunan di hadapan anggota DPR AS.
Di hadapan anggota DPR AS, Powell menyebut bahwa ketidakpastian di bidang perdagangan, terutama terkait dengan perang dagang AS-China, telah berkurang.
Menanggapi terus meluasnya infeksi virus Corona, Powell menyebut bahwa pihaknya memantau dengan ketat dampak dari virus tersebut terhadap perekonomian China dan global.
Terlepas dari adanya ancaman yang datang dari terus meluasnya infeksi virus Corona, Powell mengatakan bahwa kebijakan moneter The Fed saat ini telah berada di posisi yang tepat pasca serangkaian pemangkasan tingkat suku bunga acuan di sepanjang tahun 2019.
"Selama informasi yang akan datang terkait dengan perekonomian secara umum tetap konsisten dengan proyeksi, posisi kebijakan moneter saat ini kemungkinan akan tetap layak dipertahankan," kata Powell di hadapan anggota DPR AS, seperti dikutip dari CNBC International.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi AS dipandang berada di level yang moderat, sementara faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga masih solid.
Lantas, paparan dari Powell tersebut menepis ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Di sisi lain, terus meluasnya infeksi virus Corona menjadi sentimen negatif yang membayangi perdagangan hari ini.
Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.
Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Melansir publikasi Johns Hopkins, hingga kini setidaknya sebanyak 28 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.
China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.
Melansir CNBC International, hingga kemarin sebanyak 1.113 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 44.000.
Dari dalam negeri, pelaku pasar saham didorong untuk melakukan aksi jual seiring dengan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Sepanjang Desember 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi 0,5% secara tahunan.
Untuk periode Januari 2020, angka sementara dari BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel terkontraksi hingga 3,1% secara tahunan.
Memasuki tahun 2020, perekonomian jelas terlihat masih lesu. Sepanjang Januari 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%.
Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.
Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.
"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.
Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.
Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi pada bulan Januari praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.
Per akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi membukukan koreksi sebesar 2,44%.
Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-3,18%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-6,32%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-8,79%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-3,42%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,9%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Sempat Keluar dari 6.000, IHSG Terendah Sejak Mei
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular