Dibuka Memerah, IHSG Perlahan Menghijau Jelang Imlek

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 January 2020 09:33
Pada pukul 09:20 WIB, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,03% ke level 6.247,53.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (24/1/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,1% ke level 6.242,84. Pada pukul 09:20 WIB, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,03% ke level 6.247,53.

Baru juga sehari menghijau pascaterkoreksi 3 hari beruntun, kini IHSG sudah melemah lagi. Namun pada perdagangan pukul 9.31 WIB, IHSG hijau 0,04% di level 6.252,17.

Kinerja pembukaan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 0,04%, indeks Hang Seng melemah 0,34%, sementara indeks Straits Times naik 0,03%.


Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini diliburkan seiring dengan perayaan hari raya Tahun Baru China, sementara perdagangan di bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan Tahun Baru Korea.

Sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari penyebaran virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan. Kini, infeksi virus Corona telah resmi menyebar ke Makau dan Hong Kong. Lagi-lagi, virus tersebut dibawa oleh orang yang baru saja mengunjungi China.


Perkembangan terbaru, total infeksi virus Corona di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 800 kasus, sementara jumlah korban meninggal di China telah mencapai 25 orang.

Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.

Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.

Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, kini masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.


Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada hari Senin waktu Indonesia (20/1/2020) International Monetary Fund (IMF) merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi terbaru dalam publikasi bertajuk "World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?".

Terkait dengan China, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin.

Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%.

Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

Mengingat China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tentu tekanan terhadap perekonomian China akan berdampak signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular