
Mata Uang Asia Mulai Bangkit, Kok Rupiah Masih Melemah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 February 2020 10:11

Akan tetapi, rilis data dari China agak melunturkan pamor dolar AS. Biro Statistik Nasional China mengumumkan inflasi Negeri Tirai Bambu pada Januari 2020 sebesar 5,4% year-on-year (YoY). Ini adalah laju tercepat sejak Oktober 2011.
Tidak hanya di level konsumen, harga di tingkat produsen pun merangkak naik. Pada Januari 2020, inflasi produsen China tercatat 0,1% YoY, tertinggi sejak Mei 2019. Ini menjadi inflasi pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Dua data tersebut menggambarkan bahwa perekonomian China tetap bergeliat meski dihantam penyebaran virus Corona. Virus Corona memang semakin ganas, per 10 Februari pukul 09:34 WIB sudah ada 40.510 kasus di seluruh dunia dan korban jiwa mencapai 910 orang.
Dengan berbagai upaya dari pemerintah dan bank sentral, investor sepertinya yakin dampak virus Corona terhadap perekonomian China bisa dibatasi. Bank Sentral China (PBoC) akan mempermudah proses penerbitan obligasi korporasi, di mana persyaratan bisa dikirim melalui surat atau secara online. Segala bentuk informasi tambahan yang diperlukan bisa menyusul kemudian.
Selain itu, PBoC juga akan menyediakan fasilitas pinjaman dengan nilai total CNY 300 miliar (Rp 588,04 triliun dengan kurs saat ini) kepada perbankan dengan tujuan mendongkrak penyaluran kredit. Pinjaman ini akan dikenakan bunga khusus yang lebih rendah dibandingkan bunga pasar.
Stimulus ini diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi China. Meski perlambatan akibat virus Corona sulit dihindari, tetapi setidaknya tidak ada hard landing.
Perkembangan dari China membuat investor merasa agak lega. Arus modal pun mulai masuk ke pasar keuangan Asia sehingga beberapa mata uang mampu menguat.
(aji/aji)
Tidak hanya di level konsumen, harga di tingkat produsen pun merangkak naik. Pada Januari 2020, inflasi produsen China tercatat 0,1% YoY, tertinggi sejak Mei 2019. Ini menjadi inflasi pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Dua data tersebut menggambarkan bahwa perekonomian China tetap bergeliat meski dihantam penyebaran virus Corona. Virus Corona memang semakin ganas, per 10 Februari pukul 09:34 WIB sudah ada 40.510 kasus di seluruh dunia dan korban jiwa mencapai 910 orang.
Dengan berbagai upaya dari pemerintah dan bank sentral, investor sepertinya yakin dampak virus Corona terhadap perekonomian China bisa dibatasi. Bank Sentral China (PBoC) akan mempermudah proses penerbitan obligasi korporasi, di mana persyaratan bisa dikirim melalui surat atau secara online. Segala bentuk informasi tambahan yang diperlukan bisa menyusul kemudian.
Selain itu, PBoC juga akan menyediakan fasilitas pinjaman dengan nilai total CNY 300 miliar (Rp 588,04 triliun dengan kurs saat ini) kepada perbankan dengan tujuan mendongkrak penyaluran kredit. Pinjaman ini akan dikenakan bunga khusus yang lebih rendah dibandingkan bunga pasar.
Stimulus ini diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi China. Meski perlambatan akibat virus Corona sulit dihindari, tetapi setidaknya tidak ada hard landing.
Perkembangan dari China membuat investor merasa agak lega. Arus modal pun mulai masuk ke pasar keuangan Asia sehingga beberapa mata uang mampu menguat.
(aji/aji)
Next Page
Investor Nantikan Rilis Data NPI
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular