
Cek Fakta, Seberapa Lama Serangan Virus 'Rusak' Pasar Saham?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 February 2020 17:59

Tetap saja, sejauh ini infeksi virus Corona yang kian meluas seakan diabaikan oleh pelaku pasar saham AS.
Untuk diketahui, kala sebuah virus merebak dan memakan banyak korban jiwa, indeks S&P 500 biasanya membukukan koreksi. Kala wabah virus SARS merebak pada tahun 2003 misalnya, indeks S&P 500 ambruk sebesar 12,8% dalam 38 hari perdagangan, seperti dilansir dari CNBC International yang menggunakan data dari Citi dan FactSet.
Kemudian pada tahun 2004 kala Avian Influenza merebak, indeks S&P 500 terkoreksi 6,9% dalam periode 141 hari perdagangan.
Virus teranyar yang merebak sebelum Corona adalah Zika, yakni pada tahun 2015 hingga 2016. Selama 66 hari perdagangan di antara tahun 2015 dan 2016, indeks S&P 500 melemah 12,9%.
Lantas, pada tahun ini kita jelas mendapati sebuah anomali, di mana indeks S&P 500 justru menguat kala infeksi virus Corona kian meluas.
Jika didalami, jelas terlihat bahwa kian meluasnya infeksi virus Corona tak bisa dianggap sepele. Seperti yang sudah disebutkan pada halaman pertama, hingga kini sebanyak 563 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 28.000.
Jumlah korban meninggal di China akibat virus Corona telah melampaui jumlah korban meninggal kala wabah SARS merebak yang sebanyak 349 jiwa saja.
Memang, tingkat kematian (mortality rate) dari virus SARS jauh lebih tinggi, yakni mencapai 9,6%, seperti dikutip dari New York Times. Untuk virus Corona, tingkat kematiannya hanya sebesar 2%.
Bahkan, jumlah pasien yang berhasil disembuhkan (recovery rate) dari infeksi virus Corona justru melebihi jumlah pasien yang meninggal. Melansir publikasi dari Johns Hopkins CSSE, hingga kini sebanyak terdapat 28.274 kasus virus Corona di seluruh dunia, di mana sebanyak 1.198 pasien (4,24%) telah berhasil disembuhkan.
Tetap saja, dampak virus Corona terhadap perekonomian global tak bisa dianggap sepele. Pasalnya, infeksi virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.
Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.
Pemerintah China sendiri sejatinya memperkirakan bahwa akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.
Namun, kemungkinan besar estimasi tersebut akan meleset jauh, mengingat banyak wilayah di China yang dikarantina guna menekan meluasnya infeksi virus Corona.
Bahkan, pemerintah China memutuskan untuk memperpanjang libur Tahun Baru China di negaranya. Sejatinya, libur Tahun Baru China pada awalnya dijadwalkan untuk berlangsung pada tanggal 24 hingga 30 Januari 2020.
Berlaku secara nasional, pemerintah China kemudian memperpanjang libur Tahun Baru China hingga akhir pekan kemarin.
Menurut estimasi dari Morgan Stanley, jika libur Tahun Baru China diperpanjang selama satu minggu secara nasional, tingkat produksi industri untuk periode Januari 2020 dan Februari 2020 bisa terpangkas lima hingga delapan persentase poin, seperti dilansir dari CNBC International.
Melansir pemberitaan CNBC International, hingga senin pagi (3/2/2020) setidaknya 24 provinsi, kota, dan wilayah di China telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk menghentikan operasional hingga setidaknya tanggal 10 Februari.
Bahkan, provensi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus Corona, telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk tak beroperasi hingga setidaknya tanggal 14 Februari.
Menurut perhitungan CNBC International menggunakan data yang dipublikasikan oleh Wind Information, 24 provinsi, kota, dan wilayah yang memperpanjang libur Tahun Baru China tersebut berkontribusi sebesar lebih dari 80% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) China. Sementara itu, kontribusi dari wilayah-wilayah tersebut terhadap total ekspor mencapai 90%. (ank/ank)
Untuk diketahui, kala sebuah virus merebak dan memakan banyak korban jiwa, indeks S&P 500 biasanya membukukan koreksi. Kala wabah virus SARS merebak pada tahun 2003 misalnya, indeks S&P 500 ambruk sebesar 12,8% dalam 38 hari perdagangan, seperti dilansir dari CNBC International yang menggunakan data dari Citi dan FactSet.
Kemudian pada tahun 2004 kala Avian Influenza merebak, indeks S&P 500 terkoreksi 6,9% dalam periode 141 hari perdagangan.
Lantas, pada tahun ini kita jelas mendapati sebuah anomali, di mana indeks S&P 500 justru menguat kala infeksi virus Corona kian meluas.
Jika didalami, jelas terlihat bahwa kian meluasnya infeksi virus Corona tak bisa dianggap sepele. Seperti yang sudah disebutkan pada halaman pertama, hingga kini sebanyak 563 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 28.000.
Jumlah korban meninggal di China akibat virus Corona telah melampaui jumlah korban meninggal kala wabah SARS merebak yang sebanyak 349 jiwa saja.
Memang, tingkat kematian (mortality rate) dari virus SARS jauh lebih tinggi, yakni mencapai 9,6%, seperti dikutip dari New York Times. Untuk virus Corona, tingkat kematiannya hanya sebesar 2%.
Bahkan, jumlah pasien yang berhasil disembuhkan (recovery rate) dari infeksi virus Corona justru melebihi jumlah pasien yang meninggal. Melansir publikasi dari Johns Hopkins CSSE, hingga kini sebanyak terdapat 28.274 kasus virus Corona di seluruh dunia, di mana sebanyak 1.198 pasien (4,24%) telah berhasil disembuhkan.
Tetap saja, dampak virus Corona terhadap perekonomian global tak bisa dianggap sepele. Pasalnya, infeksi virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.
Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.
Pemerintah China sendiri sejatinya memperkirakan bahwa akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.
Namun, kemungkinan besar estimasi tersebut akan meleset jauh, mengingat banyak wilayah di China yang dikarantina guna menekan meluasnya infeksi virus Corona.
Bahkan, pemerintah China memutuskan untuk memperpanjang libur Tahun Baru China di negaranya. Sejatinya, libur Tahun Baru China pada awalnya dijadwalkan untuk berlangsung pada tanggal 24 hingga 30 Januari 2020.
Berlaku secara nasional, pemerintah China kemudian memperpanjang libur Tahun Baru China hingga akhir pekan kemarin.
Menurut estimasi dari Morgan Stanley, jika libur Tahun Baru China diperpanjang selama satu minggu secara nasional, tingkat produksi industri untuk periode Januari 2020 dan Februari 2020 bisa terpangkas lima hingga delapan persentase poin, seperti dilansir dari CNBC International.
Melansir pemberitaan CNBC International, hingga senin pagi (3/2/2020) setidaknya 24 provinsi, kota, dan wilayah di China telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk menghentikan operasional hingga setidaknya tanggal 10 Februari.
Bahkan, provensi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus Corona, telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk tak beroperasi hingga setidaknya tanggal 14 Februari.
Menurut perhitungan CNBC International menggunakan data yang dipublikasikan oleh Wind Information, 24 provinsi, kota, dan wilayah yang memperpanjang libur Tahun Baru China tersebut berkontribusi sebesar lebih dari 80% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) China. Sementara itu, kontribusi dari wilayah-wilayah tersebut terhadap total ekspor mencapai 90%. (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular