Pertumbuhan Ekonomi Lemah, IHSG Tak Goyang & Nyaris Naik 1%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 February 2020 16:23
Pertumbuhan Ekonomi Lemah, IHSG Tak Goyang & Nyaris Naik 1%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (5/2/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,56% ke level 5.955,52. Per akhir sesi satu, apresiasi IHSG menipis menjadi 0,44% ke level 5.948,16. Per akhir sesi dua, apresiasi IHSG adalah sebesar 0,95% ke level 5.978,51.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mengerek kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,97%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+8,4%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,86%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,33%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+6,08%).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang kompak melaju di zona hijau: indeks Nikkei terapresiasi 1,02%, indeks Shanghai naik 1,25%, indeks Hang Seng menguat 0,42%, indeks Straits Times terkerek 1,44%, dan indeks Kospi bertambah 0,36%.

Bursa saham Benua Kuning mengekor jejak Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin, Selasa (4/2/2020). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 1,44%, indeks S&P 500 menguat 1,5%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 2,1%.

Rilis data ekonomi yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Pada awal pekan ini, Manufacturing PMI AS periode Januari 2020 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 50,9, di atas konsensus yang sebesar 48,5, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Ekspansi aktivitas manufaktur AS pada bulan lalu menandai ekspansi pertama dalam enam bulan.

Tanda-tanda pulihnya perekonomian AS praktis menjadi kabar yang menggembirakan sekaligus melegakan bagi pelaku pasar. Pasalnya, The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS pada pekan kemarin memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 1,5%-1,75%.

Di sepanjang tahun 2019, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli, September, dan Oktober. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.

Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan semakin terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kini, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed lantas berpotensi untuk semakin menekan laju perekonomian AS. Praktis, rilis data ekonomi yang menggembirakan menjadi sesuatu yang melegakan bagi pelaku pasar.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari infeksi virus Corona yang terus meluas. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Dilansir dari halaman resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC), hingga kini setidaknya sebanyak 27 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir publikasi dari Johns Hopkins, hingga kini sebanyak 491 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 24.000.
IHSG bisa menghijau kala ada sentimen negatif dari dalam negeri yakni rilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal IV-2019, sekaligus keseluruhan tahun 2019.

Sepanjang kuartal IV-2019, Badan Pusat Staitstik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,97% secara tahunan, di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan perekonomian tumbuh mencapai 5,04%.

Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02%, di bawah konsensus yang sebesar 5,035%. Pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 merupakan pertumbuhan ekonomi terlambat sejak tahun 2015 silam.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun, sejak awal tahun 2019 perekonomian sudah terlihat lesu.

Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan. Lantas, dari data hingga sembilan bulan pertama tahun 2019 sudah bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2019 tak akan bisa menyamai capaian tahun 2018 yang mencapai 5,17%.

Memasuki tahun 2020, perekonomian terlihat masih lesu. Sepanjang Januari 2020, BPS mencatat inflasi berada di level 0,39% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,68%.

Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.

Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Sebelumnya lagi pada awal Desember 2019, BPS mengumumkan bahwa sepanjang November 2019 terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan tercatat di level 3%.

Inflasi pada November 2019 berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus kala itu memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.

Rilis angka inflasi yang kembali berada di bawah ekspektasi pada bulan Januari praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.

Namun begitu, kinerja bursa saham AS dan regional yang menggembirakan sukses mengerek kinerja IHSG pada perdagangan hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular