Sudah Seminggu 'Terkapar', Rupiah Tunjukkan Tanda Kebangkitan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 February 2020 10:17
Sudah Seminggu 'Terkapar', Rupiah Tunjukkan Tanda Kebangkitan
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Sementara di pasar spot, rupiah yang sempat melemah kini berbalik menguat.

Pada Selasa (4/2/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.760. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan hari sebelumnya.

Ini membuat rupiah melemah empat hari beruntun di kurs tengah BI. Selama empat hari tersebut, depresiasi rupiah hampir menyentuh 1%.



Di 'arena' pasar spot, rupiah juga sudah hijau. Pada pukul 10:07 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.735 di mana rupiah menguat 0,04%.


Kala pembukaan pasar spot, rupiah melemah tipis 0,04%. Depresiasi rupiah bahkan sempat semakin dalam hingga ke posisi terlemah sejak 9 Januari.

Namun perlahan rupiah mampu bangkit. Rupiah berjalan searah dengan mata uang utama Asia, yang sempat melemah tetapi kini berada di zona hijau.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:07 WIB:




Rupiah memang punya alasan untuk menguat. Sejak awal pekan lalu hingga kemarin, rupiah sudah melemah cukup dalam yaitu 1,29%.

Ini membuat rupiah menjadi menarik karena sudah 'murah'. Aksi borong akan mengantar rupiah keluar dari jalur merah.




Kebetulan minat pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko juga pulih. Dini hari tadi, bursa saham New York ditutup menguat di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,51%, S&P 500 terangkat 0,73%, dan Nasdaq Composite melesat 1,34%.

Kekhawatiran pasar terhadap penyebaran virus Corona memang belum sepenuhnya reda. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada pukul 09:52 WIB, jumlah kasus Corona terus bertambah menjadi 20.588 di seluruh dunia. Sebagian besar atau 20.400 kasus terjadi di China.

Korban jiwa pun semakin banyak. Sudah ada 426 orang yang meninggal akibat virus ini, seluruhnya di Negeri Tirai Bambu.


Namun kecemasan terhadap virus Corona sudah membuat aset-aset berisiko terkoreksi dalam. Ini melahirkan peluang untuk technical rebound.

"Investor melihat lebih dari dampak negatif virus Corona. Secara historis, kejadian-kejadian seperti ini menciptakan peluang untuk aksi beli," kata Michael Arone, Chief Investment Strategist di State Street Global Advisors yang berbasis di Boston, seperti dikutip dari Reuters.


Selain itu, investor juga menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 esok hari pukul 11:00 WIB.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi alias tumbuh negatif 1,67% secara kuartalan. Secara tahunan atau year-on-year, pertumbuhan ekonomi Oktober-Desember 2019 diperkirakan 5,04%. Ini membuat pertumbuhan ekonomi 2019 secara keseluruhan adalah 5,035%.


Pertumbuhan ekonomi 2019 memang melambat ketimbang 2018 yakni 5,17%. Bahkan kemungkinan akan menjadi laju terlemah sejak 2016.

Namun kalau melihat situasi global, pertumbuhan ekonomi mepet di 5% bukan pencapaian yang buruk. Di antara negara-negara G20, Indonesia berada di urutan kedua, hanya kalah dari China.



Masalah yang dihadapi negara-negara lain pun sama, ekspor loyo akibat perang dagang. Indonesia beruntung karena memiliki permintaan domestik yang kuat sehingga bisa membantu pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terjaga bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Prospek ekonomi domestik yang cerah akan membuat investor nyaman memegang mata uang Tanah Air.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular