
Produksi Malaysia Turun, Harga CPO Naik Hampir 1%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
03 February 2020 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan awal pekan ini, harga minyak sawit mentah (CPO) bergerak naik setelah terus-terusan digempur berbagai sentimen negatif sejak awal tahun.
Data Refinitiv menunjukkan harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan naik 0,92% ke level RM 2.628/ton. Harga CPO terus tertekan sejak awal tahun. Koreksi yang terjadi akhir-akhir ini mencerminkan adanya dua sentimen negatif utama yaitu virus corona dan kabar aksi boikot minyak sawit Malaysia oleh India.
Virus corona merupakan jenis virus yang menyerang sistem pernapasan dan dapat mengakibatkan pneumonia. Akibat paling fatalnya adalah kematian. Virus ini kini telah menjangkiti lebih dari 17.368 orang di dunia. Paling banyak tetap di China. Jumlah korban meninggal mencapai 362 orang sampai dengan hari ini.
Wabah virus corona dikhawatirkan akan menyebabkan perekonomian China dalam tekanan. China merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. China merupakan salah satu konsumen komoditas terbesar di dunia, tak terkecuali minyak sawit.
Jadi yang ditakutkan pelaku pasar saat ini adalah kalau ekonomi China melambat maka permintaan terhadap komoditas juga ikut terseret. Perlambatan permintaan inilah yang diantisipasi.
Sentimen pemberat kedua adalah hubungan diplomatis India dan Malaysia yang sedang tegang. Awal mula ketegangan ini adalah pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad terhadap sikap India yang dicap anti-Islam.
Kritik pedas tersebut membuat India geram. Akhirnya berbuntut panjang dan dikabarkan India melakukan aksi boikot terhadap minyak sawit dari Malaysia. Kabar terbaru bahkan menyebut India kembali menaikkan pajak impor CPO menjadi 44% dari sebelumnya 37,5%.
Hal ini membingungkan para trader. Asosiasi Industri Solvent Extractor menyebutkan bahwa pada 31 Desember lalu India menurunkan pajak impor CPO dari ASEAN menjadi 37,5% dari sebelumnya 40%.
"Dalam anggaran belanja negara dikatakan bea masuk sebesar 44%. Namun jika Anda mengimpor berdasarkan perjanjian ASEAN, maka bea impor sebesar 37,5% tetap berlaku" kata Sandeep Bajoria Chief Executive Sunvin Group.
Ada pandangan yang mengatakan bahwa koreksi yang terjadi saat ini bersifat sementara. Pelemahan harga yang dalam kali ini tak mencerminkan fundamental dari minyak sawit itu sendiri.
Penurunan produksi dan naiknya permintaan harusnya membuat harga CPO untuk naik. Untuk periode 2019/2020 diperkirakan total ouput turun 1 juta ton.
Penurunan suplai ini membuat harga CPO reli tak terbendung pada kuartal empat tahun lalu sebelum akhirnya terpangkas awal tahun ini karena isu virus corona dan aksi boikot minyak sawit Malaysia oleh India.
"Penurunan harga di Bursa Malaysia dan berbagai tempat lain tak ada kaitannya dengan fundemantal (CPO). Hal ini lebih menunjukkan bentuk emosional dan ketidakpastian sementara waktu. Namun menurut pendapat saya, faktor fundamentalnya akan tetap lebih unggul" kata Mike Mielke seorang analis industri kelapa sawit.
"Fundamental akan tetap bullish apalagi di tahun 2021, karena kita memiliki stok yang lebih rendah dari biasanya di akhir musim" tambahnya.
Mike percaya jika di tahun ini Indonesia mengimplementasikan penuh B30 menggunakan minyak sawit sebagai komponennnya, maka harga akan terdongkrak hingga US$ 150 per tonnya.
Hari ini harga CPO naik karena didukung oleh rilis data produksi di semenanjung Malaysia yang mengalami penurunan. Menurut data asosiasi produsen minyak setempat (SPPOMA), produksi minyak sawit bulan Januari turun 4,3% dibanding bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ada Kabar Buruk dari Malaysia, CPO Berpotensi Tertekan Besok
Data Refinitiv menunjukkan harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan naik 0,92% ke level RM 2.628/ton. Harga CPO terus tertekan sejak awal tahun. Koreksi yang terjadi akhir-akhir ini mencerminkan adanya dua sentimen negatif utama yaitu virus corona dan kabar aksi boikot minyak sawit Malaysia oleh India.
Virus corona merupakan jenis virus yang menyerang sistem pernapasan dan dapat mengakibatkan pneumonia. Akibat paling fatalnya adalah kematian. Virus ini kini telah menjangkiti lebih dari 17.368 orang di dunia. Paling banyak tetap di China. Jumlah korban meninggal mencapai 362 orang sampai dengan hari ini.
Wabah virus corona dikhawatirkan akan menyebabkan perekonomian China dalam tekanan. China merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. China merupakan salah satu konsumen komoditas terbesar di dunia, tak terkecuali minyak sawit.
Sentimen pemberat kedua adalah hubungan diplomatis India dan Malaysia yang sedang tegang. Awal mula ketegangan ini adalah pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad terhadap sikap India yang dicap anti-Islam.
Kritik pedas tersebut membuat India geram. Akhirnya berbuntut panjang dan dikabarkan India melakukan aksi boikot terhadap minyak sawit dari Malaysia. Kabar terbaru bahkan menyebut India kembali menaikkan pajak impor CPO menjadi 44% dari sebelumnya 37,5%.
Hal ini membingungkan para trader. Asosiasi Industri Solvent Extractor menyebutkan bahwa pada 31 Desember lalu India menurunkan pajak impor CPO dari ASEAN menjadi 37,5% dari sebelumnya 40%.
"Dalam anggaran belanja negara dikatakan bea masuk sebesar 44%. Namun jika Anda mengimpor berdasarkan perjanjian ASEAN, maka bea impor sebesar 37,5% tetap berlaku" kata Sandeep Bajoria Chief Executive Sunvin Group.
Ada pandangan yang mengatakan bahwa koreksi yang terjadi saat ini bersifat sementara. Pelemahan harga yang dalam kali ini tak mencerminkan fundamental dari minyak sawit itu sendiri.
Penurunan produksi dan naiknya permintaan harusnya membuat harga CPO untuk naik. Untuk periode 2019/2020 diperkirakan total ouput turun 1 juta ton.
Penurunan suplai ini membuat harga CPO reli tak terbendung pada kuartal empat tahun lalu sebelum akhirnya terpangkas awal tahun ini karena isu virus corona dan aksi boikot minyak sawit Malaysia oleh India.
"Penurunan harga di Bursa Malaysia dan berbagai tempat lain tak ada kaitannya dengan fundemantal (CPO). Hal ini lebih menunjukkan bentuk emosional dan ketidakpastian sementara waktu. Namun menurut pendapat saya, faktor fundamentalnya akan tetap lebih unggul" kata Mike Mielke seorang analis industri kelapa sawit.
"Fundamental akan tetap bullish apalagi di tahun 2021, karena kita memiliki stok yang lebih rendah dari biasanya di akhir musim" tambahnya.
Mike percaya jika di tahun ini Indonesia mengimplementasikan penuh B30 menggunakan minyak sawit sebagai komponennnya, maka harga akan terdongkrak hingga US$ 150 per tonnya.
Hari ini harga CPO naik karena didukung oleh rilis data produksi di semenanjung Malaysia yang mengalami penurunan. Menurut data asosiasi produsen minyak setempat (SPPOMA), produksi minyak sawit bulan Januari turun 4,3% dibanding bulan sebelumnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ada Kabar Buruk dari Malaysia, CPO Berpotensi Tertekan Besok
Most Popular