IHSG Terburuk dalam 9 Tahun, January Effect Absen Tahun Ini

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 January 2020 16:22
World War 3 Sempat di Depan Mata
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ada beberapa faktor yang menekan kinerja IHSG pada bulan pertama di tahun 2020, di mana salah satunya adalah potensi meletusnya perang dunia ketiga.

Pada awal tahun 2020, AS menembak mati petinggi pasukan militer Iran Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran). Soleimani tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.

"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resmi pasca serangan.

"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.

"Soleimani dan pasukan Quds beratnggung jawab atas kematian ratusan masyarakat AS dan personel militer koalisi, serta telah melukai ribuan lainnya."

Iran pun tak tinggal diam. Dalam pernyataanya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).

Hal senada juga ditegaskan tokoh militer Iran Mohsen Rezaei. Dirinya menegaskan bahwa Iran akan melakukan balas dendam terhadap AS.

"Dia (Soleimani) bergabung dengan saudara-saudara lain yang syahid. Tetapi kita tetap akan membalas dendam ke AS," katanya, juga melalui akun Twitter.

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

Serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad merupakan eskalasi dari hubungan AS-Iran yang sudah panas dalam beberapa waktu sebelumnya. Pada akhir 2019, seorang kontraktor asal AS diketahui tewas dalam serangan roket di markas militer Irak di Kirkuk.

Pembunuhan terhadap kontraktor asal AS tersebut kemudian direspons AS dengan menyerang pasukan militer yang dibekingi Iran di Irak. Selepas itu, kedutaan besar AS di Irak
diserang oleh Kataeb Hezbollah, kelompok milisi yang dibekingi oleh Iran.

Jika ditarik lebih jauh, tensi antara AS dan Iran sudah panas sejak tahun 2018 silam kala AS menarik diri dari kesepakatan internasional yang bertujuan untuk membatasi ruang gerak Iran dalam mengembangkan senjata nuklir. Menurut Presiden AS Donald Trump, kesepakatan tersebut tak cukup dalam membatasi ruang gerak Iran. AS pun pada akhirnya kembali mengenakan sanksi ekonomi bagi Tehran.

Memanasnya tensi antara AS dan Iran bukan hanya diperbincangkan oleh pelaku pasar, namun juga masyarakat secara umum. Pada awal tahun 2020 kala AS resmi mengeksekusi Soleimani, “World War 3” dan “WWIII” kompak menjadi trending topic di media sosial Twitter selama seharian penuh.

Sebagai balasan dari pembunuhan Soleimani, Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut.

"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.

Melansir CNBC International, setelah serangan Iran terjadi, Trump mengadakan pertemuan dengan para penasihat utamanya di Gedung Putih. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley.

Dalam konferensi pers terkait dengan serangan yang diluncurkan oleh Iran, Trump mendinginkan suasana dengan membantah klaim pemerintah Iran yang mengatakan bahwa ada sebanyak 80 tentara AS yang tewas dalam serangan tersebut. Dirinya pun menyakini bahwa serangan tersebut merupakan serangan terakhir dari Iran.

"Tidak ada warga AS yang terluka dalam serangan rudal Iran," ujar Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir dari AFP, Kamis (9/1/2020).

"Iran tampaknya akan mundur, yang mana ini baik untuk semua pihak terkait," katanya.

Trump menegaskan tidak akan menyerang balik Iran. Menurutnya, meski memiliki kekuatan militer terbaik di dunia, AS tak selamanya harus menggunakan itu.

"Fakta bahwa kita memiliki militer dan peralatan terbaik tidak berarti membuat kita harus menggunakannya."

Trump lantas memilih untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Sanksi yang tidak dijelaskan secara detail ini, disebut Trump, nantinya akan berlaku sampai Iran mengubah perilakunya, terutama soal pengembangan nuklir.

"Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungannya untuk terorisme," sebut Trump.

Walaupun kini AS-Iran sudah relatif dingin, tetap saja tensi yang sempat memanas antar kedua negara sudah menekan kinerja bursa saham dunia, termasuk Indonesia. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular