
Digoyang Jiwasraya & Bumiputera, 2 Aturan Asuransi Dirilis

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah terpaan kasus yang mendera PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan AJB Bumiputera terkait tata kelola investasi dan gagal bayar, industri asuransi Tanah Air mendapatkan penguatan dengan rilisnya dua peraturan guna meningkatkan pengawasan industri ini.
Aturan pertama yang sudah dirilis terlebih dahulu yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). OJK mewajibkan setiap pelaku industri asuransi memiliki direktur kepatuhan. Hal ini tertuang dalam POJK Nomor 43 tahun 2019 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.
Aturan ini adalah revisi atas POJK Nomor 73/POJK.05./2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian yang ditetapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan diundangkan pada 31 Desember 2019.
Dalam Pasal 8 POJK ini disebutkan, untuk memastikan kepatuhan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat 1 perusahaan wajib menunjuk satu orang anggora direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan.
Ayat 2 disebutkan, "anggota direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dirangkap oleh anggota direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsi keuangan, atau fungsi pemasaran," tulis POJK, dikutip CNBC Indonesia, Senin (27/1/2020).
Adapun Ayat 3 menyebutkan, "berdasarkan hasil pengawasan, OJK dapat meminta perusahaan untuk menunjuk anggota direksi yang hanya membawahkan fungsi kepatuhan."
Setelah aturan ini dirilis, industri asuransi mendapatkan penguatan regulasi lagi khususnya soal investor asing. Pemerintah menegaskan mayoritas kepemilikan investor asing lebih dari 80% di perusahaan asuransi di Tanah Air tidak dikecualikan dari batasan kepemilikan.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian, yang baru dipublikasikan di situs Setkab, dikutip CNBC Indonesia, Senin ini (27/1/2020).
Dalam revisi aturan ini, tertulis bahwa perusahaan asuransi dengan kepemilikan asing lebih dari 80% pada saat PP tersebut berlaku yakni 20 Januari 2020, dikecualikan dari batasan kepemilikan.
Selanjutnya perusahaan asuransi tersebut diizinkan menambah modal disetor tanpa batasan persentase.
Sebelumnya, dalam PP 14/2018 disebutkan bahwa investor asing hanya diizinkan memiliki 80% saham perusahaan asuransi. Sisanya, 20 persen suntikan modal ke perusahaan asuransi tersebut wajib berasal dari mitra lokal atau dengan mencatatkan perusahaan di bursa.
Dalam revisi ini, ketentuan Ayat 2 Pasal 6 diubah, di antara Ayat 2 dan Ayat 3 Pasal 6 disisipkan 1 ayat yakni Ayat 2A serta Ayat 3 dan Ayat 4 Pasal 6 dihapus, sehingga Pasal 6 berbunyi:
"Dalam hal kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian yang bukan merupakan perseroan terbuka telah melampaui 80% pada saat PP ini berlaku, perusahaan perasuransian tersebut dikecualikan dari batasan kepemilikan asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 dan perusahaan perasuransian tersebut dilarang menambah persentase kepemilikan asing."
Dalam Ayat 2A Pasal 6, ditambahkan bahwa jika perusahaan asuransi yang hendak menambah modal tidak memperoleh mitra lokal (badan hukum Indonesia dan warga negara Indonesia), maka modal disetor harus dilakukan melalui penawaran umum perdana saham di Indonesia.
Adapun Pasal 3 dan 4 dihapus sehingga ini berarti pemerintah mencabut aturan 20% lewat pasar modal ataupun wajib serap mitra lokal ini, sehingga asing dapat menambah modal sesuai porsi kepemilikan.
PP ini ditetapkan di Jakarta pada 16 Januari 2019 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan di Jakarta, muai berlaku 20 Januari 2020 yang diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
(tas/hps) Next Article Efek Corona, Potensi Kerugian Asuransi Bisa Tembus Rp 3.000 T
