
Virus Corona Bikin Khawatir, Reli Harga SUN Mulai Terbatas

Penguatan panjang beruntun harga obligasi pemerintah yang didukung penguatan rupiah serta kondisi negara tetangga yang kurang kondusif tersebut membuka peluang terjadinya pembalikan arah menjadi koreksi.
Merebaknya virus corona juga semakin melemahkan sentimen positif di pasar SUN karena memunculkan kekhawatiran pelaku pasar global sehingga membuat mereka lebih berhati-hati hari ini, khususnya ke instrumen negara berkembang yang lebih berisiko seperti Indonesia.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 9,7 basis poin (bps) menjadi 7,08%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Jan'20
Seri | Jatuh tempo | Yield 23 Jan'20 (%) | Yield 24 Jan'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 24 Jan'21 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 6.009 | 6.073 | 6.40 | 5.921 |
FR0082 | 10 tahun | 6.673 | 6.64 | -3.30 | 6.5798 |
FR0080 | 15 tahun | 7.186 | 7.089 | -9.70 | 7.0246 |
FR0083 | 20 tahun | 7.328 | 7.302 | -2.60 | 7.2561 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.087,99 triliun SBN, atau 39,11% dari total beredar Rp 2.781 triliun berdasarkan data per 23 Januari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,84 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan atau berarti sejak awal tahun masih surplus Rp 26,13 triliun.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, mayoritas masih mengalami kenaikan harga sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 23 Jan'20 (%) | Yield 24 Jan'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 6.725 | 6.725 | 0.00 |
China (A+) | 3.053 | 3.05 | -0.30 |
Jerman (AAA) | -0.33 | -0.337 | -0.70 |
Prancis (AA) | -0.075 | -0.079 | -0.40 |
Inggris Raya (AA) | 0.565 | 0.57 | 0.50 |
India (BBB-) | 6.578 | 6.559 | -1.90 |
Jepang (A) | -0.022 | -0.044 | -2.20 |
Malaysia (A-) | 3.174 | 3.166 | -0.80 |
Filipina (BBB) | 4.589 | 4.589 | 0.00 |
Rusia (BBB) | 6.22 | 6.22 | 0.00 |
Singapura (AAA) | 1.656 | 1.656 | 0.00 |
Thailand (BBB+) | 1.39 | 1.36 | -3.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 1.68 | 1.642 | -3.80 |
Afrika Selatan (BB+) | 9.02 | 9.01 | -1.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%