
Kasus Jiwasraya, Ombudsman Panggil OJK & Kementerian Terkait
CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
19 January 2020 13:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian BUMN dan manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah merumuskan tahapan penyelesaian gagal bayar polis produk bancassurance JS Saving Plan milik Jiwasraya yang jatuh tempo kepada nasabahnya pada Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
Terkait dengan persoalan ini, bersamaan dengan aduan para nasabah Jiwasraya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) akan memanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kementerian terkait untuk memeriksa tata kelola sistem pengawasan yang diterapkan selama ini.
"Kita mulai minggu depan mulai panggil pihak yang terkait, kita mau tata kelola diperbaiki baik di BUMN, pengawasan di OJK, terutama aspek publikasi laporan keuangan standarnya diperbaiki," kata anggota ORI, Alamsyah Saragih, dalam saat acara Polemik MNC Trijaya di Hotel Ibis, seperti dikutip Detikfinance, Minggu (19/1/2020).
Hasil dari pemanggilan ini juga akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Saat ini manajemen Jiwasraya menegaskan belum mampu melunasi nilai gagal bayar tersebut. Bahkan dalam dokumen penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, gagal bayar produk ini bertambah tahun ini menjadi Rp 3,7 triliun sehingga total menjadi Rp 16,1 triliun.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan perseroan memang akan menyelesaikan klaim nasabah kepada secara bertahap sebagaimana sudah dirumuskan dalam skema penyelesaian, di antaranya dengan membentuk holdingisasi dan divestasi anak usaha.
Jiwasraya juga sudah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian dan Penyehatan Jiwasraya bersama dengan Kementerian BUMN.
"Intinya bahwa penyelesaian akan dilakukan secara bertahap, sesuai dengan profit yang diterima [Jiwasraya]. Setiap profit yang diterima akan kita pakai untuk menyelesaikan kewajiban secara bertahap," kata Hexana usai Focus Group Discussion di Gedung DPR, Rabu (15/1/2020).
Lebih lanjut, dalam diskusi pada Sabtu kemarin itu, salah satu nasabah juga mencurahkan kegelisahannya setelah duitnya nyangkut. Salah satu nasabah yang dananya masih nyangkut lumayan besar adalah Rudyantho Deppasau. Dia menceritakan uangnya yang belum dikembalikan Jiwasraya sebesar Rp 5 miliar dari total Rp 7 miliar.
"Awalnya Rp 7 miliar itu untuk dua polis, awal Januari sudah cari Rp 2 miliar, jadi masih nyangkut Rp 5 miliar," kata Rudy dikutip Detikfinance.
Usaha Rudy untuk mencairkan dananya pun tidak digubris oleh OJK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebagai nasabah, dia bersama pemilik polis lainnya sudah membentuk forum yang berisikan 300 orang lainnya pada akhir Desember 2018. Adapun nasabah tersebut rata-rata investasinya dari Rp 50 juta- 50 miliar.
"Tapi tidak ada tanggapan pada saat itu, DPR, OJK membiarkan kita seperti anak kehilangan induk," ungkapnya.
Dia pun menceritakan awal mula terjebak dalam kasus gagal bayar ini. Sejak awal, rata-rata nasabah tidak mengetahui secara pasti bentuk dari produk yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa pelat merah tersebut.
Dia pun awalnya hanya mendapatkan tawaran dari marketing Bank QNB yang mana uang miliknya sedang terparkir di deposito. Kala itu, marketing bank terus menawarkan produk JS Saving Plan dengan iming-iming imbal balik tinggi. Ditambah lagi Jiwasraya merupakan BUMN.
"Awalnya kita ditawarkan oleh bank, pada saat itu marketing itu bilang jauh lebih aman karena ini pemerintah," kata Rudy.
JS Saving Plan merupakan produk dengan cost of fund (COF) sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi mencapai 9-13% yang ditawarkan secara masif sejak 2015. Nasabah juga bisa mengambil dananya hanya dalam jangka waktu satu tahun.
Akhirnya ia sepakat untuk memindahkan dana Rp 7 miliar di deposito ke JS Saving Plan milik Jiwasraya pada 2017. Dia pun tidak menaruh rasa curiga sedikit pun lantaran pihak marketing bank selalu menyebut produk ini milik pemerintah.
Dia pun mengaku tergiur lantaran produk investasi ini juga mendapat manfaat asuransi dan milik pemerintah.
"Kita nggak pernah curiga," tambahnya.
Namun Rudy pun merasa janggal ketika ingin mencairkan dananya pada awal 2019. Dalam prosesnya dia mengaku setiap pegawai yang bertanggung jawab terhadap pencairan pun selalu menghindar untuk memberikan keterangan.
(tas/tas) Next Article Restrukturisasi Jiwasraya Jalan Terbaik, Ketimbang Likuidasi!
Terkait dengan persoalan ini, bersamaan dengan aduan para nasabah Jiwasraya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) akan memanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kementerian terkait untuk memeriksa tata kelola sistem pengawasan yang diterapkan selama ini.
"Kita mulai minggu depan mulai panggil pihak yang terkait, kita mau tata kelola diperbaiki baik di BUMN, pengawasan di OJK, terutama aspek publikasi laporan keuangan standarnya diperbaiki," kata anggota ORI, Alamsyah Saragih, dalam saat acara Polemik MNC Trijaya di Hotel Ibis, seperti dikutip Detikfinance, Minggu (19/1/2020).
Hasil dari pemanggilan ini juga akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Saat ini manajemen Jiwasraya menegaskan belum mampu melunasi nilai gagal bayar tersebut. Bahkan dalam dokumen penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, gagal bayar produk ini bertambah tahun ini menjadi Rp 3,7 triliun sehingga total menjadi Rp 16,1 triliun.
Jiwasraya juga sudah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian dan Penyehatan Jiwasraya bersama dengan Kementerian BUMN.
"Intinya bahwa penyelesaian akan dilakukan secara bertahap, sesuai dengan profit yang diterima [Jiwasraya]. Setiap profit yang diterima akan kita pakai untuk menyelesaikan kewajiban secara bertahap," kata Hexana usai Focus Group Discussion di Gedung DPR, Rabu (15/1/2020).
Lebih lanjut, dalam diskusi pada Sabtu kemarin itu, salah satu nasabah juga mencurahkan kegelisahannya setelah duitnya nyangkut. Salah satu nasabah yang dananya masih nyangkut lumayan besar adalah Rudyantho Deppasau. Dia menceritakan uangnya yang belum dikembalikan Jiwasraya sebesar Rp 5 miliar dari total Rp 7 miliar.
"Awalnya Rp 7 miliar itu untuk dua polis, awal Januari sudah cari Rp 2 miliar, jadi masih nyangkut Rp 5 miliar," kata Rudy dikutip Detikfinance.
Usaha Rudy untuk mencairkan dananya pun tidak digubris oleh OJK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebagai nasabah, dia bersama pemilik polis lainnya sudah membentuk forum yang berisikan 300 orang lainnya pada akhir Desember 2018. Adapun nasabah tersebut rata-rata investasinya dari Rp 50 juta- 50 miliar.
"Tapi tidak ada tanggapan pada saat itu, DPR, OJK membiarkan kita seperti anak kehilangan induk," ungkapnya.
Dia pun menceritakan awal mula terjebak dalam kasus gagal bayar ini. Sejak awal, rata-rata nasabah tidak mengetahui secara pasti bentuk dari produk yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa pelat merah tersebut.
Dia pun awalnya hanya mendapatkan tawaran dari marketing Bank QNB yang mana uang miliknya sedang terparkir di deposito. Kala itu, marketing bank terus menawarkan produk JS Saving Plan dengan iming-iming imbal balik tinggi. Ditambah lagi Jiwasraya merupakan BUMN.
"Awalnya kita ditawarkan oleh bank, pada saat itu marketing itu bilang jauh lebih aman karena ini pemerintah," kata Rudy.
JS Saving Plan merupakan produk dengan cost of fund (COF) sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi mencapai 9-13% yang ditawarkan secara masif sejak 2015. Nasabah juga bisa mengambil dananya hanya dalam jangka waktu satu tahun.
Akhirnya ia sepakat untuk memindahkan dana Rp 7 miliar di deposito ke JS Saving Plan milik Jiwasraya pada 2017. Dia pun tidak menaruh rasa curiga sedikit pun lantaran pihak marketing bank selalu menyebut produk ini milik pemerintah.
Dia pun mengaku tergiur lantaran produk investasi ini juga mendapat manfaat asuransi dan milik pemerintah.
"Kita nggak pernah curiga," tambahnya.
Namun Rudy pun merasa janggal ketika ingin mencairkan dananya pada awal 2019. Dalam prosesnya dia mengaku setiap pegawai yang bertanggung jawab terhadap pencairan pun selalu menghindar untuk memberikan keterangan.
(tas/tas) Next Article Restrukturisasi Jiwasraya Jalan Terbaik, Ketimbang Likuidasi!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular