AS-China Teken Deal Damai Dagang, Harga Batu Bara Malah Turun

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 January 2020 11:48
Harga batu bara turun, padahal AS-China sudah teken deal damai dagang fase satu kemarin
Foto: Batu Bara (REUTERS/Jason Lee)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara di pasar berjangka (kontrak) Rabu kemarin ditutup melemah lagi setelah reli dan mencetak rekor tertinggi sejak September tahun lalu. Walaupun melemah, posisi saat ini masih lebih tinggi dibanding rata-rata harga sejak kuartal IV-2019.

Kemarin, Rabu (15/1/2020) harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup melemah 1,41% ke level US$ 73,4/ton. Harga batu bara anjlok setelah mencetak rekor tertinggi di awal tahun pada 13 Januari di level US$ 77,15/ton.

Nyatanya penandatanganan kesepakatan dagang fase satu antara AS dan China tak membuat harga batu bara menguat. Padahal dalam salah satu poin kesepakatan adalah China akan membeli produk energi AS senilai US$ 52,4 miliar dalam dua tahun.


Pembelian produk energi AS oleh China pada 2020 ditargetkan mencapai US$ 18,5 miliar dan sisanya akan dilakukan di tahun 2020. CNBC International melaporkan bahwa produk energi yang akan dibeli China dari AS meliputi minyak bumi, LNG, batu bara dan produk lainnya.

Kabar ini tak membuat pasar batu bara bertenaga, padahal jelang kesepakatan diteken, tepatnya H-2 sebelum seremoni, harga batu bara cetak rekor. Kini seolah tenaganya habis. Bagaimanapun juga banyak yang skeptis terkait poin kesepakatan itu.

Reuters melaporkan, jika memang benar China akan membeli produk energi AS senilai US$ 18,5 miliar tahun ini, maka China harus mengimpor produk energi AS dua kali lebih besar setiap bulannya untuk tiap produk. Hal ini tak hanya dinilai tak realistis, tapi juga dapat merusak pasar.

Selain itu tanda tanya besar masih tersisa terutama pada tahap implementasi. Tak sampai di situ tarif juga masih tinggi. AS hanya mendiskon tarif menjadi setengahnya, dari 15% jadi 7,5% untuk produk China senilai US$ 120 miliar. Sementara produk AS lain senilai US$ 250 miliar masih terkena tarif sebesar 25%.


Hal ini membuat berbagai pihak jadi bertanya-tanya dan beranggapan bahwa kesepakatan yang dibuat keduanya ringkih serta tak menyasar inti utama permasalahan. Selain itu aktivitas perdagangan sejak awal tahun juga belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan secara signifikan.

Hal itu tercermin dari aktivitas impor negara-negara konsumen batu bara di kawasan Asia. Kinerja impor mingguan di kawasan ini masih belum sebaik tahun lalu. Impor batu bara China sejak awal bulan ini total mencapai 9 juta ton. Total impor tersebut masih lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 11,5 juta ton.

Beralih ke Negeri Sakura dan Negeri Ginseng, impor batu bara Jepang dan Korea Selatan sejak awal bulan tercatat masing-masing 5,1 juta ton dan 3,6 juta ton.

Jika dibanding periode yang sama tahun lalu maka jumlah tersebut lebih rendah, mengingat impor batu bara Jepang mencapai 6,1 juta ton dan Korea Selatan mencapai 5,9 juta ton. Impor batu bara India sejak awal tahun hingga kemarin mencapai 5,7 juta ton, menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 7,2 juta ton.



TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]




(twg/tas) Next Article Ukur Sentimen Pendorong Koreksi Harga Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular