Pekan Berat Dimulai, Emas Masih Simpan Potensi Melesat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 January 2020 14:46
Pekan Berat Dimulai, Emas Masih Simpan Potensi Melesat
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melemah pada perdagangan Senin (13/1/2020), di awal pekan yang akan berat bagi logam mulia. Pada pukul 14:25 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.553.01/troy ons, melemah 0,58% di pasar spot, melansir data Refinitiv. 

Penandatangan kesepakatan dagang fase I AS-China akan menjadi tantangan utama bagi emas. Kedua negara rencananya akan meneken kesepakatan dagang fase I pada Rabu (15/1/2020) di Washington. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh China pada pekan lalu.

"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.

Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.

Dalam kondisi tersebut, para investor biasanya akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil akan menjadi tidak menarik lagi, dan harganya biasanya akan tertekan.



Namun, bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons.

Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah priced in atau memfaktorkan hal tersebut.

Selain itu, Selasa (14/1/2020) besok AS akan merilis data inflasi. Setelah data tenaga kerja yang buruk pada hari Jumat (10/1/2020) lalu, data inflasi bisa jadi akan memberikan tenaga bagi emas untuk kembali menguat, jika hasilnya juga mengecewakan.

Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. Jika kedua data tersebut terus menunjukkan pelemahan, bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunga di tahun ini.

Salah satu alasan emas masih perkasa di penghujung 2019 adalah sikap The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Jika suku bunga berpeluang kembali dipangkas, emas tentunya akan melesat lagi.

Melihat grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD masih bergerak di kisaran rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), tetapi masih di atas MA 21 hari (garis merah), dan MA 125 hari (garis hijau).

emasGrafik: Emas (XAU/USD) Harian
Sumber: investing.com


Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun di wilayah positif, sementara histogramnya mengecil. Indikator ini menunjukkan emas mulai kehabisan momentum penguatan.

emasGrafik: Emas (XAU/USD) 1 Jam
Sumber: investing.com


Pada time frame 1 jam, emas bergerak di bawah MA 8 dan MA 21, tetapi di bawah MA 125. Indikator Stochastic bergerak turun dan berada di wilayah jenuh jual (oversold).



Emas kini di dekat US$ 1.551/troy ons yang merupakan support (tahanan bawah) terdekat. Selama tertahan di atas level tersebut, emas berpeluang memangkas pelemahan ke US$ 1.558/troy ons, melihat indikator Stochastic yang oversold.

Jika level tersebut berhasil dilewati dengan konsisten, emas berpeluang menguat menuju level kunci US$ 1.569/troy ons. Sementara jika support berhasil ditembus, emas berisiko turun semakin dalam ke US$ 1.545 sampai 1.540/troy ons. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular