
Pekan Berat Dimulai, Emas Masih Simpan Potensi Melesat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 January 2020 14:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melemah pada perdagangan Senin (13/1/2020), di awal pekan yang akan berat bagi logam mulia. Pada pukul 14:25 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.553.01/troy ons, melemah 0,58% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Penandatangan kesepakatan dagang fase I AS-China akan menjadi tantangan utama bagi emas. Kedua negara rencananya akan meneken kesepakatan dagang fase I pada Rabu (15/1/2020) di Washington. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh China pada pekan lalu.
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Dalam kondisi tersebut, para investor biasanya akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil akan menjadi tidak menarik lagi, dan harganya biasanya akan tertekan.
Namun, bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons.
Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah priced in atau memfaktorkan hal tersebut.
Selain itu, Selasa (14/1/2020) besok AS akan merilis data inflasi. Setelah data tenaga kerja yang buruk pada hari Jumat (10/1/2020) lalu, data inflasi bisa jadi akan memberikan tenaga bagi emas untuk kembali menguat, jika hasilnya juga mengecewakan.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. Jika kedua data tersebut terus menunjukkan pelemahan, bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunga di tahun ini.
Salah satu alasan emas masih perkasa di penghujung 2019 adalah sikap The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Jika suku bunga berpeluang kembali dipangkas, emas tentunya akan melesat lagi.
Penandatangan kesepakatan dagang fase I AS-China akan menjadi tantangan utama bagi emas. Kedua negara rencananya akan meneken kesepakatan dagang fase I pada Rabu (15/1/2020) di Washington. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh China pada pekan lalu.
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Dalam kondisi tersebut, para investor biasanya akan kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil akan menjadi tidak menarik lagi, dan harganya biasanya akan tertekan.
Namun, bukan berarti emas tidak bisa menguat lagi. Untuk diketahui di penghujung 2019 saat bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi, harga emas yang seharusnya mengalami tekanan justru menguat, bahkan mengakhiri tahun 2019 di atas level US$ 1.500/troy ons.
Hal ini menunjukkan, emas masih cukup berkilau di mata investor. Apalagi jika melihat kesepakatan dagang fase I yang sudah didengungkan sejak akhir tahun lalu, ada kemungkinan harga emas saat ini sudah priced in atau memfaktorkan hal tersebut.
Selain itu, Selasa (14/1/2020) besok AS akan merilis data inflasi. Setelah data tenaga kerja yang buruk pada hari Jumat (10/1/2020) lalu, data inflasi bisa jadi akan memberikan tenaga bagi emas untuk kembali menguat, jika hasilnya juga mengecewakan.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. Jika kedua data tersebut terus menunjukkan pelemahan, bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunga di tahun ini.
Salah satu alasan emas masih perkasa di penghujung 2019 adalah sikap The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Jika suku bunga berpeluang kembali dipangkas, emas tentunya akan melesat lagi.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular