
Dolar Babak Belur, Rupiah Berjihad Menembus Rp 13.600/US$
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2020 08:35

Data tenaga kerja AS yang buruk menambah tekanan bagi dolar AS. Data tersebut dirilis pada Jumat malam saat pasar Indonesia sudah ditutup, sehingga baru akan berdampak pada perdagangan Senin besok.
Departemen Tenaga Kerja AS pada pukul 20:30 WIB melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.
Indeks dolar pada perdagangan Jumat melemah 0,1% usai rilis data tersebut padahal tiga hari sebelumnya menguat 0,81%. Rupiah bisa memanfaatkan dolar yang sedang loyo untuk kembali menguat.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. The Fed akhir tahun lalu yang menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan di tahun ini.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Jika data inflasi kembali mengecewakan, dengan kata lain pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi, probabilitas The Fed kembali memangkas suku bunga di tahun ini tentunya akan meningkat, dan dolar akan semakin tertekan.
Kemudian yang paling ditunggu-tunggu pelaku pasar di pekan ini adalah penandatangan kesepakatan dagang AS-China pada Rabu (15/1/2020).
Pemerintah Beijing memastikan akan menandatangani kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari mendatang.
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi. Indonesia bisa menjadi tujuan investasi yang menarik, dan rupiah akan mendapat tenaga untuk menguat, dan berpeluang ke kisaran Rp 13.600-an per dolar AS di pekan depan.
(pap/pap)
Departemen Tenaga Kerja AS pada pukul 20:30 WIB melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. The Fed akhir tahun lalu yang menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan di tahun ini.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Jika data inflasi kembali mengecewakan, dengan kata lain pertumbuhannya lebih rendah dari prediksi, probabilitas The Fed kembali memangkas suku bunga di tahun ini tentunya akan meningkat, dan dolar akan semakin tertekan.
Kemudian yang paling ditunggu-tunggu pelaku pasar di pekan ini adalah penandatangan kesepakatan dagang AS-China pada Rabu (15/1/2020).
Pemerintah Beijing memastikan akan menandatangani kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari mendatang.
"Karena undangan dari AS, Liu He (Wakil Perdana Menteri China) akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP.
Kesepakatan dagang fase I bisa menjadi awal berakhirnya perang dagang antara AS dengan China yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018, dan membuat perekonomian global melambat. Ketika perang dagang resmi berakhir, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi. Indonesia bisa menjadi tujuan investasi yang menarik, dan rupiah akan mendapat tenaga untuk menguat, dan berpeluang ke kisaran Rp 13.600-an per dolar AS di pekan depan.
(pap/pap)
Next Page
Teknikal Mendukung Penguatan Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular