Dana Jiwasraya Disebut untuk Pemilu, Arya: Tak Masuk Akal

Monica Wareza, CNBC Indonesia
08 January 2020 11:23
Saat Pilpres Jiwasraya sudah mengalami masalah likuiditas di waktu yang hampir bersamaan dengan masa kampanye dimulai.
Foto: Arya Sinulingga. (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai pernyataan yang menyebutkan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) digunakan mendanai kampanye Pilpres 2019 tak masuk akal. Pasalanya, saat Pilpres Jiwasraya sudah mengalami masalah likuiditas di waktu yang hampir bersamaan dengan masa kampanye dimulai.

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan perusahaan asuransi pelat merah ini mengumumkan gagal bayar sejak Oktober 2018, artinya masalah likuiditas ini sudah terjadi sejak sebelum perusahaan mengumumkan hal tersebut.

"Yang pertama kan bahwa Oktober 2018 mereka sudah ga mampu bayar ke nasabah, sudah ada ketidakmampuan likuiditas buat bayar nasabahnya. Sementara kan kampanye 2018 juga Agustus sampai 2019 jadi kan cukup naif kalau dikatakan Jiwasraya memberikan uang kepada kampanye pemilu, kan tidak mungkin. Tidak logis," kata Arya, Rabu (8/1/2020).

Adapun menurut versi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masalah keuangan di Jiwasraya sudah mulai muncul sejak 2004 dimana perusahaan ini melaporkan cadangan yang lebih kecil daripada seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,769 triliun.

Lalu kemudian pada 2006 berdasarkan laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban. Oleh karenanya, BPK memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan 2006 dan 2007 karena penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.

Dua tahun kemudian di 2008-2009 defisit keuangan Defisit semakin lebar yaitu berturut-turut Rp 5,7 triliun di 2008 dan Rp 6,3 triliun di 2009. Maka di tahun 2009 mulai dilakukan langkah-langkah penyelamatan jangka pendek (re-asuransi).

Masalah keuangan ini terus berlanjut namun perusahaan tetap mempertahankan keberlangsungan usahanya atas permintaan dari kementerian BUMN. Untuk menghindari masalah tersebut, perusahaan akhirnya menerapkan skema financial re-asuransi dan akhirnya berhasil mencatat surplus.

Per 31 Desember 2012, dengan skema financial re-asuransi, JS masih mencatat surplus sebesar Rp 1,6 triliun. Namun tanpa skema finansial re-asuransi maka JS mengalami defisit Rp 3,2 triliun.

[Gambas:Video CNBC]




(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular