Harga Minyak Melejit, Ini Sektor Saham yang Bisa Terimbas

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 January 2020 16:14
Harga Minyak Melejit, Ini Sektor Saham yang Bisa Terimbas
Foto: Kebakaran di sebuah perusahaan minyak Aramco akibat serangan pesawat tak berawak oleh kelompok Houthi Yaman-Iran di Buqayq, Arab Saudi (14/9/2019). (Social Media/ via Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia melejit dalam beberapa waktu terakhir.

Pada perdagangan hari Jumat (3/1/2020), harga minyak mentah WTI kontrak acuan menguat hingga 3,06% ke level US$ 63,05/barel, sementara harga minyak brent kontrak acuan terapresiasi 3,55% ke level US$ 68,6/barel.

Kemudian pada perdagangan hari Senin (6/1/2020), harga minyak mentah WTI kontrak acuan menguat 0,35% ke level US$ 63,27/barel, sementara harga minyak brent kontrak acuan naik 0,45% ke level US$ 68,91/barel.

Memang, harga minyak mentah terkoreksi pada perdagangan hari ini, Selasa (7/1/2020). Hingga berita ini diturunkan harga minyak mentah WTI kontrak acuan ambruk 1,2% ke level US$ 62,51/barel, sementara harga minyak brent kontrak acuan terkoreksi 1,23% ke level US$ 68,06/barel.

Namun tetap saja, jika dihitung sejak hari Jumat hingga berita ini diturunkan, harga minyak mentah WTI kontrak acuan masih menguat 2,17%, sementara harga minyak brent kontrak acuan terkerek 2,73%.



Kinclongnya kinerja harga minyak mentah dunia dalam beberapa waktu terakhir dipicu oleh memanasnya tensi geopolitik antara AS dengan Iran.

Seperti yang diketahui, pada Jumat pagi waktu Indonesia AS diketahui telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.

Iran pun tak tinggal diam atas langkah keras yang diambil AS yakni membunuh Soleimani. Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2020).

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

Pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), Presiden AS Donald Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.

Harga Minyak Melejit, Ini Sektor Saham yang Babak BelurFoto: Twitter Donald Trump

Dalam risetnya yang dipublikasikan pada hari Jumat, Eurasia Group mengatakan bahwa memanasnya tensi antara AS dan Iran akan membuat harga minyak mentah bergerak ke kisaran US$ 70/barel dan bertahan di sana.

"Satu hal yang pasti: Iran akan merespons," tulis para analis dari Eurasia Group dalam risetnya, seperti dikutip dari CNBC International.

"Kami memproyeksikan gesekan dalam level moderat hingga rendah untuk berlangsung selama setidaknya satu bulan dan kemungkinan akan terbatas di Irak. Kelompok militer yang dibekingi oleh Iran akan menyerang markas-markas militer AS dan sejumlah tentara AS akan terbunuh; AS akan membalas dengan serangan-serangan di Irak."

Namun, Eurasia Group memproyeksikan bahwa harga minyak mentah bisa melejit hingga ke level US$ 80/barel jika konflik merembet ke ladang minyak di bagian selatan Irak atau jika Iran kian gencar memberikan gangguan terhadap kapal-kapal yang melintas di Timur Tengah.

Seperti yang diketahui, harga minyak mentah dunia sempat melejit pada pertengahan Juni 2019 pasca dua buah kapal tanker yang tengah mengangkut naphta dan metanol diserang di perairan Fujairah, Selat Hormuz. Meskipun tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, dua kapal tersebut terbakar dan rusak parah.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Dirinya mengatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data intelijen, jenis senjata yang digunakan, dan tingkat kesulitan penyerangan.

Ketika kondisi di Timur Tengah memanas, terlebih di Selat Hormuz, perusahaan-perusahaan kargo akan semakin takut untuk melakukan operasi pengiriman melalui wilayah tersebut. Diketahui bahwa seperlima konsumsi minyak global didistribusikan melalui Selat Hormuz.

Jika tensi antara AS dengan Iran semakin memanas, memang harga minyak mentah berpotensi untuk terus mencetak apresiasi di masa depan.
Terhitung dalam periode 3-6 Januari 2020 ketika harga minyak mentah sedang melaju dengan kencang, mayoritas sektor saham yang ada di Indonesia membukukan koreksi. Dari 10 sektor saham yang ada di Indonesia, hanya tiga yang bisa menguat, sementara sebanyak tujuh lainnya membukukan koreksi.

Koreksi terdalam dialami oleh sektor agrikultur yang ambruk 2,64%, diikuti oleh sektor aneka industri yang terkoreksi 1,75%.



Dalam periode 3-6 Januari 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terkoreksi sebesar 0,42%. Dalam periode tersebut, sektor jasa keuangan terbukti berkontribusi besar dalam menekan kinerja IHSG.

Walaupun koreksi indeks sektor jasa keuangan hanya 0,71%, relatif kecil jika dibandingkan dengan koreksi pada sektor-sektor lainnya, patut dicatat bahwa sejauh ini sektor jasa keuangan merupakan sektor dengan bobot terbesar dalam pembentukan IHSG.

Per akhir 2019, sektor jasa keuangan berkontribusi sebesar 34,6% terhadap total kapitalisasi pasar IHSG, diikuti oleh sektor barang konsumsi di posisi dua dengan kontribusi sebesar 16,16%.

Jadi, wajar saja jika sektor jasa keuangan berkontribusi besar dalam menekan kinerja IHSG, terlepas dari koreksinya yang relatif kecil jika dibandingkan dengan koreksi pada sektor-sektor lainnya.

Dalam periode 3-6 Januari 2020, harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkoreksi 1,94%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar ketiga bagi koreksi IHSG dalam periode tersebut yang sebesar 0,42%.

Di posisi lima dan delapan, ada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Harga saham BBRI jatuh 0,91%, sementara harga saham BBNI melemah 1,93%. Sebagai catatan, harga minyak mentah melejit dalam periode 3-6 Januari 2020 seiring dengan memanasnya tensi antara AS dengan Iran yang dikhawatirkan akan menggangu pasokan, bukan karena tingginya permintaan.

Kalau harga minyak melejit karena perekonomian sedang ‘panas’ (permintaan atas minyak tinggi), seharusnya ada peluang harga saham perbankan akan menguat.

Pasalnya, sektor jasa keuangan, utamanya perbankan, memang begitu krusial bagi perekonomian tanah air, seiring dengan sifatnya sebagai intermediasi keuangan (menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan ke pihak yang membutuhkan).

Ketika perekonomain sedang ‘panas’, penyaluran kredit perbankan berpotensi terkerek naik dan membuat valuasinya lebih tinggi (harga sahamnya naik).

Kini, perekonomian Indonesia bisa dibilang sedang loyo. Untuk diketahui, pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun di tahun 2019, laju perekonomian begitu lesu.

Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.

Lantas, laju pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk menyamai capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, melejitnya harga minyak mentah dalam periode 3-6 Januari 2019 dipicu oleh memanasnya tensi antara AS dengan Iran yang dikhawatirkan akan menggangu pasokan.

Berbicara mengenai memanasnya tensi antara AS dengan Iran yang yang dikhawatirkan akan menggangu pasokan, ada kekhawatiran yang besar bahwa AS akan kembali berperang melawan negara Timur Tengah.

Jika ini yang terjadi, perputaran roda perekonomian AS akan menjadi lebih lambat. Mengingat AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, pastilah tekanan terhadap perekonomian AS akan memperngaruhi laju perekonomian negara-negara lain dengan signifikan, termasuk Indonesia.

Saat ini saja, penyaluran kredit perbankan sudah lemah. Per akhir kuartal III-2018, penyaluran kredit dari Bank Mandiri, BRI, dan BNI tercatat tumbuh masing-masing sebesar 13,8%, 16,5%, dan 15,6% jika dibandingkan dengan posisi per akhir kuartal III-2017. Per akhir kuartal III-2019, pertumbuhannya menyusut menjadi masing-masing sebesar 7,8%, 11,6%, dan 14,7% (dibandingkan posisi per akhir kuartal III-2018).



Seiring dengan lesunya penyaluran kredit, laba bersih pun tertekan. Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, laba bersih dari Bank Mandiri, BRI, dan BNI memang masih tumbuh jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya, yakni masing-masing sebesar 11,9%, 5,4%, dan 4,7%.

Namun, pertumbuhannya jauh menipis jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018. Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, laba bersih Bank Mandiri melesat 20,1% secara tahunan, laba bersih BRI melejit 14,6%, dan laba bersih BNI melonjak 12,6%.



Jika lesunya laju perekonomian akibat perang dikombinasikan dengan tingginya harga minyak mentah yang merupakan sumber energi utama, tentu laju perekonomian bisa menjadi semakin loyo.

Ujung-ujungnya, saham-saham perbankan bisa terus dilego pelaku pasar dan membebani IHSG.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular