Dibayangi World War 3, Masihkah IHSG Bisa Hijau di Januari?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 January 2020 10:46
Dibayangi World War 3, Masihkah IHSG Bisa Hijau di Januari?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2019 telah terlewati dan kini perdagangan di tahun 2020 sudah dimulai.

Di sepanjang bulan Desember, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terbilang menggembirakan. Di sepanjang bulan Desember, IHSG meroket hingga 4,79%.

Seiring dengan terdongkraknya IHSG di bulan Desember, imbal hasil untuk keseluruhan tahun 2019 menjadi positif, tepatnya sebesar 1,7%. Sebagai catatan, hingga akhir November 2019 IHSG masih membukukan koreksi sebesar 2,95%.

Memasuki bulan Januari, kinerja IHSG tak bisa dibilang menggembirakan. Pada perdagangan hari ini, Senin (6/1/2020), IHSG ambruk 1,02% ke level 6.258,87. Jika dihitung semenjak posisi akhir 2019 hingga ketika berita ini ditulis, IHSG membukukan koreksi sebesar 0,65%.


Jika berkaca kepada sejarah, ternyata bulan Januari bisa dikatakan sebagai bulan yang bersahabat bagi pelaku pasar saham Tanah Air. Dalam 10 tahun terakhir (2010-2019), IHSG hanya dua kali membukukan imbal hasil negatif secara bulanan pada bulan Januari, yakni pada tahun 2011 dan 2017.

Apresiasi terbaik IHSG pada bulan Januari terjadi pada tahun 2019 atau tahun lalu. Per akhir Januari 2019, IHSG melejit hingga 5,46% jika dibandingkan dengan posisi per akhir Desember 2018.

Jika dirata-rata, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 1,58% secara bulanan pada bulan Januari.



Jadi, jika berkaca kepada sejarah, sejatinya bulan Januari merupakan bulan yang baik untuk mengoleksi saham-saham di Tanah Air.

[Gambas:Video CNBC]

Walaupun sejarah menunjukkan bahwa bulan Januari merupakan bulan yang baik untuk mengoleksi saham-saham di Tanah Air, pada tahun ini kondisinya bisa jadi berbeda.

Seperti yang sudah disebutkan di halaman satu, jika dihitung semenjak posisi akhir 2019 hingga ketika berita ini diturunkan, IHSG membukukan koreksi sebesar 0,65%.

Panasnya tensi geopolitik antara AS dengan Iran menjadi faktor yang berpotensi membuat kinerja IHSG tak lagi baik di bulan Januari.

Pada Jumat pagi waktu Indonesia (3/1/2020), CNBC International melaporkan bahwa AS telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Eskalasi tersebut menandai semakin terpecahnya AS dengan Iran.

Mengutip CNBC International, Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.



Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga dilaporkan meninggal dunia. Laporan dari CNBC International tersebut mengutip pemberitaan dari stasiun televisi di Irak, beserta pejabat pemerintahan.

Melansir Bloomberg, serangan udara yang diluncurkan oleh AS terjadi di dekat bandara internasional Baghdad.

Memasuki siang hari waktu Indonesia, Pentagon mengonfirmasi tewasnya Soleimani. Pentagon mengonfirmasi bahwa Soleimani tewas dalam sebuah serangan yang diluncurkan AS menggunakan drone.

"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya.

"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.

Iran pun tak tinggal diam. Dalam pernyataanya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.

"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

Serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad merupakan respons AS atas serangan yang diluncurkan iran di kedutaan besar AS di Irak. Pada pekan kemarin, seorang kontraktor asal AS diketahui tewas dalam serangan roket di markas militer Irak di Kirkuk.

Pembunuhan terhadap kontraktor asal AS tersebut kemudian direspons AS dengan menyerang pasukan militer yang dibekingi Iran di Irak. Selepas itu, kedutaan besar AS di Irak diserang oleh Kataeb Hezbollah, kelompok milisi yang dibekingi oleh Iran.

Pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), tensi antara AS dengan Iran semakin memanas.

Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.

Dibayangi World War 3, Masihkah IHSG Bisa Hijau di Januari?Foto: Twitter Donald Trump

Kemudian, Iran mengatakan bahwa pihaknya akan semakin mengurangi kepatuhan terhadap pakta nuklir internasional. Sebagai informasi, pada tahun 2015 pemerintahan Presiden Barack Obama sukses membrokeri pakta nuklir internasional dengan Iran.

Melalui pakta nuklir internasional tersebut, sanksi ekonomi yang diberikan terhadap Iran dicabut, termasuk sanksi yang memangkas ekspor minyak mentah hingga sekitar 50%. Sebagai gantinya, Iran setuju untuk membatasi program pengembangan nuklir serta memperbolehkan inspektor internasional untuk meninjau fasilitas pengembangan nuklirnya.

Namun, kini Iran memutuskan untuk tak mengindahkan batasan apapun yang diatur dalam pakta nuklir internasional terkait dengan jumlah pengayaan nuklir yang boleh mereka eksekusi.

Sebelumnya pada tahun 2018, tensi antara AS dan Iran sudah panas kala AS menarik diri dari pakta nuklir internasional secara unilateral. Menurut Trump, kesepakatan tersebut tak cukup dalam membatasi ruang gerak Iran. AS pun pada akhirnya kembali mengenakan sanksi ekonomi bagi Tehran.

Walaupun AS mundur dari pakta nuklir internasional, Iran masih mencoba bersabar dengan hanya mengabaikan sebagian komitmen yang dimuat dalam pakta tersebut. Kini, Iran akan secara total mengabaikan batasan apapun terkait dengan jumlah pengayaan nuklir yang boleh mereka eksekusi. Simpelnya, pengembangan senjata nuklir oleh Iran kini menjadi tak dibatasi lagi.

Dengan mencermati terus memanasnya tensi antara AS dengan Iran, rasanya capaian apik yang biasanya dibukukan oleh IHSG pada bulan Januari tak akan terasa di tahun 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular