
Catat! Harga Minyak Mentah Diramal Bakal Kinclong di 2020
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 January 2020 14:01

Kabar teranyar menyebutkan penandatanganan dan seremoni akan dilakukan pada 15 Januari 2020 di Gedung Putih yang akan dihadiri oleh kedua perwakilan dagang tertinggi antara kedua negara. Hal tersebut disampaikan langsung Presiden AS Donald Trump melalui cuitannya di twitter.
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump di Twitter.
Menurut Peter Navarro selaku penasihat perdagangan Gedung Putih, kesepakatan perdagangan fase satu akan memuat dokumen setebal 86 halaman. Isinya antara lain membahas larangan pemaksaan transfer teknologi dan menyinggung soal manipulasi mata uang.
Baca : 'Trump: Kesepakatan Dagang AS-China Diteken 15 Januari'
Perang dagang yang terjadi telah membuat ekonomi global mengalami turbulensi. Ekonomi AS dan China juga terkena dampaknya. Sektor manufaktur kedua negara dengan konsumsi minyak terbesar di dunia mengalami kontraksi. Hal tersebut tercermin dari angka indeks PMI manufaktur kedua negara yang berada di bawah angka 50.
Ketika kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia kembali rujuk, harapan ekonomi global akan kembali pulih. Perang dagang antara keduanya telah membuat volume perdagangan terkontraksi dan perekonomian global melambat.
Faktor kedua yang membuat harga emas naik jelang akhir tahun adalah keputusan OPEC+ untuk menambah volume pemangkasan produksi minyak pada pertemuan 5-6 Desember lalu di Vienna. OPEC+ memutuskan untuk menambah pemangkasan produksi minyak 500 ribu bpd. Artinya mulai 1 Januari 2020, produksi minyak OPEC+ harus terpangkas 1,7 juta bpd.
Tujuan utama pemangkasan produksi minyak adalah untuk menstabilkan pasar. Dua faktor di atas diperkirakan juga masih akan membuat harga minyak mentah bergerak ke utara pada 2020. Hal tersebut disampaikan oleh dua bank investasi global yaitu JP Morgan dan Goldman Sachs.
JP Morgan memperkirakan akan terjadi defisit minyak hingga 200 ribu bpd tahun 2020. Padahal di bulan September JP Morgan meramal tahun depan akan diwarnai oversuplly hingga 600 ribu bpd. JP Morgan meramal harga minyak mentah Brent berada di level US$ 64,5/barel sementara minyak WTI bertengger di US$ 59/barel.
Tak jauh berbeda dengan JP Morgan, Goldman Sachs juga meramalkan hal yang mirip. Akibat upaya OPEC+ untuk memangkas produksi minyak lebih dalam, Goldman Sachs memperkirakan harga minyak mentah Brent bisa mencapai US$ 63/barel dan minyak WTI mencapai US$ 58,5/barel.
Walaupun harga minyak diramal naik tahun depan, dua faktor tersebut harus tetap menjadi perhatian. Pertama, walau AS-China sepakati perjanjian dagang fase satu, poin detail kesepakatan yang tertuang dalam dokumen perjanjian masih belum diungkap lengkap isinya.
Dampak kesepakatan awal terhadap perekonomian global juga masih perlu dicermati. Apakah signifikan atau tidak. Tak sampai di situ saja, kesepakatan yang dibuat masih ‘awal’ masih ada kesepakatan-kesepakatan dan perundingan lanjutan, sebelum kata damai benar-benar terucap dari kedua belah pihak.
Walau pemangkasan produksi oleh OPEC+ capaian rata-ratanya dari Januari-November mencapai 109%. Namun, beberapa negara OPEC dan koleganya masih memiliki komitmen yang rendah terhadap kesepakatan yang dibuat tersebut. Buktinya Kongo, Ekuador, Gabon, Iraq, Nigeria, Malaysia, Oman, Rusia, Sudan Selatan dan Sudan memiliki capaian rata-rata bulanan di bawah 100%.
Hal tersebutlah yang sempat membuat Arab Saudi sempat geram karena harus mengompensasi tindakan melanggar kuota produksi minyak tersebut dengan pemangkasan minyak lebih dalam. Walau OPEC+ sepakat memangkas lebih dalam produksi minyak 1,7 juta bpd tahun depan, komitmen dari negara-negara yang terikat juga harus tetap jadi sorotan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump di Twitter.
Menurut Peter Navarro selaku penasihat perdagangan Gedung Putih, kesepakatan perdagangan fase satu akan memuat dokumen setebal 86 halaman. Isinya antara lain membahas larangan pemaksaan transfer teknologi dan menyinggung soal manipulasi mata uang.
Baca : 'Trump: Kesepakatan Dagang AS-China Diteken 15 Januari'
Ketika kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia kembali rujuk, harapan ekonomi global akan kembali pulih. Perang dagang antara keduanya telah membuat volume perdagangan terkontraksi dan perekonomian global melambat.
Faktor kedua yang membuat harga emas naik jelang akhir tahun adalah keputusan OPEC+ untuk menambah volume pemangkasan produksi minyak pada pertemuan 5-6 Desember lalu di Vienna. OPEC+ memutuskan untuk menambah pemangkasan produksi minyak 500 ribu bpd. Artinya mulai 1 Januari 2020, produksi minyak OPEC+ harus terpangkas 1,7 juta bpd.
Tujuan utama pemangkasan produksi minyak adalah untuk menstabilkan pasar. Dua faktor di atas diperkirakan juga masih akan membuat harga minyak mentah bergerak ke utara pada 2020. Hal tersebut disampaikan oleh dua bank investasi global yaitu JP Morgan dan Goldman Sachs.
JP Morgan memperkirakan akan terjadi defisit minyak hingga 200 ribu bpd tahun 2020. Padahal di bulan September JP Morgan meramal tahun depan akan diwarnai oversuplly hingga 600 ribu bpd. JP Morgan meramal harga minyak mentah Brent berada di level US$ 64,5/barel sementara minyak WTI bertengger di US$ 59/barel.
Tak jauh berbeda dengan JP Morgan, Goldman Sachs juga meramalkan hal yang mirip. Akibat upaya OPEC+ untuk memangkas produksi minyak lebih dalam, Goldman Sachs memperkirakan harga minyak mentah Brent bisa mencapai US$ 63/barel dan minyak WTI mencapai US$ 58,5/barel.
Walaupun harga minyak diramal naik tahun depan, dua faktor tersebut harus tetap menjadi perhatian. Pertama, walau AS-China sepakati perjanjian dagang fase satu, poin detail kesepakatan yang tertuang dalam dokumen perjanjian masih belum diungkap lengkap isinya.
Dampak kesepakatan awal terhadap perekonomian global juga masih perlu dicermati. Apakah signifikan atau tidak. Tak sampai di situ saja, kesepakatan yang dibuat masih ‘awal’ masih ada kesepakatan-kesepakatan dan perundingan lanjutan, sebelum kata damai benar-benar terucap dari kedua belah pihak.
Walau pemangkasan produksi oleh OPEC+ capaian rata-ratanya dari Januari-November mencapai 109%. Namun, beberapa negara OPEC dan koleganya masih memiliki komitmen yang rendah terhadap kesepakatan yang dibuat tersebut. Buktinya Kongo, Ekuador, Gabon, Iraq, Nigeria, Malaysia, Oman, Rusia, Sudan Selatan dan Sudan memiliki capaian rata-rata bulanan di bawah 100%.
![]() |
Hal tersebutlah yang sempat membuat Arab Saudi sempat geram karena harus mengompensasi tindakan melanggar kuota produksi minyak tersebut dengan pemangkasan minyak lebih dalam. Walau OPEC+ sepakat memangkas lebih dalam produksi minyak 1,7 juta bpd tahun depan, komitmen dari negara-negara yang terikat juga harus tetap jadi sorotan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular