
BI Jelaskan Kenapa Rupiah Bisa Powerfull di Rp 13.800/US$
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 December 2019 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) buka suara perihal keperkasaan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di penghujung tahun. Mata uang Garuda jelang tutup tahun, menunjukkan kehebatannya terhadap dolar AS.
Bank Indonesia (BI) sebagai garda terdepan penjaga stabilitas nilai tukar memandang bahwa penguatan ini memang sudah seharusnya terjadi, mengingat global yang mulai kondusif kendati harus tetap diwaspadai.
Hal ini dikemukakan Direktur Eksekutif Operasi Moneter BI Nanang Hendarsah melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (31/12/2019).
"Penguatan rupiah yang cukup signifikan di penghujung akhir tahun 2019 di bawah Rp 13.900 memang seharusnya terjadi karena di dukung oleh kondisi faktor global yang mulai kondusif," kata Nanang.
"Meskipun tetap harus diwaspadai pengaruh musiman akhir tahun, valuasi aset finansial domestik yang tetap menarik, serta faktor teknikal," jelasnya.
Negosiasi konflik dagang antara AS dan China fase pertama memang saat ini mulai menemukan titik temu. Sementara itu, The Federal Reserve sudah memberikan arah yang jelas mengenai pergerakan suku bunga ke depan.
"Sejumlah indikator ekonomi di berbagai negara juga mengindikasikan proses pelemahan yang mereda," kata Nanang.
Ketiga faktor ini, sambung Nanang, memicu aksi flight from quality to aset yang dianggap paling aman seperti US Treasury Bond dan emas ke saham dan sebagian besar aset finansial yang dianggap berisiko di negara berkembang.
Tak hanya itu, kondisi ini juga memicu para investor di pasar keuangan global yang selama ini menumpuk posisi long di spot dan NDF, berbalik arah dengan melikuidasi posisi long baik di pasar spot maupun NDF.
"Tidak mengherankan index dollar DXY terus merosot tajam dan terjadi aksi unwinding posisi long NDF dalam jumlah besar-besaran, menyebabkan level kurs NDF di pasar luar negeri terus merosot bahkan sering terjadi di bawah kurs spot rupiah,"
"Di dalam negeri, kurs spot yang turun juga ditopang oleh pasokan devisa dari para eksportir yang terus melakukan penjualan karena ekspektasi rupiah akan menguat," tegas Nanang.
Di samping itu, para pelaku pasar domestik, khususnya Treasury Bank juga memelihara posisi long dolar menjadi costly karena menghasilkan negative carry di mana suku bunga dolar yang jauh lebih rendah dari suku bunga rupiah.
"Di tengah menguatnya rupiah, BI akan tetap memantau dan memberikan ruang penguatan rupiah lebih lanjut, yang didukung oleh mekanisme pasar yang berjalan efisien," kata Nanang.
(roy/roy) Next Article BI Pamer Bisa Bikin Rupiah Menguat 2,9% di 2019
Bank Indonesia (BI) sebagai garda terdepan penjaga stabilitas nilai tukar memandang bahwa penguatan ini memang sudah seharusnya terjadi, mengingat global yang mulai kondusif kendati harus tetap diwaspadai.
"Meskipun tetap harus diwaspadai pengaruh musiman akhir tahun, valuasi aset finansial domestik yang tetap menarik, serta faktor teknikal," jelasnya.
Negosiasi konflik dagang antara AS dan China fase pertama memang saat ini mulai menemukan titik temu. Sementara itu, The Federal Reserve sudah memberikan arah yang jelas mengenai pergerakan suku bunga ke depan.
"Sejumlah indikator ekonomi di berbagai negara juga mengindikasikan proses pelemahan yang mereda," kata Nanang.
Ketiga faktor ini, sambung Nanang, memicu aksi flight from quality to aset yang dianggap paling aman seperti US Treasury Bond dan emas ke saham dan sebagian besar aset finansial yang dianggap berisiko di negara berkembang.
Tak hanya itu, kondisi ini juga memicu para investor di pasar keuangan global yang selama ini menumpuk posisi long di spot dan NDF, berbalik arah dengan melikuidasi posisi long baik di pasar spot maupun NDF.
"Tidak mengherankan index dollar DXY terus merosot tajam dan terjadi aksi unwinding posisi long NDF dalam jumlah besar-besaran, menyebabkan level kurs NDF di pasar luar negeri terus merosot bahkan sering terjadi di bawah kurs spot rupiah,"
"Di dalam negeri, kurs spot yang turun juga ditopang oleh pasokan devisa dari para eksportir yang terus melakukan penjualan karena ekspektasi rupiah akan menguat," tegas Nanang.
Di samping itu, para pelaku pasar domestik, khususnya Treasury Bank juga memelihara posisi long dolar menjadi costly karena menghasilkan negative carry di mana suku bunga dolar yang jauh lebih rendah dari suku bunga rupiah.
"Di tengah menguatnya rupiah, BI akan tetap memantau dan memberikan ruang penguatan rupiah lebih lanjut, yang didukung oleh mekanisme pasar yang berjalan efisien," kata Nanang.
(roy/roy) Next Article BI Pamer Bisa Bikin Rupiah Menguat 2,9% di 2019
Most Popular