Rangkuman Bursa Saham 2019

Nyaris Terburuk di Asia, IHSG Menanggung Beban Berat di 2019

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 December 2019 12:13
Laju Perekonomian Lesu
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Laju perekonomian yang begitu lesu menjadi faktor utama yang membuat IHSG kurang bertenaga di tahun 2019.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun di tahun 2019, laju perekonomian begitu lesu.

Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.

Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh sesuai dengan outlook yang dipatok pemerintah di level 5,2%. Bahkan, hampir pasti bahwa pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih rendah dari capaian tahun 2018 yang mencapai 5,17%.

Dampak dari lesunya laju perekonomian kemudian terefleksikan di kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satunya yang bergerak di bidang perbankan.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, laba bersih dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memang masih tumbuh jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya, yakni masing-masing sebesar 11,9%, 5,4%, dan 4,7%.

Namun, pertumbuhannya jauh menipis jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018. Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, laba bersih Bank Mandiri melesat 20,1% secara tahunan, laba bersih BRI melejit 14,6%, dan laba bersih BNI melonjak 12,6%.



Menipisnya pertumbuhan laba bersih dari ketiga bank pelat merah tersebut salah satunya dipicu oleh perlambatan pertumbuhan di pos pendapatan bunga bersih/net interest income yang merupakan pos pendapatan utama mereka.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, pendapatan bunga bersih dari BRI dan BNI tercatat tumbuh masing-masing sebesar 4,6%, dan 3,3% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut jauh melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018.

Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, pendapatan bunga bersih dari BRI dan BNI tumbuh di level 6,6% dan 10,6%.

Tercatat, hanya Bank Mandiri yang mampu membukukan kenaikan pertumbuhan pendapatan bunga bersih pada sembilan bulan pertama tahun ini, yakni menjadi 8,9%, dari yang sebelumnya 3,9% pada sembilan bulan pertama tahun 2018. Namun tetap saja, lonjakan pertumbuhan pendapatan bunga bersih nyatanya tak mampu mengerek pertumbuhan laba bersih Bank Mandiri.



Tak heran jika pendapatan bunga bersih dari BRI dan BNI melorot. Pasalnya, marjin bunga bersih/net interest margin (NIM) dari keduanya begitu tertekan pada tahun ini. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, NIM BRI jatuh hingga 60 basis poin (bps) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sementara NIM dari BNI turun 40 bps.

Sebagai informasi, NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.

Tak berlebihan jika NIM dikatakan sebagai 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.



Sudah marjin menipis, seperti yang sudah disebutkan di atas, perbankan dihadapkan dengan kondisi perekonomian yang lesu yang membuat penyaluran kredit tertekan. Per akhir kuartal III-2018, penyaluran kredit dari Bank Mandiri, BRI, dan BNI tercatat tumbuh masing-masing sebesar 13,8%, 16,5%, dan 15,6% jika dibandingkan dengan posisi per akhir kuartal III-2017. Per akhir kuartal III-2019, pertumbuhannya menyusut menjadi masing-masing sebesar 7,8%, 11,6%, dan 14,7% (dibandingkan posisi per akhir kuartal III-2018).



Untuk diketahui, sektor jasa keuangan (yang didominasi oleh emiten-emiten perbankan) membentuk lebih dari 40% kapitalisasi pasar IHSG. Di sepanjang tahun 2019, harga saham BBNI tercatat ambruk 10,8%, sementara harga saham BMRI hanya mampu naik 4,07%. Untuk saham BBRI, harganya melonjak sebesar 20,22% pada tahun ini.

Pada akhirnya, pergerakan saham-saham perbankan yang secara keseluruhan bisa dikatakan kurang menggembirakan berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja bursa saham Tanah Air di sepanjang tahun 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular