Bos Jiwasraya Buka-bukaan Penyebab Keuangan Perseroan Boncos

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
29 December 2019 16:02
Produk perusahaan yang dijanjikan memberikan imbal hasil investasi (return) dengan nilai tinggi ternyata beban paling utama pada keuangan perseroan.
Foto: Jiwasraya. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko buka-bukaan perihal penyebab krisis di perusahaan asuransi pelat merah itu. Salah satunya lantaran produk perusahaan yang dijanjikan memberikan imbal hasil investasi (return) dengan nilai tinggi ternyata beban paling utama pada keuangan perseroan.

Hexana mengatakan, ada dua bisnis model yang dijalankan perusahaan yang justru tidak menguntungkan perusahaan. Skema return guarantee membuat perusahaan makin tak mampu membayarkan klaim plus return investasi yang dijanjikan.

"Dari bisnis model, ada dua kelompok, kelompok tradisional dan bancassurance. Produk tradisional Jiwasraya lebih heavy ke guarantee jangka panjang," kata Hexana ketika ditemui di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Sistem guarantee ini dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin maju dan tingkat suku bunga yang terus turun. Hal itu membuat guarantee 7,75%-14% nett return yang dijanjikan semakin berat untuk dipenuhi. Kemudian, muncul produk Jiwasraya Saving Plan yang juga menjanjikan return 7,75%-10% nett yang malah makin membuat keuangan perusahaan makin semaput.

Namun sayangnya, dana yang diterima dari premi nasabah ini, yang seharusnya diinvestasikan pada aset dengan likuiditas tinggi agar bisa dijual kapan pun untuk membayarkan kewajiban, justru diinvestasikan pada aset saham yang tidak likuid.




"Modusnya saham overprice dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi. Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung. Maka terjadilah gagal bayar," ujar Hexana.

Ia menjelaskan, perusahaan mulai mengoleksi saham-saham 'kualitas rendah' sejak 2014 untuk mengejar return yang tinggi. Sebab, biasanya saham-saham dengan karakteristik ini memiliki tingkat volatilitas tinggi sehingga risikonya juga tinggi.

"Artinya, liquidity manajemen kurang ketat. Per 31 Desember ekuitas negatif Rp 10,24 triliun, likuiditas terganggu atau gagal bayar dan defisit sebesar Rp 15,83 triliun," kata Hexana.

[Gambas:Video CNBC]




(Monica Wareza/miq) Next Article Aset Saham Jiwasraya Tinggal Rp1,4 T, Ada PPRO Hingga SMBR

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular